Sabtu, 09 Juni 2012

Problema Dakwa Islam


Tugas Makalah
Dosen : Drs. Syamsuriadi
Problema Dakwa Islam
                                   




Univ.Muhammadiyah Mks.jpg
 







   Oleh :

NAMA                 : KADDING
NIM                      : K: 1540 5922 11
KELAS                : I


PROGRAM PENGAKUAN PENGALAMAN KERJA DAN HASIL BELAJAR (PPKHB)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul Masalah Problema Dakwa Islam dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah keharibaan junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.



Masamba, 30 September 2011

Penulis









i

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar............................................................................................................        i
Daftar Isi.....................................................................................................................         ii
BAB I: PENDAHULUAN.........................................................................................        1
A.    Latar Belakang Masalah.........................................................................         1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................         1
C.     Tujuan Masalah.......................................................................................         1
BAB II: PEMBAHASAN...........................................................................................       2
A.    Pengertian Dakwah Islam..…………………………..........................            3
B.     Melihat Problematika Umat…………………………………………...          3
1.      Problematika Internal Aktivis Dakwah……………………………         4
2.      Problematika Eksternal Dakwah…………………………………..         6
C.     Strategi Dakwah dalam Merespon Problematika Umat………………..        7
1.      Peningkatan sumber daya muballigh/Da’i (SDM)…………………         8
2.      Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah………….        8
3.      Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah………………………..       9
4.      Penerapan Dakwah Kultural……………………………………….       10
5.      Monitoring dan Evaluasi Dakwah…………………………………       11
6.      Membuat Pemetaan (Peta Dakwah)……………………………….        12
7.      Daya Tahan di Medan Dakwah…………………………………….      12
8.      Yang Tegar di Jalan Dakwah………………………………………       14
BAB III: PENUTUP..................................................................................................      15
A.    Kesimpulan.............................................................................................      15
B.     Saran.......................................................................................................      15
Daftar Pustaka. 





ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyuruh atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. Dakwah merupakan suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan dakwa dalam Islam
2.      Memahami problema dakwah dalam Islam
3.      Penerapan sifat islami dalam diri seseorang

C.    Tujuan Masalah
1.      Dapat memahami apa yang dimaksud dengan dakwa dalam islam
2.      Mampu memahami problema dakwah dalam Islam
3.      Mampu memahami mamfaat dakwah dalam islam














