Sabtu, 09 Juni 2012

Etos Kerja Dalam Islam


Tugas individu
Dosen : Drs. Syamsuriadi
Etos Kerja Dalam Islam
           



Univ.Muhammadiyah Mks.jpg

Oleh :
KADDING
K: 1540 5922 11
KELAS : I

PROGRAM PENGAKUAN PENGALAMAN KERJA DAN HASIL BELAJAR (PPKHB)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Masalah Wasiat, Hibah, dan Wakaf” dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah keharibaan junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik moril maupun materiil.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.



Masamba, 17 September 2011

Penulis
i








i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar.................................................................................................................        i
Daftar Isi..........................................................................................................................        ii
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................................       1
I.       Latar Belakang Masalah..............................................................................         1
II.    Rumusan Masalah.......................................................................................         2
III. Tujuan Penulisan.........................................................................................         2
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................................................                  3
1.      Pengertian Etos Kerja………………………………..................................       3
2.      Tinjauan Tentang Teori Kependidikan……………………………………         3
3.      Etos Kerja Dan Pendidikan...........………………………………………..        6
4.      Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam…………………..          9
5.      Etos Kerja dalam Perspektif Islam………………………………………..         9
BAB III: PENUTUP........................................................................................................          12
I.       Kesimpulan..................................................................................................       12
II.    Saran...........................................................................................................        12
Daftar Pustaka. 











ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.        Latar Belakang
      Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan sebagai petunjuk ke jalan yang benar bagi umatnya untuk mencapai tujuan utamanya yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari kedua sumber pokok tersebut umat Islam mendapatkan petunjuk dan arahan tentang berbagai hal, termasuk masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Allah Swt dalam firmanNya melalui al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk selalu meningkatkan kualitas diri dan keilmuannya. Allah Swt juga berfirman tentang keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang tidak berilmu.   Beberapa ayat al-Qur’an menyebutkan hal ini, misalnya
Surat Thoha 114:
Artinya: “ Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
Surat Az-Zumar ayat 9
Artinya:  (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Mujadalah 11
Artinya: “ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
      Dari beberapa ayat tersebut, kita bisa memahami bahwa orang yang berilmu punya posisi yang berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Ayat-ayat tersebut juga
                                                                                                                                       1
merupakan pendorong bagi umat Islam untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas keilmuannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas keilmuan adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang baik dan berkualitas akan membawa kebaikan pada bidang yang lain. Dengan pendidikan yang baik dan tingkat keilmuan yang cukup, akan mengarahkan seseorang untuk cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri.
      Dengan pendidikan yang baik, diharapkan umat Islam  bisa meningkatkan dan mengembangkan  potensi yang diberikan oleh Allah kepada kita dengan optimal.  Makalah ini akan membahas tentang etos kerja dan peningkatan kualitas diri melalui pendidikan.

II.       Rumusan Masalah
1.      Memahami apa yang dimaksud dengan etos kerja
2.      Mengidentifikasi problematika etos kerja
3.      Menerapkan etos kerja dalam diri seseorang

III.    Tujuan Masalah
1.      Memahami apa yang dimaksud dengan etos kerja
2.      Mampu mengidentifikasi problematika etos kerja dalam bidang pendidikan
3.      Mampu menerapkan etos kerja dalam kehidupan masyarakat













2
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Etos Kerja
     Istilah etos kerja terdiri dari dua kata yaitu etos dan kerja. Kata “etos” berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti sikap, kepribadian, karakter, watak, keyakinan atas sesuatu. Sedangkan kata “kerja” berarti usaha untuk melalukan sesuatu dengan perencanaan dan tanggung jawab. Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya menyelaraskan kehidupan duniawi dan akhirat, keduanya tidak dapat terpisahkan. Dalam islam kerja sesungguhnya bentuk implemantasi dari penciptaannya di bumi, sebagai khalifah fil ardhi, manusia dalam wujud fisiknya di perintahkan untuk memakmurkan bumi dan alam semesta.
Yang dimaksud etos kerja adalah nilai yang melandasi norma-norma tentang kerja. Etos berarti watak dasar suatu masyarakat, sedangkan perwujudan luarnya adalah struktur dan norma sosial. Dalam masyarakat yang memiliki penghargaan tinggi terhadap kerja, orang yang menganggur biasanya mempunyai status sosial rendah atau dianggap rendah. Dalam masyarakat seperti ini, semangat dan produktivitas kerja warga masyarakat biasanya tinggi, misalnya yang tampak pada masyarakat Jepang.

2.      Tinjauan Tentang Teori Kependidikan
2.1  Teori Kependidikan secara umum
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang  dewasa pada orang lain agar ia menjadi dewasa. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Sampai saat ini pengertian pendidikan  selalu mengalami perkembangan meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli, di antaranya yaitu:
a.   Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
                                                                                                                           3
diberikan kepada anak tertuju kepada kedewasaan anak. Pengaruh ini datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
b.   Ki Hajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya; pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
c.   Menurut UU Nomor 2 tahun 1989  
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Meskipun secara redaksional pendapat-pendapat tersebut berbeda, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur atau faktor, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan, atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.
Dari beberapa teori tentang pendidikan tersebut di atas,  bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
a.   Mengarahkan anak menjadi manusia dewasa (Langeveld, terj. 1971)
b.   Tercapainya keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Dewantara)
c.   Menyiapkan peserta didik agar mampu berperan di masa yang akan datang (UU)
2.2 Etos kerja dalam Islam dan teori Kependidikan
Dalam al-Qur’an dan al-hadits, konsep etos kerja dalam Islam mempunyai tiga komponen penting yaitu ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.
Secara terminologi beberapa ahli pernah mengajukan rumusan tentang konsep pendidikan Islam. Dalam buku Crisis in Muslim Education, Syed Sajjad Husein dan Syed Ali As-Raff menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan begitu rupa, sehingga dalam sikap
4
hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.
Akan tetapi mayoritas para ahli dan pemikir pendidikan lebih setuju mengembangkan konsep pendidikan Islam dari istilah tarbiyah dibanding ta’lim dan ta’dib dengan argumen bahwa cakupan istilah tarbiyah lebih luas, bahkan ta’lim dan ta’dib implisit didalamnya.
Berikut ini adalah penjelasan tentang tiga komponen tersebut:
a.       Ta’lim
Istilah ta’lim adalah kata dasar (masdar) dari kata kerja ‘allama   yang berarti mengajar atau mendidik. Penggunaan istilah ta’lim tersebut untuk menyatakan pendidikan dalam Islam. Hal ini  didasarkan pada penggunaan kata kerja ‘allama dalam beberapa surat dalam al-Qur’an, antara lain dalam  surat al-Alaq ayat 1-5, surat ar-Rahman ayat 13,
Surat al-Baqarah ayat 31.
Artinya : 1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.  Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Tinjauan historis menunjukkan bahwa istilah mu’allim berarti orang yang melaksanakan kerja ta’lim, yaitu sebagai pendidik, pengajar, atau guru telah dikenal sejak awal pertumbuhan dan perkembangan pendidikan.
Istilah ta’lim memberi pengertian sebagai proses memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung jawab dan pemahaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah) dari segala kotoran dan menjadikan dirinya dalam kondisi siap untuk menerima hikmah serta mempelajari segala sesuatu yang belum diketahui dan berguna baginya.
b.   Tarbiyah
Istilah tarbiyah merupakan bentuk dasar dari kata kerja rabba yang berasal dari kata rabba – yarbuu dengan pengertian dasar “tumbuh dan berkembang”. Istilah ini baru diperkenalkan sejak timbulnya usaha-usaha pembaharuan atau
5

modernisasi pendidikan Islam pada awal abad 20. Penggunaan kata tarbiyah
untuk pendidikan Islam atas dasar pemikiran bahwa kata tersebut mempunyai pengertian yang sama dengan kata rabb yang merupakan salah satu dari nama Allah yang utama. Penggunaan istilah ini didasarkan pada beberapa ayat al-Qur’an, musalnya
Surat al-Isra’ ayat 24;
Artinya:  “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Kata rabba dalam ayat tersebut mengandung pengertian pendidikan (dalam arti pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan) dari orang tua kepada anak.

c.   Ta’dib
Ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata kerja addaba yang berarti mendidik, melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan. Tetapi para ahli yang kurang menyukai penggunaan istilah ta’dib mengatakan bahwa kata adab tidak memiliki makna konsisten. Ia bisa bermakna sangat luas, menyangkut ilmu dan kebudayaan seperti pada masa awal Islam, juga bisa  bermakna sangat sempit yang hanya terbatas pada syair dan seluk beluknya pada masa bani Abbassiyah.
Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa etos kerja dalam Islam pendidikan mempunyai berbagai pengertian, yaitu:
a.  Proses memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung jawab untuk mempelajari segala sesuatu yang berguna dan belum diketahui.
b. Pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan dari orang tua kepada anak.
c. Mendidik, melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan.

3.      Etos Kerja Dan Pendidikan
Pada bagian awal tulisan ini, telah disampaikan pengertian tentang etos kerja dan beberapa teori kependidikan. Telah kita ketahui bahwa semangat dan produktivitas kerja warga masyarakat dipengaruhi oleh etos kerjanya. Etos kerja yang tinggi akan menghasilkan semangat dan produktivitas yang tinggi. Nabi Muhammad Saw dalam
beberapa haditsnya selalu menyampaikan agar umatnya senantiasa bekerja keras dan
6
semangat dalam menambah berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Dari berbagai hadits yang telah yang ada, diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk:
a)      Bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
b)      Mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, karena orang berilmu lebih utama daripada orang yang tidak berilmu.
c)      Mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
Berikut ini akan diuraikan masing-masing dari hal tersebut:
a.       Bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, tentu seseorang harus bekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan biasanya dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki. Untuk itu setiap orang harus berupaya untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan sesuai dengan minat dan bakatnya. Apabila itu sudah diperoleh, langkah berikutnya adalah melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dengan sungguh-sungguh dan bersemangat. Dengan etos kerja yang tinggi, didasari oleh pendidikan dan ketrampilan  yang cukup serta kesungguhan dalam bekerja, kemungkinan besar orang akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Namun perlu pula diingat bahwa dalam bekerja ada norma-norma agama yang harus diikuti, antara lain halal dan thayib; seperti yang firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 88,  
Artinya: ”  Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah      Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Karena kita diperintahkan untuk makan makanan yang halal dan thayib dari segala sesuatu yang Allah karuniakan kepada kita, maka dalam mencari dan mendapatkan rizki Allah juga harus dengan cara yang halal dan thayib.

b.      Mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri.
Untuk meningkatkan kualitas diri salah satu caranya adalah dengan belajar atau menuntut ilmu, yang itu bisa diperoleh    melalui pendidikan. Keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi antara lain oleh motivasi/dorongan untuk belajar yang kuat. Motivasi adalah suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik
7
disadari atau tidak disadari. Sukmadinata (2004) menyebutkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru  untuk meningkatkan motivasi belajar muridnya, antara lain yaitu:
·         Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. Motivasi belajar murid akan tumbuh bila ia betul-betul mengerti dan merasakan bahwa apa yang dia pelajari jelas manfaat dan tujuannya.
·         Memilih materi atau bahan pelajaran yang dibutuhkan murid, serta cara penyajiannya yang bervariasi. Hal ini akan menarik minat murid, dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.
·         Memberikan kesempatan pada murid untuk sukses. Tugas, latihan, pertanyaan, dan sebagainya hendaklah yang kira-kira bisa dikerjakan oleh semua murid. Kesuksesan yang dicapai oleh murid akan mampu membangkitkan motivasi murid untuk terus meningkatkan kemampuannya.
·         Memberikan penghargaan, pujian dan ganjaran untuk keberhasilan murid. Hal ini akan membuat murid senang dan bangga akan prestasinya. Rasa senang akan memotivasi murid untuk terus belajar.

c.       Mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
Ketrampilan sangat berguna bagi semua orang. Memiliki ketrampilan tertentu akan membantu seseorang dalam kehidupannya. Untuk memperoleh ketrampilan yang diinginkan, guru hendaknya memberikan kesempatan yang luas pada muridnya untuk mempraktikkan ketrampilan yang sedang dipelajari. Pendidikan hendaknya tidak memisahkan antara teori dan praktik, karena akan menjadikannya tidak efektif. Belajar dengan menggunakan lebih dari satu indra akan lebih mudah  diingat dan difahami oleh murid. Hal ini sebagaimana slogan sepatu Nike yang menyatakan : “Praktekkan saja! Anda belajar berbicara dengan berbicara. Anda belajar berjalan dengan berjalan. Anda belajar bermain golf dengan bermain golf. Anda belajar mengetik dengan mengetik. Anda belajar paling baik dengan mempraktikkannya”.



8
4.      Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga
dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT.
Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain;
1.      Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2.      Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa sikap adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri.

5.      Etos Kerja dalam Perspektif Islam
Bekerja merupakan ibadah dan harga diri sebagai Manusia
Alangkah mulianya ajaran dalam Islam tentang etos kerja, ajaran etos kerja juga telah di contohkan Rasulullah. Ketika masa remaja Rasulullah merupakan seorang pedagang yang ulet, beliau berdagang jauh sampai ke Syam (Suriah sekarang). Berkat kerja keras itu usaha dagang Rasulullah berkembang. Bahkan ketika resmi di angkat
                                                                                                                                       
                                                                                                                                        9
sebagai Rasul dan pemimpin umat semangat kerja Nabi Muhammad tidaklah kendor, urusan dunia dari pemerintahan, ekonomi sampai membuat benteng untuk strategi militer tetap dikerjakan.
Jauh sebelum periode kenabian Muhammad para Rasul juga di ajarkan untuk memelihara etos kerjanya, Nabi Nuh pandai membuat Kapal, Nabi Musa seorang pengembala, Nabi Sulaiman seorang insiyur yang hebat, Nabi Yusuf seorang akuntan, Nabi Zakaria seorang tukang kayu, Nabi Isa seorang tabib yang mumpuni dll (lebih lengkap silahkan lihat tulisan saya sebelumnya tentang etos kerja Nabi Allah). Padahal kalau Allah berkehendak para Nabi yang membawa misi untuk menyeru menyembah hanya satu Tuhan bisa hidup dengan parlente, hidup bergelimang kemewahan.  Di sini Allah memberikan hikah kepada manusia, Nabi (utusan Allah) tidak hanya menyeru manusia menyembah Satu Tuhan tapi juga menyeru manusia untuk memakmurkan alamnya.
Etos kerja tidak bisa dilepaskan dari bekerja profesional diawali dengan Bismilllah dengan niat karena Allah (innamal amalu binniyat). Dalam konsep sederhana manajemen modern Etos Kerja harus sesuai dengan prinsip-prinsip Manajemen yaitu planning, organizing, staffing, directing dan controling. Dalam Islam di kenal dengan istilah ihsan, Menurut Nurcholis Madjid, ihsan berarti optimalisasi hasil kerja dengan jalan melakukan pekerjaan itu sebaik mungkin, bahkan sesempurna mungkin. “Dan carilah apa yang dianugerahkan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dunia, dan berbuat ihsanlah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu , dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (28:77).
Seringkali umat Islam terjebak dengan istilah Tawakkal dan Qanaah. Tawakkal di artikan menyerahkan sepenuhnya urusan kepada Allah termasuk urusan perut dan rejeki, begitu pula Qanaah yang hanya di artikan sempit merasa ridha dan bersyukur dengan rejeki yang ada sekarang. Padahal konsep sejati dari Islam adalah mendahulukan konsep bekerja baru bertawakkal kepada sang pencipta. Dan qanaah tidak menjadikan muslim cepat berpuas dengan rejeki yang di beri, bukankah Allah itu maha kaya dan tidak membatasi kekayaaan kita sepanjang kekayaan yang di ridhai Allah.
                                                                                                                                      10


12949760721891711406

Calon jemaah haji yang memenuhi panggilan Allah
Setiap muslim harusnya bersyukur, karena agama ini mendorong kita untuk memiliki etos kerja. Kehidupan dunia mesti diseimbangkan dengan penanaman modal akherat (PMA), “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(QS:62:9). Ayat ini jelas memerintahkan kita mencari modal untuk akherat (perintah shalat jumat) lalu kemudian jangan melupakan tugas yang lain, untuk kehidupan dunia, ada diri sendiri untuk di hidupi, anak, istri, keluarga dan kerabat dll.
Belum lagi dalam rukun islam ada perintah zakat dan ibadah haji yang hanya bisa di lakukan bila harta mencukupi. Tentunya harta di dapatkan dengan kerja, lagi-lagi tersirat kita di ajarkan untuk mencari harta dunia. Jadi salah besar pandangan yang menilai islam dan umatnya hanya untuk orang-orang malas dan melarat.
Dalam daftar rillis tahunan majalah Forbes tentang orang kaya dunia, dalam peringkat 100 besar oarng kaya dunia sangat jarang kita jumpai muslimin masuk dalam rangking tersebut, seingat saya hanya ada Prince Alwaleed Bin Talal Alsaud (Saudi Arabia) dan Azim Hasham Premij (India). Padahal banyak ayat dalam Quran yang memotivasi kerja kita “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”(QS:67:15)
Dalam 10 tahun terakhir muncul fenomena orang kaya dari timur tengah, mereka banyak membeli aset dan menjadi pemilik sejumlah perusahaan di benua Eropa. Tidak itu saja kebangkitan ekonomi Islam juga kemudian memoderenisasi negeri-negeri Islam di Jazirah Arab dan kawasan Asia lainnya. Semoga Etos kerja ini bisa menjadikan kaum muslimin bisa mandiri.

11
BAB III
PENUTUP

I.       Kesimpulan
·         Etos kerja sangat berpengaruh pada keberhasilan seseorang. Demikian juga kesuksesan dalam pendidikan. Dengan etos kerja yang tinggi diharapkan seseorang menjadi cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung  jawab, terutama pada dirinya sendiri.
·         Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya agar bekerja dan berkarya dengan kemampuan sendiri  untuk mencukupi kebutuhan hidup, mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, dan mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
·         Untuk melaksanakan anjuran Nabi tersebut ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:
a.       Dalam bekerja dan berkarya, selain diperlukan pendidikan yang cukup dan semangat yang tinggi, juga harus dengan cara yang halal dan thayib, sesuai dengan ajaran Islam.
b.      Selalu menumbuhkan motivasi dan semangat untuk meningkatkan keilmuan dengan berbagai cara.
c.       Untuk mempelajari ketrampilan, akan lebih berhasil bila kesempatan untuk mempraktikkannya diberikan dengan luas.

II.    Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan-rekan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.






 12
DAFTAR PUSTAKA

Al-quran al-Karim. 
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Shidiqi,  M. Hasybi, Tafsir al-Bayan, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1971
Anis, Ibrahim, dkk, Al-Mu’jam al-Wasit, Majma’ al-Lughoh al-Arabiyah, al-Maktabah al- Islamiyah, 1972
Al-Mu’jam al-Kabir li al-Tabrani,Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette, Revolusi Cara Belajar, terjemah, Kaifa, Bandung, 2002
Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Cipta Adi Pustaka, 1989
Husein, Syed Sajjad dan Asraff, Syed Ali, Crisis in Muslim Education, (King Abdul Aziz University Jeddah, 1979)
Jalal, Abdul Fatih, Min Usu>l al-Tarbiyah fi al-Islam ,Dar al-Kutub al-Misriyah, Kairo 1977
Langeveld, (terj), Paedagogik Teoritis / Sistematis, FIP-IKIP Jakarta, 1971
Langgulung, Hasan, Azas-azas Pendidikan Islam,  Pustaka Al-Husna,  Jakarta, 1987
Murshy, Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyah, Alam al-Kutub, Kairo 1977
Maksum, Madrasah Sejarah dan Pengembangannya, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999
Makmun, Abin Syamsudin, Psikologi Kependidikan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung,   2003
N, Sudirman, dkk., Ilmu Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1992
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta, 1985
Syalabi , A., Sejarah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta,1973
Sukmadinata,  Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Belajar, PT. Remaja Rosda Karya,   Bandung, 2004
Nawawi, Al-Imam al-. (t.th.). Shahih Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr: A1-Mathba'at alMishriyat.
Quthb, Sayyid. (1386/1967). Fi Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-lhya' al-Turas al-'Arabi.
Raharjo, M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
13
Ridha, Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir al-Manar). Mishr: Makatabat al-Qahirat.
Salim, Abd. Muin. (1994). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Shihab, H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.

















14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar