BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan diartikan
sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk
menghasilkan kualitas manusia yang lebih tinggi guna menjamin pelaksanaan dan
kelangsungan pembangunan. Peningkatan kualitas pendidikan harus dipenuhi
melalui peningkatan kualitas, kesejahteraan, pendidikan dan tenaga kependidikan
lainnya. Pembaharuan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tanpa mengesampingkan nilai-nilai luhur sopan santun dan etika
serta didukung penyediaan saran dan prasarana yang memadai, karena pendidikan
yang dilaksanakan sedini mungkin dan langsung seumur hidup menjadi
tanggungjawab keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Pada era globalisasi,
perkembangan iptek semakin marak di masyarakat. Maraknya perkembangan iptek
disebabkan oleh adanya tuntutan manusia untuk berkembang dan maju dalam
berbagai bidang sesuai dengan perkembangan zaman. Tuntutan tersebut, dapat
diperoleh melalui informasi aktual dari peralatan iptek yang canggih.
Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang semakin
komleks akan terpenuhi. Selain itu melalui pendidikan akan dibentuk manusia
yang berakal dan berhati murni. Kualifikasi sumber daya manusia yang mempunyai
karakteristik seperti diatas, sangat diperlukan dalam menguasai dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu menghadapi
persaingan global.
Peningkatan sumber
daya manusia (SDM) merupakan salah satu usaha yang dapat mempengaruhi majunya
suatu Negara. Untuk menghasilkan sumber manusia yang unggul dibutuhkan
tenaga pendidik yang unggul pula dalam hal ini guru. Guru adalah
unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru merupakan sember yang menempati posisi
dan memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, figur guru harus terlihat
dalam agenda pembicaraan, terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal
di sekolah.
Landasan yuridis dalam
Sistem Pendidikan Nasional tersebut antara lain: (1). Di dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 diisyaratkan bahwa upaya mencerdaskan bangsa (tentu
melalui pendidikan) merupakan amanat bangsa. Sedangkan pada Bab XII pasal 31
ayat 2 ditegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang, (2). Di dalam
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IX pasal
39 ayat 2 tentang kurikulum semua jenis pendidikan dan jenjang pendidikan yang
wajib.
Di masa sekarang
banyak orang mengukur keberhasilan suatu pendidikan hanya dilihat dari segi
hasil. Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam melaksanakannya
dan mencangkup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik, sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat
dari segi kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah.
Salah satu faktor yang
menjadi titik fokus dalam penyelenggaraan pendidikan adalah anak didik, dimana
ketika anak didik yang dihasilkan dalam proses yang ada tersebut memiliki
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang baik sehingga mereka dapat
mengembangkan hasil belajar dan kepribadiannya maka secara langsung hal
tersebut dapat meningkatkan mutu pendidikan kita. Melihat pendidikan mempunyai
peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu,
terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.
Tugas utama guru
adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga terjadi intraksi aktif
antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Intraksi tersebut tentu akan
mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dirumuskan. Usman (2000: 4) menyatakan
bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan
demikian pemilihan metode yang tepat dan efektif sangat diperlukan. Sehingga
pendapat Sudjana (1997: 76), bahwa peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan
proses belajar dan mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada
hari Rabu, tanggal 16 Mei 2012 di kelas IV SDI petakeang kabupaten mamuju
terungkap bahwa:
1.
Siswa kurang aktif dalam menerima pelajaran disebabkan
karena guru tidak tepat dalam menggunakan media atau metode pembelajaran
2.
Siswa masih ada yang bermain sendiri pada saat guru
menjelaskan materi pelajaran sehingga kurang memahami konsep pembelajaran IPS
disebabkan karena guru kurang menguasai pengelolaan kelas.
3.
Kurangnya pemahaman siswa terhadap metode pembelajaran
yang diterapkan oleh guru
4.
Rendahnya motivasi siswa untuk belajar
5.
Hasil belajar rendah karena kurangnya sumber informasi seperti
(buku, media belajar, perpustakaan, dll).
Berdasarkan hasil
observasi, data hasil belajar siswa dalam hal pemecahan masalah menunjukkan
hasil yang rendah, yaitu 59 dari 30 orang siswa yang terdiri dari laki-laki 17
orang dan perempuan 13 orang.
Untuk mengatasi masalah
tersebut di atas salah satu metode yang
digunakan adalah metode Quantum Learning. Menurut Hernacki (2001: 15) bahwa:
“melalui siswa akan diajak belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan
menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam menemukan berbagai
pengalaman baru dalam belajarnya. Dengan metode ini diharapkan dapat tumbuh
berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru
berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai
penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik apabila
siswa banyak aktif dibandingkan guru”.
Dalam menyampaikan
materi pelajaran IPS perlu dirancang suatu strategi pembelajaran yang tepat,
yakni anak akan mendapatkan pengalaman baru dalam belajarnya, selain itu siswa
akan merasa nyaman. Strategi pembelajaran IPS harus dirancang sedemikian rupa
dengan mempertimbangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping
harus bertumpu pada pengalaman indera menuju terbentuknya pengalaman kesimpulan
yang logis. Dengan menerapkan Quantum
Learning, maka dalam mengusahakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa
dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di pendidikan dasar dapat tercapai.
Selain itu juga dapat memperbaiki penerapan kurikulum saat ini dan meningkatkan
pemahaman serta menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Metode Quantum Learning
mengajar dalam keseluruhan sistem pengajaran adalah sebagaimana alat untuk
mencapai tujuan pengajaran. Metode Quantum
Learning sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran IPS yang membawa
siswa belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan. Siswa akan
lebih bebas dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam belajarnya, sehingga
diharapkan dapat tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa.
Berdasarkan pemaparan
diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “ Penerapan Metode Quantum
Learning dalam Pembelajaran IPS Bagi Siswa Kelas IV SDI Petakeang Kabupaten
Mamuju”.
B.
Rumusan dan Pemecaham Masalah
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah: Apakah penerapan metode Quantun Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS bagi siswa
Kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju?
2.
Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti
menerapkan pemecahan masalah sebagai berikut:
a) Mengadakan
tes untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa. Hasil ini menjadi
dasar bagi peneliti untuk membagi siswa kedalam beberapa kelompok.
b) Mensosialisasikan
dan melakukan tukar pendapat dengan para guru SDI Petakeang Kabupaten Mamuju
tentang penerapan motode Quantum Learning
dalam pelajaran IPS dapat meningkatkan hasil pembelajaran bagi siswa.
c) Menyusun
perangkat pembelajaran yang mengacu pada penerapan metode Quantum Learning.
d) Melaksanakan
skenerio pembelajaran
e) Evaluasi
dilaksanakan selama dan setelah proses pembelajaran. Evaluasi selama proses
pembelajaran dilakukan melalui observasi kegiatan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi setelah proses pembelajaran dapat
dilakukan dengan memberikan pekerjaan rumah. Pada akhir setiap siklus tindakan
dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemajuan kemampuan berbicara yang dicapai siswa.
Hasil evaluasi setiap siklus kemudian direfleksi untuk memperbaiki pelaksanaan
tindakan.
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan: Untuk mengetahui penerapan metode Quantum Learning dalam meningkatkan hasil belajar IPS bagi siswa
Kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju.
D.
Manfaat penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan
sekolah sebagai suatu sistem pendidikan yang mendukung peningkatan proses
belajar dan mengajar siswa.
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau masukan kepada pengajar (guru)
dalam memberikan pelajaran-pelajaran yang dinilai sulit dipahami oleh siswa
dalam menerima pelajaran. Quantum Learning memberikan cara belajar dalam
suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas
dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam kegiatan belajarnya.
2. Manfaat
Praktis
a.
Mamfaat bagi siswa:
1)
Siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar IPS.
2)
Hasil belajar siswa meningkat pada materi pokok sumber
daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
3)
Siswa lebih memahami tentang sumber daya alam serta
pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
b.
Mamfaat bagi guru:
1)
Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan metode Quantum Learning sebagai metode
pembelajaran.
2)
Guru lebih termotivasi untuk melakukan penelitian
tindakan kelas yang bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran.
3)
Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi
pembelajaran yang lebih bervariasi, sehingga materi pembelajaran akan lebih
menarik.
c.
Mamfaat bagi sekolah:
Memberikan sumbangan yang baik bagi
sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan
kualitas pendidikan.
d.
Mamfaat bagi peneliti:
Memberikan sumbangan pengalaman tentang
penelitian tindakan kelas.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian
Pustaka.
1. Metode
Quantum Learning
a. Sejarah
Singkat Konsep Quantum Learning
Menurut Porter dan
Hernacki (2001: 15) “Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah
belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tive orang dan
segala manusia”. Quantum Learning berakar
dari upaya Lazonov, seorang pendidik yang bekebangsaan Bulgaria yang
bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “Suggestology” atau
“Suggestopedia”. “Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengharui
hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif
ataupun negatif, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan
sugesti positif yaitu mendudukan siswa secara nyaman, memasang musik latar di
kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan media pembelajaran untuk
memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru yang
telah terlatih”. (Porter dan Hernacki 2001: 14).
Suatu proses pembelajaran akan menjadi
efektif dan bermakna apabila ada interaksi antara siswa dan sumber belajar
dengan materi, kondisi ruangan, fasilitas, penciptaan suasana dan kegiatan
belajar yang tidak menoton diantaranya melalui penggunaan musik pengiring.
Interaksi ini berupa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar.
b. Pengertian
Quantum Learning
Menurut De Porter dan
Hernacki (2000: 16) Quantum Learning
adalah “Menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP
(Program neurolinguistik) dengan teori, keyakinan dan metode kami sendiri.
Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi
belajar yang lain seperti: (1). Teori otak kanan atau kiri, (2). Teori anak 3
in 1, (3). Pilihan modalitas (visual, auditoral dan kinetik), (4). Teori
kecerdasan ganda, (5). Pendidikan
holistic (menyeluruh), (6). Belajar berdasarkan pengalaman, (7). Belajar dengan simbol (Metaphoric
Learning), dan (8). Simulasi atau permainan”.
Interaksi ini berupa keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar. Menurut De Porter dan Hernacki (2000: 12)
dengan belajar menggunakan Quantum Learning akan didapatkan berbagai mamfaat antara lain
: Bersikap positif, meningkatkan motivasi, keterampilan belajar seumur hidup,
kepercayaan diri, dan sukses atau hasil belajar yang meningkat.
c. Efektifitas
Quantum Learning
Semua kehidupan adalah
energy. Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah “massa kali kecepatan
cahaya kuadrat sama dengan energi, yang ditulis dengan persamaan E = mc2”
(De Porter dan Hernacki, 2000: 16).
(De Porter dan Hernacki,
2000: 16) Mengemukakan bahwa :
Tubuh kita secara fisik adalah materi, sebagai pelajar tujuan
kita adalah menarik sebanyak mungkin cahaya, dengan Quantum Learning hal tersebut dapat kita capai karena Quantum Learning menggabungkan
sugestiologi, teknik percepatan belajar dan keyakinan.
Dari berbagai teori dan strategi belajar lain Quantum Learning memberikan solusi terbaik dalam masalah klasik
yang dihasilkan oleh metode belajar yang telah dilakukan serta yang telah
diterapkan. Dengan metode Quantum
Learning pernyataan-pernyataan seperti belajar adalah pekerjaan yang
membosankan dapat dihilangkan. Metodologi penyajian kurang variatif dan
terkesan menoton, serta saran pendukung yang tidak representative dapat kita tapis
dan hilang dengan sendirinya.
Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) mengemukakan bahwa efektifitas Quantum Learning tidak diragukan lagi
keberhasilannya, hal ini disebabkan karena penerapan Quantum Learning tidak hanya kepada fisik tapi semua aspek,
seperti: aspek psikis yang terdiri dari rasa nyaman, enak, dan aspek yang lain
yaitu pembentukan lingkungan belajar yang nyaman. Sehingga dapat memenuhi
unsur-unsur itu semua maka belajar dapat berlangsung dengan baik.
Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) menyatakan bahwa Quantum Learning dapat mencapai hal yang memuaskan antara lain:
1.
Meningkatkan motivasi,
2.
Meningkatkan nilai belajar,
3.
Menumbuhkan kepercayaan diri,
4.
Meningkatkan rasa ingin tahu,
5.
Meningkatkan kinerja otak.
d. Kelebihan
dan Kelemahan Quantum Learning dalam pembelajaran
Sudah dipahami bahwa
tidak ada metode mengajar yang terbaik atau lebih unggul dari metode-metode
mengajar lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor
tujuan, bahan pelajaran, kemampuan guru, karakteristik siswa, situasi, dan
kondisi lingkungan belajar dan sebagainya.
Hal ini semua dikemukakan oleh Ali
Pandie (1984: 72) bahwa:
“Tidak jarang
terjadi metode yang sama secara efektif dan efisien dilakukan oleh guru yang
satu, tetapi gagal ditangan guru yang lain. Karena itu kebaikan dan kelemahan
masing-masing metode itu sendiri relatif sifatnya”.
Adapun kelemahan dan kelebihan Quantum
Learning seperti yang dikemukakan oleh Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30)
sebagai berikut :
Kelebihan
:
1.
Metode ini dapat mengembangkan aktivitas siswa,
2.
Metode ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,
3.
Metode ini dapat meningkatkan nilai belajar siswa,
4.
Metode ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri,
5.
Metode ini dapat meningkatkan rasa ingin tahu,
6.
Metode ini dapat meningkatkan kenerja otak,
7.
Melatih siswa berpikir secara efektif untuk mengubah diskusi
dalam kelas,
8.
Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang
diperlukan dalam kehidupan kelak,
9.
Metode ini dapat membina tanggung jawab dan disiplin
siswa.
Dari rincian penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Quantum Learning diberikan oleh guru
kepada siswa, dapat melatih siswa untuk diskusi sama temanya baik di sekolah
maupun di rumah sehingga materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru
dapat diingat kembali dengan melakukan diskusi dengan temanya.
Kelemahannya
:
1.
Siswa sulit dikontrol, apakah benar siswa belajar atau
tidak,
2.
Sering menerapkan Quantum
Learning dapat menimbulkan kebosanan siswa.
Selain dari kelebihan
metode ini terdapat pula kelemahan dari metode Quantum Learning, apalagi keseringan menerapkan Quantum Learning akan menimbulkan
kejenuhan/kebosanan pada siswa.
e. Langkah-Langkah
Quantum Learning dalam Pembelajaran
Setiap siswa diminta
berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan
masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan
pengetahuan pribadi. Selain itu, berintraksi dengan masyarakat juga berarti
mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptkan peluang jika tidak
ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut
(untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini
diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan
perubahan.
Adapun langkah-langkah
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran melalui konsep Quantum Learning dengan cara :
1) Kekuatan Ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan
secara mental antara mamfaat dan akibat-akibat suatu keputusan. Motivasi sangat
diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka diinginkan untuk
belajar akan selalu akan selalu ada. Pada langkah ini siswa akan diberi
motivasi oleh guru dengan member penjelasan tentang mamfaat apa saja setelah
mempelajari suatu materi. (De Potter dan Hernacki 2000: 49).
2) Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar diperlukan penataan lingkungan
yang dapat membuat siswa merasa betah dalam belajarnya,dengan penataan
lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan diri siswa.(De
Potter dan Hernacki 2000: 65).
3) Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu
dalam belajar siswa,seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan
pujian pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya,tetapi jangan pula
mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi.Dengan memupuk sikap juara
ini siswa akan lebih dihargai.(De Porter dan Hernacki 2000: 89).
4) Bebaskan gaya belajarnya
Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh
siswa, gaya belajar tersebut yaitu: visual, auditoral, dan kinestetik. Dalam Quantum Learning guru hendaknya
memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada
satu gaya belajar saja. (De Porter dan Hernacki 2000:109)
5) Membiasakan mencatat
Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas
kreasi ketika sang siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa menggunakan
kembali apa yang didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan
sesuai gaya belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu
sendiri, simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan. (De Porter dan Hernacki
2000:145)
6) Membiasakan membaca
Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah
membaca. Karena dengan membaca akan menambah perbendaharaan kata, pemahaman,
menambah wawasan dan gaya ingat akan bertambah. Seorang guru hendaknya
membiasakan siswa untuk membaca, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang
lain. (De Porter dan Hernacki 2000:245)
7) Jadikan anak lebih kreatif
Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka
mencoba dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan
mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam beajarnya. (De Porter dan Hernacki
2000:291)
8) Melatih kekuatan memori anak
Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga
anak perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik. (De Porter dan
Hernacki 2000:340).
Pembelajaran Quantum Learning
lebih mengutamakan keaktifan peran serta siswa dalam berinteraksi dengan
situasi belajarnya melalui panca inderanya baik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan, sehingga hasil penelitian Quantum Learning terletak pada modus
berbuat yaitu katakan dan lakukan, dimana proses pembelajaran Quantum Learning mengutamakan keaktifan
siswa, siswa mencoba mempraktekkan media melalui kelima inderanya dan kemudian
melaporkannya dalam laporan praktikum dan dapat mencapi daya ingat 90%. Semakin
banyak indera yang terlibat dalam interaksi belajar, maka materi pelajaran akan
semakin bermakna. Selain itu dalam proses pembelajaran perlu diperdengarkan
musik untuk mencegah kebosanan dalam belajarnya. Pemilihan jenis musik pun
harus diperhatikan, agar jangan musik yang diperdengarkan malah mengganggu
konsentrasi belajar siswa. (Saryono, 2007).
f. Penerapan
Quantum Learning dalam pembelajaran
De Porter dan Hernacki
(2002: 84) mengemukakan bahwa : Quantum
Learning merupakan metodologi yang sangat luar biasa, dimana penerapan
metode belajar dalam Quantum Learning
mampu memberikan rangsangan kepada siswa dalam penerimaan pembelajaran,
sehingga dalam proses belajar mengajar dalam kelas tidak lagi terkesan
membosankan, menjenuhkan, dan menyebalkan.
Hal ini disebabkan
penerapan Quantum Learning tidak
hanya sekedar memicu para siswa untuk memahami materi pelajaran yang memberikan
kesan yang lain, yaitu bagaimana proses belajar itu dapat menyenangkan,
memberikan rangsangan psikologi, sugestioligi dan melibatkan unsur-unsur lain
yang semula dianggap tahu di dalam proses belajar di kelas yaitu, penggunaan
musik serta tantangan fisik.
Sebagaimana dijelaskan
Septiawan (2008), dalam Quantum Learning
para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan
bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimiliki oleh Albert
Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang
mencerminkan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses
belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons
menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau
dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan
balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna
untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar,
bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat
pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap
keberhasilan perlu di akhiri dengan “kegembiraan dan tepukan”.
Berdasarkan penjelasan
mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja,
dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan
linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal,
interpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik
(melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui
bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi
(melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat).
Bagaiman cara memanfaatkan
cara berfikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri
(yang bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional), misalnya, dikenakan
dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi
verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta,
fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak,
tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran
yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi),
kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda),
kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas
dan visualisasi.
Semua itu, pada
akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi
positif, kekuatan otak, keberhasilan dan kehormatan diri”. Keempat unsur ini
bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong
emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan,
lalu (balik lagi) kepada peciptaan kehormatan diri. Dari proses inilah, Quantum Learning menciptakan motivasi,
langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep
belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap
situasi, menggunakan apa yang anda pelajari untuk keuntungan anda, mengupayakan
agar segala terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan
dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari : “tidak dapat melihat adanya
potensi belajar, mengebaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman
belajar, membiarkan segala terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula,
antara lain Quantum Learning mengkonsep
tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” (De Porter dan
Hernacki, 2000: 65). Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan
mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk pelajar.
Peserta didik Quantum Learning
dikondisikan kedalam lingkungan belajar optimal baik secara fisik maupun
mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar
diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman
belajar.
Penataan lingkungan
belajar ini dibagi dua yaitu; ligkungan mikro dan lingkungan makro. “Lingkungan
mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan
berkreasi)”. (De Porter dan Hernacki, 2000: 68). Quantum Learning menekankan penetaan cahaya, musik, dan desain ruang,
karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap,
dan mengelolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas Quantum Learning. Akan tetapi, dalam
kaitan pelajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di indonesia, lebih baik
memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti
: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target
penataannya ialah meciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa
santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat
baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran
darah dan proses otak bekerja serta akhirnya mengganggu konsentrasi siswa.
Lingkungan makro ialah
“dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di
masyarakat. Mereka di minta untuk memperluas lngkup pengaruh dan kekuatan
pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya.
“Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi
situasi-situasi yang menantang dan semakin mudah anda mempelajari informasi
baru,” (De Porter dan Hernacki, 2000: 79).
Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar
yang di lakukan oleh guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar
sesuai dengan kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang
diharapkan dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai
siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan
memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. (Kamdi, 2009).
2.
Mata
Pelajaran IPS
a.
Pengertian
Mata Pelajaran IPS
Rumusan
tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social
studies. Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social
studies. Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian
IPS dapat diartikan dengan “penelahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam
mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif
sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang
disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk
memperoleh gambaran yang lebih luas tentang IPS, maka penting untuk dikemukakan
beberapa pengertian social studies dan IPS menurut para ahli.
·
Edgar B Wesley menyatakan bahwa social
studies are the social sciences simplified for paedagogieal purposes in school.
The social studies consist of geografy history, economic, sociology, civics and
various combination of these subjects.
·
John Jarolimek mengemukakan bahwa The
social studies as a part of elementary school curriculum draw subject-matter
content from the social science, history, sociology, political science, social
psychology, philosophy, antropology, and economic. The social studies have been
defined as “ those portion of the social science... selected for
instructionalpurposes”
Demikian beberapa pengertian yang
dikembangkan di Amerika Serikat oleh beberapa tokoh pendidikan terkenal.
Pengembangan IPS di Indonesia banyak mengambil ide-ide dasar dari
pendapat-pendapat yang dikembangkan di Amerika Serikat tersebut. Tujuan, materi, dan
penanganannya dikembangkan sendiri sesuai dengan tujuan nasional dan aspirasi
masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada realitas, gejala, dan problem
sosial yang menjadi kajian IPS yang tidak sama dengan negara-negara lain.
Setiap negara memiliki perkembangan dan model pengembangan social studies yang
berbeda.
Berikut pengertian IPS yang
dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
·
Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa
IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial.
Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi,
antropologi budaya, psikologi, sejarah, geokrafi, ekonomi, ilmu politik dan
ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi
dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
·
Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS
merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan
tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan
tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas
menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah
dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu
sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
·
S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai
pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial.
Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan
peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
·
Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS
merupakan bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas
hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga
benarbenar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan
bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, kemudian
disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolahsekolah.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu
sosial dan pembelajaran IPS yang dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun
pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi
aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial
masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan
masingmasing.
Kajian tentang masyarakat dalam IPS
dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar
sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan
negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian
siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan
dibekali pengetahuan tentang masa
lampau umat manusia.
Dengan bertolak dari uraian di
depan, kegiatan belajar mengajar IPS membahas manusia dengan lingkungannya dari
berbagai sudut ilmu sosial pada masa lampau, sekarang, dan masa mendatang, baik
pada lingkungan yang dekat maupun lingkungan yang jauh dari siswa dan siswi.
Oleh karena itu, guru IPS harus sungguh-sungguh memahami apa dan bagaimana
bidang studi IPS itu.
b. Ruang Lingkup IPS
Secara
mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku
dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan
cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan
kejiwaannya; memamfaatkan sumber-daya yang ada dipermukaan bumi; mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya maupun
kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya, IPS
mempelajari, menelaah, dan mengkaji
sistem
kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota
masyarakat.
Dengan
pertimbangn bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang
pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik tiap jenjang,
sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda
dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada
jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah
sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan
sehari-hari yang ada
di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD.
Pada
jenjang pendidikan menengah, ruang lingkup kajian diperluas. Begitu juga pada jenjang pendidikan tinggi:
bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan berbagai pendekatan. Pendekatan interdisipliner
atau multidisipliner dan pendekatan
sistem menjadi pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang pendidikan tinggi menjadi
sarana melatih daya
pikir dan daya nalar mahasiswa secara berkesinambungan.
Sebagaimana
telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat
dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala,
masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup
pengajaran IPS ini harus diajarkan
secara
terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta
didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan
sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus
menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak
pada kenyataan di dalam masyarakat
tidak
akan mencapai tujuannya.
c. Tujuan IPS
Sama
halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih
tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan
institusional tiap jenis
dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan institusional ini secara praktis dijabarkan dalam
tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi
IPS. Akhirnya tujuan kurikuler secara
praktis operasional dijabarkan dalam tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran.
Tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai
sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
1.
Membekali peserta didik dengan pengetahuan
sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat;
2.
Membekali peserta didik dengan kemapuan
mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial
yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat;
3.
Membekali peserta didik dengan kemampuan
berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang
keilmuan serta berbagai keahlian;
4.
Membekali peserta didik dengan kesadaran,
sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang
menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan; dan
5.
Membekali peserta didik dengan kemampuan
mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan,
perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.
Kelima
tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di berbagai
lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan
jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan.
3. Hasil Belajar
Kegiatan belajar merupakan
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, dan merupakan kegiatan yang paling
pokok. Ini berarti berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh murid sebagai anak didik.
Menurut Slameto (2003:2) balajar adalah :
Suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan yang
terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena
itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti
belajar. Defenisi belajar seperti yang
diungkapkan Lester D. Crow (Roestiyah,
1994:4) ”Belajar adalah perubahan individu dalam kebiasaan pengetahuan dan
sikap”.
Dari kedua
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang mengalami proses belajar
kalau ada perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu dalam menguasai
ilmu pengetahuan. Belajar disini
merupakan suatu proses dimana guru melihat apa yang terjadi selama siswa
menjalani pengalaman edukatif untuk mencapai suatu tujuan. Dimana yang harus diperhatikan dari siswa
adalah pola perubahan pada pengetahuan selama pengalaman belajar itu
berlangsung.
Perubahan kegiatan
yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, dan tingkah laku. Perubahan itu diperoleh dari latihan atau
pengalaman bukan perubahan yang dengan sendirinya karena pertumbuhan kematangan
atau karena keadaan sementara seperti pingsan.
Hasil belajar
merupakan pucak dari proses pembelajaran.
Hasil belajar tersebut terjadi karena evaluasi guru. Cara menilai hasil belajar biasanya
menggunakan tes. Tujuan dari tes
tersebut adalah mengukur hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses
pembelajaran. Disamping itu, tes
dipergunakan untuk menetukan seberapa jauh pemahaman materi yang telah
dipelajari karena itu tes dapat digunakan sebagai penilaian diagnostik,
formatif, sumatif dan penentuan tingkat pencapaian.
Keberhasilan seseorang dalam belajar tidak hanya dipengaruhi minat,
kesadaran, kemauan, tetapi juga bergantung pada kemampuannya terhadap materi pembelajaran serta
diperlukan keterampilan keterampilan intelektual. Hasil yang dimaksud adalah tingkat pengusaan
untuk mengukur hasil belajar sesuai dengan
tujuan pencapaian kognitif disesuaikan dengan taraf kognitif siswa.
B.
Kerangka
Pikir
Pada umumnya proses belajar dan mengajar dilakukan seorang guru
menggunakan model pembelajaran yang masih kebanyakan bersifat konvensional yang
berindikasi pada siswa yang pasif, kurang bertanggung jawab, dan pembelajaran
dinilai kurang menyenangkan sehingga akan berdampak pada rendahnya prestasi
belajar siswa. Seharusnya guru berupaya mengoptimalkan pembeljaran yang aktif,
kreatif, dan menyenangkan, serta dapat berkomsumsi dengan baik pada saat
menyajikan pelajaran, siswa akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan
oleh guru.
Pembelajaran Quantum Learning merupakan
salah satu tife pembelajaran yang diharapkan akan menjadi model pembelajaran
yang dapat menggugat minat, perasaan dan pola pikir krisis bagi siswa dalam hal
penguasaan konsep mata pelajaran IPS. Oleh karena itu siswa akan menjadi lebih
jelas dalam menerima dan menemukan sendiri materi yang disampaikan guru,
sehingga hasil belajar IPS akan lebih meningkat.
|
Gambar
7. Kerangka Pikir
C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian
landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan adalah:
Jika menerapkan metode pembelajaran Quantum
Learning dalam pembelajaran IPS pokok bahasan sumber daya alam serta
pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi, maka dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (classroom
action research) yang akan dilaksanakan dalam dua siklus. Jenis penelitian
tindakan kelas ini dipilih dengan tujuan agar “mampu menawarkan cara baru untuk
memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan
hasil belajar” (Umar, 2005: 3). Selain itu penelitian tindakan kelas ini
dianggap mudah karena hanya melalui empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi.
B.
Setting dan Subjek Penelitian
Setting penelitian ini
dilaksanakan di desa petakeang kabupaten mamuju. Subjek yang diteliti adalah
siswa kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju yang berjumlah 30 orang terdiri
dari 17 laki-laki dan 13 orang perempuan.
C.
Fokus Penelitian
Adapun faktor yang diselidiki/diamati
adalah:
1.
Faktor siswa yaitu melihat kemampuan siswa dalam
mempelajari IPS dan keaktifannya dalam menyelesaikan soal.
2.
Faktor proses pembelajaran yaitu melihat terjadinya
interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya saat
proses belajar mengajar berlangsung.
3.
Faktor hasil yaitu dengan melihat hasil belajar siswa
setelah pembelajaran.
D. Prosedur
Pelaksanaan Penelitian
Adapun alur pelitian ini mengacu pada modifikasi diagram oleh setiap
siklus menurut Kemmis dan Mc. Taggart (Alimin Umar 2005: 11) terdiri dari
beberapa tahapan pelaksanaan yaitu; (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
observasi, serta (4) refleksi sebagai berikut:
|
|
||||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
Gambar 8. Diagram Alur Desain Penelitian
Model Kemmis dan Mc. Tagart 1998
Tahap Pratindakana
a)
Mengadakan konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal
pelaksanaan penelitian
b)
Melakukan diskusi dengan pihak guru untuk mendapat
gambaran bagaimana pelaksanaan penelitian.
c)
Mengadakan observasi awal terhadap pelaksanaan penggunaan
metode quantum learning dalam
pembelajaran di kelas agar memahami karakteristik pembelajaran serta gambaran
pelaksanaan pembelajaran sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan
ekonomi di kelas IV sebagai langkah awal yang akan digunakan dalam pelaksanaan
tindakan.
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1.
Perencanaan
Pada tahap ini
dilakukan pemantauan keadaan siswa yang akan diteliti dan mempersiapkan semua
instrumen. Pada penelitian tindakan kelas ini, digunakan 5 instrumen yaitu:
a)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
b)
Media Pembelajaran
c)
Lembar Observasi
d)
Alat Evaluasi (tes).
2.
Pelaksanaan
a. Siklus I
1)
Perencanaan
Pada tahap ini menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan menyiapkan materi ntuk siklus I.
2)
Tindakan
Proses Tindakan dalam siklus I
adalah:
a.
Satu atau dua hari sebelum proses belajar dan mengajar
berlangsung memberi tugas kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi
tentang sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
b.
Guru menampilkan media pembelajaran mengenai materi
tentang sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
c.
Siswa diberi tugas untuk mengemukakan gagasan atau ide
dari informasi yang terdapat pada media pembelajaran tersebut bersama
kelompoknya.
d.
Siswa mencoba mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya mengenai masalah yang di bahas dari poster tersebut tentang materi
sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi dan siswa yang
lain dapat memberi tanggapan dari hasil presentasi yag telah disampaikan oleh
temannya tadi.
3)
Observasi
Observasi dilaksanakan bersama dengan
pelaksanaan tindakan. Aspek-aspek yang diamati adalah perilaku siswa dan guru
selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi.
4)
Analisis dan Refleksi
Hasil yang didapat dalam tahap
observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi
kegiatan yang telah dilakukan. Untuk memperkuat hasil refleksi kegiatan yang
telah dilakukan digunakan data yang berasal dari data observasi. Hasil analisis
data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan
merencanakan siklus berikutnya.
b. Siklus II
Berdasarkan hasil
refleksi tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, dilakukan perbaikan
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II
disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai. Hasil yang dicapai pada siklus
ini dikumpulkan serta dianalisis untuk menetapkan suatu kesimpulan.
E.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen nontes
dan instrumen tes.
1. Nontes, Instrumen yang diigunakan untuk
mengumpulkan data kualitatif adalah sebagai berikut:
a) Lembar observasi
b) Dokumentasi
2. Tes
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat
pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan
sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu (Poerwanti,dkk, 2008:1-5).
F.
Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen tes.
1.
Nontes
Instrumen nontes yang digunakan untuk
mengumpulkan data kualitatif dengan menggunakan lembar observasi dalam
mengamati kreativitas siswa dan aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung dengan menerapkan metode Quantum Learning.
2.
Tes
Instrumen tes digunakan untuk
mengetahui data tentang hasil belajar siswa dalam konsep IPS. Bentuk instrumen tes ini berupa soal pilihan ganda dengan
4 pilihan jawaban (option) yang
berjumlah 20 soal pada siklus II. Alat evaluasi (tes) ini terlebih dahulu di
ujicobakan untuk menentukan tingkat kesukarannya.
G. Teknik
Analis Data
Adapun analisis yang digunakan adalah kuantitatif, dimana data yang telah
diperoleh dari lapangan berupa data kuantitatif yang dianalisis dengan
menggunakan persamaan korelasi sederhana, kemudian digambarkan atau
didekskripsikan sejauh mana penerapan metode Quantum Learning berkaitan secara signifikan
terhadap pemahaman siswa tentang materi sumber daya alam serta pemamfaatannya
untuk kegiatan ekonomi.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu
sebagai berikut:
1.
Penilaian Rata-rata
Peneliti menjumlahkan nilai yang
diperoleh siswa kemudian dibagi dengan jumlah siswa kelas tersebut sehingga
diperoleh nilai rata-rata.
|
dengan
:
X
= nilai rata-rata
∑X
= jumlah semua nilai siswa
∑N
= jumlah siswa.
2.
Penilaian untuk ketuntasan belajar
|
Hasil tes dianalisis kuantitatif dikategorikan dalam lima kategori
standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2006: 19)
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Teknik Kategorisasi
Standar berdasarkan Ketetapan Departemen Pendidikan Nasional
Skor
|
Kategori
|
0 – 43
|
Sangat Rendah
|
35 - 54
|
Rendah
|
55 - 64
|
Sedang
|
65 - 84
|
Tinggi
|
85 - 100
|
Sangat Tinggi
|
H.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengukur
aktivitas siswa dan hasil belajar siswa melalui hasil tes pada setiap akhir
siklus dalam pembelajaran Quantum
Learning mengalami peningkatan yang nyata sehingga dapat dikategorikan
baik. Dengan hasil belajar siswa mencapai minimal 70 ke atas dan
secara klasikal ketuntasan belajar siswa mencapai minimal 85%.
I.
Jadwal
Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Ket
|
|||||||||
1.
|
Survey
awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Penyusunan
proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Perijinan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Pelaksanaan
penelitian pengamatan awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Siklus
I
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Siklus
II
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Penulisan
Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Ujian
dan Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Penjilidan
dan penggandaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|