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Aktivitas kegiatan dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode dan direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah swt. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahanman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap bathin dan perilaku umat yang tidak sesuai menjadi sesuai dengan tuntunan syariat untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Da’i harus mempunyai pemahaman yang mendalam bukan saja menganggap bahwa dakwah dalam frame “amar ma’ruf nahi mungkar”, sekedar menyampaikan saja melainkan harus memenuhi beberapa syarat, yakni mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah, memilih metode yang representatif, menggunakan bahasa yang bijaksana dan sebagainya. Secara konvensional, subjek dakwah terdiri dari da’i (mubaligh) dan pengelola dakwah.
Komposisi subjek dakwah tersebut muncul karena dakwah selama ini lebih diartikan atau dititikberatkan pada dialog lisan (verbal) saja. Da’i sering diidentikkan dengan penceramah, sementara pengelola dakwah adalah penyelenggara kegiatan dakwah yang dilembagakan dalam institusi permanen (ta’mir masjid, pengurus pengajian dan sebagainya) atau institusi sementara dalam bentuk kepanitiaan. Subjek dakwah, lembaga atau pusat dakwah, adalah institusi atau organisasi yang menjalankan atau mempunyai usaha berupa kegiatan dakwah.
Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun misi dakwah dari dulu sampai kini tetap pada mengajak umat manusia ke dalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu kewaktu.
Permasalahan yang dihadapi oleh umat selalu berbeda baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Namun demikian, permasalahan-permasalahan umat tersebut perlu diidentifikasi dan dicari solusi pemecahan yang relevan dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis, smart, dan profesional.
B.     Melihat Problematika Umat.
Dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah mengiring
umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instan, dan bahkan matematis. Keadaan demikian di samping membawa manfaat berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin memudahkan aktifitas manusia, juga telah membawa implikasi negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup bertentangan dengan cita-cita ideal Islam.
Realitas sosial di atas ada yang tidak sesuai dengan cita ideal Islam, karenanya harus diubah melalui dakwah Islam. Mengingat kenyataan-kenyataan sosial tersebut banyak dijumpai dalam beberapa komunitas Islam dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka diperlukan paradigma baru dalam melakukan dakwah Islam yang mempertimbangkan jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi oleh umat. Di sinilah institusi-institusi dakwah dituntut dapat melakukan usaha-usaha dakwah secara sistematis dan profesional melalui langkah-langkah yang srategis, sebagaimana yang diisyaratan dalam surat at-Taubah ayat 105:
وقل اعملوا فسيرى الله عملكم ورسوله والمؤمنون
Artinya: bekerjalah kamu (secara profesional) maka Allah dan Rasul-Nya serta orang orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.
1.      Problematika Internal Aktivis Dakwah
Pembahasan probelmatika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.
Problematika internal yang sering dijumpai dalam jamaah dakwah adalah gejolak kejiwaan, ketidakseimbangan aktifitas, latar belakang dan masa lalu, penyesuaian diri, dan friksi internal.
Gejolak kejiwaan sebenarnya merupakan persoalan yang dimiliki oleh semua manusia biasa. Dan yang perlu disadari adalah para aktivis dakwah juga manusia biasa. Gejolak ini tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan baik agar tidak merugikan dakwah dan aktifis dakwah.
Diantara gejolak kejiwaan itu adalah:
a.      Gejolak syahwat
Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak ketertarikan pada lawan jenis ini. Bagi mereka yang belum menikah, gejolak ini biasanya lebih besar dan lebih berpeluang “menggoda.”
b.      Gejolak amarah
Seperti kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka bani Jazimah, gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk bagi citra dakwah, hubungan antar aktifis dakwah, dan terjadinya fitnah diantara kaum muslimin.
c.       Gejolak heroism
Semangat heroisme memang bagus dan sangat perlu, tetapi ketika sudah tidak proporsional ia akan mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap Nuhaik yang dilakukan Usamah bin Zaid adalah contohnya.
d.      Gejolak kecemburuan
Seperti kecemburuan Anshar pada para mualaf yang mendapatkan hampir semua ghanimah perang Hunain, sikap ini bisa berefek pada melemahnya
soliditas internal jamaah.
Meskipun yang dicemburui oleh Anshar sebenarnya adalah perhatian Rasulullah dan bukan materi ghanimah-nya, gejolak ini segera diselesaikan Rasulullah karena jika dibiarkan bisa berdampak negatif.
Ketidakseimbangan aktifitas juga menimbulkan problematika tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktifitas ruhaniyah dengan aktifitas lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah di dalam dengan di luar rumah tangga, ketidakseimbangan antara aktifitas pribadi dengan organisasi, ketidakseimbangan antara amal tarbawi dengan amal siyasi, ketidakseimbangan antara perhatian terhadap aspek kualitas dengan kuantitas SDM; semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau kesimbangan yang merupakan asas kehidupan, juga harus dipraktikkan dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua aktifis dakwah.
Latar belakang dan masa lalu aktifis yang buruk bisa pula menjadi problematika internal dakwah jika tidak dilakukan langkah-langkah solutif. Latar belakang keagamaan keluarga, misalnya. Ia bisa berbentuk lemahnya tsaqafah Islam, tekanan keluarga yang menentang aktifitas dakwah, dan kerancuan dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang “jahiliyah” bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kredibilitas sang aktifis dakwah. Solusi atas problem ini terangkum dalam kata “mujahadah.” Bagaimana seorang aktifis melakukan muhasabah, menyadari kelemahannya dan melakukan perbaikan diri. Masa lalu memang tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa dikendalikan.
Problematika internal yang keempat adalah penyesuaian diri. Yakni penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan sikap dakwah yang melekat pada masing-masing marhalah dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang berbeda antara fase Makkiyah dan Madaniyah, bahkan masa sirriyah dan jahriyah pada fase Makkah yang juga berbeda, dakwah saat ini juga mengalami hal yang sama; ada tahap-tahapnya. Antara mihwar tanzhimi yang berkonsentrasi pada konsolidasi internal dan mihwar muassasi yang konsen pada perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah tidak mampu menyesuaikan diri. Hambatannya bisa karena sifat “kelambanan” kemanusiaan, kecenderungan
jiwa, keterbatasan dan perbedaan tsaqafah, sampai keterbatasan kapasitas.
Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan peran kelembagaan dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan persiapan perubahan fase dakwah, mensosialisasikan cara pandang yang disepakati tentang batas-batas pengembangan dakwah sehingga jelas mana yang termasuk pengembangan (tathwir) dan mana yang termasuk penyimpangan (inhiraf). Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan mana yang asholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.
Problem internal kelima adalah friksi internal. Friksi ini bisa timbul dari lingkungan yang kecil seperti intern sebuah lembaga dakwah, atau antarlembaga, atau antarpersonal pendukung dakwah. Banyak gerakan dakwah yang harus tutup usia dan kini tinggal nama karena problematika ini. Friksi dalam sejarah dakwah memberi beberapa pelajaran penting bagi kita: bahwa friksi merupakan indikasi kelemahan proses tarbiyah, friksi menandakan adanya kelemahan dalam penjagaan diri para aktifis dakwah, restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang yang telah memahami karakter dakwah itu sendiri, friksi juga bukti keberadaan ego manusia, penumbuhan al-wa’yul islami (kesadaran berislam) dan al-wa’yu ad-da’awi (kesadaran dakwah) lebih utama dibandingkan sekedar meletupkan hamasah (semangat) bergerak, dan sangat mungkin friksi timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja “memecah” jamaah.

2.      Problematika Eksternal Dakwah
Problematika eksternal dakwah yang bisa menjadi bahaya besar bagi kebaikan bangsa dan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam meliputi problematika spiritual dan kultural, problematika moral, dan problematika sistemik.
Diantara problematika dakwah di Indonesia yang menyangkut aspek spiritual dan kultural adalah: berhala-berhala modern baik berupa teknologi yang dijadikan rujukan kebanaran, sains yang diabsolutkan, materi yang ditaati, maupun kekuasaan yang dipuja-puja; syirik, khurafat dan tahayul yang masih merebak di masyarakat; globalisasi dan dialektika kultural; serta tradisi baik yang sudah tergerus dan tergantikan dengan budaya negatif efek perkembangan peradaban.
Problematika moral diantaranya adalah minuman keras dan penyahgunaan obat-obatan, penyelewenangan seksual, perjudian dan penipuan, serta tindakan brutal dan kekerasan.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan problematika sistemik adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kemiskinan, kebodohan, dan ancaman disintegrasi bangsa.

C.    Strategi Dakwah dalam Merespon Problematika Umat.
Untuk mengatasi berbagai persoalan umat yang begitu kompleks, institusi dakwah
tidak cukup hanya dengan dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. Menghadapi sasaran dakwah (madu) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang makin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah yang mantap, sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing di tengah bursa informasi yang semakin kompetitif.


Ada beberapa rancangan dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan dewasa ini, yaitu:
1.      Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat.
2.      Menyiapkan elit strategis Muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
3.      Membuat peta sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan dakwah
4.      Mengintregasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai perencanaan dakwah
5.      Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih propesional dan berorientasi pada kemajuan iptek
6.      Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan: ekonomi, kesehatan dan kebudayaan umat Islam. Karenanya, sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan.
7.      Menjadikan sebagai pelopor yang propertis, humanis, dan transpormatif.
Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progkresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai objek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat ekonomis-pragmatis berdasarkan kepentingan sesaat para penguasa.
Untuk merencanakan strategi dakwah yang mumpuni, maka diperlukan pembenahan secara internal terhadap beberapa unsur yang terlibat dalam proses
dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah Da’i/juru dakwah (aktivis dakwah) materi dakwah, metode dakwah, dan alat atau media dakwah.
Pembenaran strategis terhadap unsur tersebut dapat dilakukan melalui
Langkah-langkahsebagai berikut:

1.      Peningkatan sumber daya muballigh/Da’i (SDM)
Untuk mencapai tujuan dakwah secara maksimal, maka perlu dukungan oleh para
juru dakwah yang handal. Keandalan tersebut meliputi kualitas yang seharusnya dimiliki oleh seorang juru dakwah yang sesuai dengan tujuan dewasa ini. Aktivitas dakwah dipandang sebagai kegiatan yang diperlukan keahlian. Mengingat suatu keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan, maka para aktivis dakwah (Da’i/muballigh) harus memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik dan empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah.
Di era modern ini, juru dakwah perlu memiliki dua kompetensi dalam melaksanakan dakwah, yaitu : kompetensi substantif dan kompetensi metodologis. Kompetensi substantif meliputi penguasaan seorang juru dakwah terhadap ajaran-ajaran Islam secara tepat dan benar. Kompetensi metodologis meliputi kemampuan juru dakwah dalam mensosialisasikan ajara-ajaran Islam kepada sasaran dakwah (mad’u).
2.      Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah
Salah satu sasaran yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan di bidang
informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh aktivis dakwah sebagai media dalam melakukan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian ajaran agama Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala luas.
Dalam hal ini, lembaga-lembaga dakwah masih banyak yang belum dapat memanfaatkan akses teknologi-informasi secara maksimal, begitu juga dengan
penyediaan dakwah modern, misal TV. Hingga kini masih menjadi impian. Oleh karena itu, lembaga dakwah perlu membangun sinergis antar kekuatan guna merealisasikannya dalam rangka mengimbangi laju informasi dan meredam program-program TV yang tidakmendidik dan cenderung merusak tatanan masyarakat.
3.      Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah.
Untuk menjawab tantangan dunia global, maka perlu dikembangkan metode dakwah fardhiyah, yaitu metode dakwah yang menjadikan pribadi dan keluarga sebagai sendi utama dalam aktivitas dakwah. Dalam usaha membentuk masyarakat yang dicirikan oleh Islam harus berawal dari pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami, sebab lingkungan keluarga merupakan elemen sosial yang amat strategis dan memberi corak paling dominan bagi pengembangan masyarakat secara luas.
Pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu: pertama, peningkatan fungsi orang tua (ibu dan bapak) sebagai tauladan dalam rumah tangga; kedua, perlunya dibentuk lembaga konsultan keluarga sakinah (KKS) dan klinik rohani Islam (KRI) dalam setiap komunitas Muslim. Untuk pelaksanaan KKS dan KRI ini diperlukan tenaga penyuluh dan counselor Islam yang handal baik secara teoritis maupun secara praktis.
Di sinilah peran lembaga dakwah untuk membina dan mendorong agar anggotanya mengembangkan dakwah fardiyah sehingga masing-masing keluarga dapat terpantau dan terkendali, sekaligus menjadi benteng kontrol sosial.

4.      Penerapan Dakwah Kultural
Dakwah kultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan kultural, yaitu: pertama, dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan aspek substansial keagamaan; kedua, menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai sasaran dakwah. Jadi, dakwah kultural adalah dakwah yang bersifat buttom-up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah. Lawan dari dakwah kultural adalah
dakwan struktural, yaitu dakwah yang menjadikan kekuasaan, birokrasi, kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah struktural lebih bersifat top-down.
Secara sunnatullah, setiap komunitas manusia, etnis, dan daerah memiliki kehasan dalam budaya. Masing-masing memiliki corak tersendiri dan menjadi kebanggaan komunitas bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam corak budaya yang dimiliki oleh komunitas tertentu dapat dijadikan sebagai media dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak kemunkaran yang terkandung dalamnya.
Perbedaan penghayatan dan pengamalan agama selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: karakteristik individu, umur, lingkungan sosial, dan lingkungan alam.
Kelahiran mazhab dalam Islam pun turut dipengaruhi oleh faktor alam dan geografis. Karena itu, akan selalu ada perbedaan cara beragama antar orang desa dan kota, petani dengan nelayan, masyarakat agraris dan masyarakat industri, dan sebagainya. Perbedaanperbedaan itu perlu dimengerti oleh para aktivis dakwah supaya dakwah Islam yang dilakukan dapat menyeseuaikan diri dengan kondisi objektif manusia yang dihadapi dan kecendrungan dinamika kehidupan mutakhir.
Dalam melakukan dakwah kultural, para aktivis dakwah harus menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang kaffah dan kreatif. Materi-materi dakwah perlu disistematiskan dalam suatu rancangan sillabi dakwah berdasarkan kecendrungan dan kebutuhan madu.
Para aktivis dakwah tidak boleh langsung „menghakimi jamaah berdasarkan persepsinya sendiri, tanpa mempertimbangkan apa sesungguhnya yang sedang mereka alami. Karena itu materi dakwah kultural tidak semata-mata bersifat fiqh sentries, melainkan juga materi-materi dakwah yang aktual dan bernilai praktis bagi kehidupan umat dewasa ini. Kaedah formal ketentuan-ketentuan syariah yang selama ini merupakan tema utama pengajian dan khutbah harus diimbangi dengan uraian mengenai hakikat, substansi, dan pesan moral yang terkandung dalam ketentuan syariah dan fiqh tersebut.
Seiring dengan pergeseran ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncul ke permukaan adalah masalah-masalah yang menyangkut lingkungan hidup, polusi udara, perubahan iklim, pemanasan global, etika bisnis dan kewiraswastaan dan, bio-teknologi dan cloning, HAM, demokrasi, supremasi hukum, etika politik, kesenjangan social ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, budaya dan teknologi informasi, gender, dan tema-tema kontemporer lainnya.
Keharusan untuk medesain ulang tema-tema dakwah ini merupaka tuntunan modernisasi spiritualitas Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebab, problema yang muncul di zaman modern jauh lebih kompleks dan memerlukan respon yang lebih beragam dan akomodatif.8 Di sinilah lembaga dakwah secara sistematis memberikan respon-proaktif bukan reaktif yang sporadis. Sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh umat secara konkrit.

5.      Monitoring dan Evaluasi Dakwah
Aktivis dakwah yang mencakup segi-segi kehidupan yang amat luas hanya dapat berlangsung dengan efektif dan efesien apabila sebelumnya telah dilakukan persiapan danperencanaan yang matang.9 Unutk melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, maka diperlukan monitoring dan evaluasi dakwah. Dari monitoring dan evaluasi inilah dapat diperoleh imformasi tentang permasalahan umat-umat yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan persiapan dan perencanaan dakwah.
Pada aspek ini sering kurang mendapatkan perhatian secara serius dan profesional oleh lembaga dakwah, sehingga banyak program-program dakwah yang terkadang tanpa termonitoring dan terevaluasi secara baik dan dibiarkan berjalan ala kadarnya.
Monitoring dan evaluasi dakwah ini sangat diperlukan untuk mendapat informasi yang akurat mengenai tingkat keberhasilan dakwah. Dalam evaluasi tersebut akan terlihat kelebihan dan kekurangan dakwah yang telah dilaksanakan, tingkat relevasi paket-paket dakwah yang ditawarkan dengan kebutuhan mad’u (sasaran dakwah), dan
sejauh mana aktivitas dakwah yang telah dilakukan dapat mentransformasikan cita
ideal Islam ke dalam realitas empirik umat.

6.      Membuat Pemetaan (Peta Dakwah)
Salah satu usaha untuk mengetahui materi dan metode dakwah yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tertentu adalah melalui penyusunan peta dakwah. Peta dakwah adalah gambaran (deskriptif) menyeluruh tentang berbagai komponen yang terlibat dalam proses dakwah.
Adapun komponen pokok yang akan dimuat dalam peta dakwah ini, yaitu:10 pertama, komponen yang berkaitan dengan keadaan umat Islam sebagai sasaran dakwah; kedua, komponen yang berkaitan dengan proses yang berkiatan dengan pelaksanaan dakwah.

7.      Daya Tahan di Medan Dakwah
Dakwah yang merupakan jalan panjang dan lintas generasi niscaya memerlukan daya tahan yang permanen. Bagi, individu kader dakwah daya tahan ini jug harus dimiliki agar tetap istiqamah sampai mengakhiri sejarah kehidupannya dengan husnul khatimah. Untuk itu, paling tidak ada lima faktor yang perlu dimiliki para aktifis dakwah untuk merealisir daya tahan di medan dakwah: menguatkan dan membersihkan motivasi, menggapai derajat iman, menggandakan kesabaran, kekuatan ukhuwah, dan dukungan soliditas struktur.
Untuk menguatkan dan membersihkan motivasi kita perlu selalu memahami makna ikhlas dan berupaya mencapainya dengan jalan: senantiasa memperbaharui
niat, berusaha keras menunaikan kewajiban, berusaha keras mewujudkan kecintaan kepada Allah, merasakan pengawasan Allah, dan hati-hati dalam beramal.
Untuk mencapai derajat iman kita perlu : memiliki orientasi rabbani, yakni menjadikan seluruh aktifitas selalu berorientasi kepada Allah, dan sebaliknya, berhati-hati terhadap orientasi duniawi. Jika kita mampu mencapai derajat iman ini, maka Allah menjanjikan kemenangan atas musuh, jaminan bahwa orang-orang kafir takkan menguasai, mendapatkan izzah, mendapatkan kehidupan dan rezeki yang baik, menjadi khalifah di muka bumi, serta mendapatkan surga di akhirat nanti.
Untuk bisa menggandakan kesabaran kita perlu memberikan dorongan jiwa untuk mengejar dengan sungguh-sungguh faedah-faedah yang ditimbulkan oleh kesabaran, dan betapa besar buahnya bagi agama dan keduniaan kita serta melawan pengaruh hawa nafsu. Jika kesabaran telah kita miliki maka kita akan mendapatkan hikmahnya yang luar biasa: dijadikan pemimpin, pahala yang besar, kebersamaan Allah, dan mendapatkan berbagai macam kebaikan karena sabar.
Untuk membangun ukhuwah kita perlu memotivasi diri dengan keteladanan ukhuwah di zaman kenabian lalu memperbaiki hubungan sesama aktifis dakwah berlandaskan cinta dan kasih sayang. Kita juga harus meminimalisir penghambat-penghambat ukhuwah. Jika kekuatan ukhuwah ini terbangun kokoh, maka daya tahan kita sebagai aktifis dakwah maupun daya tahan jamaah di medan dakwah akan semakin kokoh.
Sedangkan upaya membangun soliditas struktur paling tidak meliputi konsolidasi manajerial dan konsolidasi operasional. Konsolidasi manajerial dilakukan dengan penataan manajemen yang bagus dan profesional dalam setiap jalur dan lini. Selain mengambil prinsip-prinsip dari Al-Qur'an dan Hadits, prinsip manajemen modern juga bisa diterapkan. Konsolidasi operasional dimaksudkan untuk menyinkronkan berbagai kegiatan dalam skala gerakan, sekaligus senantiasa mengarahkan gerak dakwah kepada tujuan yang ditetapkan. Selain itu, untuk membangun soliditas
struktur perlu menghindari hal-hal yang bisa merusaknya yaitu munculnya sekat komunikasi dan lemahnya imunitas struktural (mana'ah tanzhimiyah).

8.      Yang Tegar di Jalan Dakwah
Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan, hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai generasi sebelumnya sejak Rasulullah dan para shahabatnya, tabi'in, tabiut tabi'in, dan seterusnya.
Diantara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga, keterbatasan ekonomi, kemapanan, sampai kekuasaan. Kader dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah itu.

Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua orang mengejek, tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat akan tahu siapa yang benar dan siapa yang tukang fitnah. Agar tegar dalam menghadapi teror fisik, tawakallah kepada Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar dalam menghadapi manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan senantiasa memperbarui niat, waspada dan tetap bersama jamaah. Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga, ketegasan harus diutamakan .
Iman tidak bisa ditukar dengan keluarga, jika memang itu pilihannya. Agar tegar dalam kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar adalah kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktifis dakwah juga berperan penting untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar dalam kemapanan harus memiliki paradigma semakin banyak kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka yang diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar tegar di puncak kekuasaan, kelurusan orientasi perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah Rasulullah dan keyakinan akan janji-jani-Nya. Dan pada semua mihnah, kedekatan dengan Allah dan tawakkal kepada-Nya merupakan kunci utama agar tegar di jalan dakwah
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dinamisasi kehidupan masyarakat sebagai sarana dakwah dewasa ini semakin kompeks dan menuntut perlunya perubahan paradigma strategi dakwah Islam. Strategi dakwah Islam yang diyakini dapat menjawab tantangan zaman tersebut, meliputi: peningkatan sumberdaya da’i/muballigh (SDM), pemanfaatan  teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan metode dakwah fardhiyah dan dakwah kultural, monitoring dan evaluasi dakwah, serta penyusunan peta dakwah.
Tanpa strategi dakwah Islam yang sistematis dan profesional, maka lembaga dakwah yang menghimpun da’i-da’i yang bertugas mendakwahkan nilai-nilai Islam akan kehilangan andil dalam membentuk masyarakat yang religius dan beradab.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan-rekan atau pembaca berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan penyusunan makalah dimasa akan datang.









DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Jakarta:
Paramadina, 1999.
Eldin, Achyar, Dakwah Stratejik, Jakarta: Pustaka Tarbiyatuna, 2003.
Harahap, Syahrin, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999.
Kontowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yogyakarta: Salahudin Press,
1985.
Masyari, Anwar, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah, Surabaya: Bina Ilmu, 1992.
Era Adicitra Intermedia, Tegar di Jalan Dakwah Solo Tahun Terbit : November 2009
Muhyidin, Asep, Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an: Studi Kritis atas Visi, Misi dan
Wawasan, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mulkhan, Abdul Munir, Ideologi Gerakan Dakwah: Episode Kehidupan M. Natsir dan
Azhar Basyir, Yogyakarta: Sipress, 1996.
Noer, Mohammad, “Dakwah untuk Umat,” Makalah dalam Workshop Program Studi Sejenis
Ditjen Pendidikan Islam Depag RI, 2007.
Suparta, Munzier dan Harjani (Ed.), Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta, 2003.
10 Mohammad Noer, Op. Cit., hlm. 7.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar