Tugas individu
Dosen : Drs. Syamsuriadi
Dosen : Drs. Syamsuriadi
Oleh
:
KADDING
K: 1540 5922 11
KELAS : I
PROGRAM PENGAKUAN PENGALAMAN KERJA
DAN HASIL BELAJAR (PPKHB)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Syukur Alhamdulillah kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Masalah Wasiat,
Hibah, dan Wakaf” dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah keharibaan
junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik moril maupun materiil.
Kami menyadari makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, karena tak ada gading yang tak retak. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna
dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Masamba, 17 September 2011
Penulis
i
|
i
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
Kata
Pengantar................................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
BAB I:
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
I.
Latar Belakang
Masalah.............................................................................. 1
II.
Rumusan
Masalah....................................................................................... 2
III. Tujuan Penulisan......................................................................................... 2
BAB II:
PEMBAHASAN............................................................................................... 3
1. Pengertian Etos Kerja……………………………….................................. 3
2.
Tinjauan
Tentang Teori Kependidikan…………………………………… 3
3. Etos Kerja Dan Pendidikan...........……………………………………….. 6
4.
Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam…………………..
9
5.
Etos Kerja dalam Perspektif Islam……………………………………….. 9
BAB III: PENUTUP........................................................................................................ 12
I.
Kesimpulan.................................................................................................. 12
II.
Saran........................................................................................................... 12
Daftar Pustaka.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Al-Qur’an dan
al-Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan sebagai petunjuk ke jalan
yang benar bagi umatnya untuk mencapai tujuan utamanya yaitu kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Dari kedua sumber pokok tersebut umat Islam mendapatkan
petunjuk dan arahan tentang berbagai hal, termasuk masalah yang berhubungan
dengan pendidikan. Allah Swt dalam firmanNya melalui al-Qur’an memerintahkan
umat Islam untuk selalu meningkatkan kualitas diri dan keilmuannya. Allah Swt
juga berfirman tentang keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang
tidak berilmu. Beberapa ayat al-Qur’an menyebutkan hal ini,
misalnya
Surat Thoha
114:
Artinya: “ Maka Maha Tinggi Allah raja yang
sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah
kepadaku ilmu pengetahuan.”
Surat Az-Zumar ayat 9
Artinya: (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
Mujadalah 11
Artinya: “ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari beberapa ayat
tersebut, kita bisa memahami bahwa orang yang berilmu punya posisi yang berbeda
dengan orang yang tidak berilmu. Ayat-ayat tersebut juga
1
1
merupakan
pendorong bagi umat Islam untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas
keilmuannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas keilmuan adalah
melalui pendidikan. Pendidikan yang baik dan berkualitas akan membawa kebaikan
pada bidang yang lain. Dengan pendidikan yang baik dan tingkat keilmuan yang
cukup, akan mengarahkan seseorang untuk cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung
jawab, terutama pada dirinya sendiri.
Dengan pendidikan yang baik, diharapkan umat Islam bisa meningkatkan dan
mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah kepada kita dengan
optimal. Makalah ini akan membahas tentang etos kerja dan
peningkatan kualitas diri melalui pendidikan.
II. Rumusan Masalah
1.
Memahami apa yang dimaksud dengan etos
kerja
2.
Mengidentifikasi problematika etos
kerja
3.
Menerapkan etos kerja dalam diri
seseorang
III. Tujuan Masalah
1.
Memahami apa yang dimaksud dengan etos
kerja
2.
Mampu mengidentifikasi problematika
etos kerja dalam bidang pendidikan
3.
Mampu menerapkan etos kerja dalam
kehidupan masyarakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Etos
Kerja
Istilah etos kerja terdiri dari dua
kata yaitu etos dan kerja. Kata “etos” berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang
berarti sikap, kepribadian, karakter, watak, keyakinan atas sesuatu. Sedangkan
kata “kerja” berarti usaha untuk melalukan sesuatu dengan perencanaan dan
tanggung jawab. Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya menyelaraskan
kehidupan duniawi dan akhirat, keduanya tidak dapat terpisahkan. Dalam islam
kerja sesungguhnya bentuk implemantasi dari penciptaannya di bumi, sebagai khalifah
fil ardhi, manusia dalam wujud fisiknya di perintahkan untuk memakmurkan
bumi dan alam semesta.
Yang dimaksud
etos kerja adalah nilai yang melandasi norma-norma tentang kerja. Etos berarti
watak dasar suatu masyarakat, sedangkan perwujudan luarnya adalah struktur dan
norma sosial. Dalam masyarakat yang memiliki penghargaan tinggi terhadap kerja,
orang yang menganggur biasanya mempunyai status sosial rendah atau dianggap
rendah. Dalam masyarakat seperti ini, semangat dan produktivitas kerja warga
masyarakat biasanya tinggi, misalnya yang tampak pada masyarakat Jepang.
2. Tinjauan
Tentang Teori Kependidikan
2.1 Teori
Kependidikan secara umum
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai
usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah
pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan
dengan sengaja oleh orang dewasa pada orang lain agar ia menjadi dewasa.
Pendidikan juga diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau
kelompok agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang
lebih tinggi dalam arti mental.
Sampai saat ini pengertian pendidikan selalu
mengalami perkembangan meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli,
di antaranya yaitu:
a. Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan
dan bantuan yang
3
3
diberikan
kepada anak tertuju kepada kedewasaan anak. Pengaruh ini datangnya dari orang
dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran
hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum
dewasa.
b. Ki
Hajar Dewantara
Pendidikan
yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya; pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
c. Menurut
UU Nomor 2 tahun 1989
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Meskipun secara redaksional pendapat-pendapat tersebut
berbeda, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur atau faktor, yaitu bahwa
pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan,
atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur seperti pendidik, anak didik,
tujuan dan sebagainya.
Dari beberapa teori tentang pendidikan tersebut di
atas, bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan mempunyai beberapa tujuan,
antara lain:
a. Mengarahkan
anak menjadi manusia dewasa (Langeveld, terj. 1971)
b. Tercapainya
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Dewantara)
c. Menyiapkan peserta didik agar mampu
berperan di masa yang akan datang (UU)
2.2 Etos kerja
dalam Islam dan teori Kependidikan
Dalam al-Qur’an dan al-hadits, konsep etos kerja dalam
Islam mempunyai tiga komponen penting yaitu ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.
Secara terminologi beberapa ahli pernah mengajukan
rumusan tentang konsep pendidikan Islam. Dalam buku Crisis in Muslim
Education, Syed Sajjad Husein dan Syed Ali As-Raff menjelaskan bahwa
pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan
begitu rupa, sehingga dalam sikap
4
hidup,
tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.
Akan tetapi mayoritas para ahli dan pemikir pendidikan
lebih setuju mengembangkan konsep pendidikan Islam dari istilah tarbiyah dibanding
ta’lim dan ta’dib dengan argumen bahwa cakupan istilah tarbiyah
lebih luas, bahkan ta’lim dan ta’dib implisit didalamnya.
Berikut ini adalah penjelasan tentang tiga komponen
tersebut:
a. Ta’lim
Istilah ta’lim
adalah kata dasar (masdar) dari kata kerja ‘allama yang
berarti mengajar atau mendidik. Penggunaan istilah ta’lim tersebut untuk
menyatakan pendidikan dalam Islam. Hal ini didasarkan pada penggunaan
kata kerja ‘allama dalam beberapa surat dalam al-Qur’an, antara lain
dalam surat al-Alaq ayat 1-5, surat ar-Rahman ayat 13,
Surat al-Baqarah ayat 31.
Artinya : 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan,
2. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Tinjauan historis menunjukkan bahwa istilah mu’allim
berarti orang yang melaksanakan kerja ta’lim, yaitu sebagai pendidik, pengajar,
atau guru telah dikenal sejak awal pertumbuhan dan perkembangan pendidikan.
Istilah ta’lim memberi pengertian sebagai proses
memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung jawab dan pemahaman amanah
sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah) dari segala kotoran dan menjadikan
dirinya dalam kondisi siap untuk menerima hikmah serta mempelajari segala
sesuatu yang belum diketahui dan berguna baginya.
b. Tarbiyah
Istilah tarbiyah merupakan bentuk dasar dari kata kerja rabba
yang berasal dari kata rabba – yarbuu dengan pengertian dasar
“tumbuh dan berkembang”. Istilah ini baru diperkenalkan sejak timbulnya
usaha-usaha pembaharuan atau
5
modernisasi
pendidikan Islam pada awal abad 20. Penggunaan kata tarbiyah
untuk
pendidikan Islam atas dasar pemikiran bahwa kata tersebut mempunyai pengertian
yang sama dengan kata rabb yang merupakan salah satu dari nama Allah
yang utama. Penggunaan istilah ini didasarkan pada beberapa ayat al-Qur’an,
musalnya
Surat al-Isra’ ayat 24;
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Kata rabba dalam ayat tersebut mengandung pengertian
pendidikan (dalam arti pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan) dari orang tua
kepada anak.
c. Ta’dib
Ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata kerja addaba
yang berarti mendidik, melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan. Tetapi
para ahli yang kurang menyukai penggunaan istilah ta’dib mengatakan bahwa kata
adab tidak memiliki makna konsisten. Ia bisa bermakna sangat luas, menyangkut
ilmu dan kebudayaan seperti pada masa awal Islam, juga bisa bermakna
sangat sempit yang hanya terbatas pada syair dan seluk beluknya pada masa bani
Abbassiyah.
Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
etos kerja dalam Islam pendidikan mempunyai berbagai pengertian, yaitu:
a. Proses memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung
jawab untuk mempelajari segala sesuatu yang berguna dan belum diketahui.
b. Pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan dari orang
tua kepada anak.
c. Mendidik,
melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan.
3. Etos Kerja Dan
Pendidikan
Pada bagian awal tulisan ini, telah disampaikan
pengertian tentang etos kerja dan beberapa teori kependidikan. Telah kita
ketahui bahwa semangat dan produktivitas kerja warga masyarakat dipengaruhi
oleh etos kerjanya. Etos kerja yang tinggi akan menghasilkan semangat dan
produktivitas yang tinggi. Nabi Muhammad Saw dalam
beberapa
haditsnya selalu menyampaikan agar umatnya senantiasa bekerja keras dan
6
semangat dalam
menambah berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Dari berbagai hadits yang telah yang ada, diketahui bahwa
Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk:
a) Bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidup.
b) Mencari
ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, karena orang berilmu lebih utama
daripada orang yang tidak berilmu.
c) Mengajarkan
ketrampilan pada anak-anak.
Berikut ini akan diuraikan
masing-masing dari hal tersebut:
a. Bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidup.
Untuk mencukupi
kebutuhan hidup, tentu seseorang harus bekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan
biasanya dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki. Untuk itu setiap orang
harus berupaya untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan sesuai dengan minat
dan bakatnya. Apabila itu sudah diperoleh, langkah berikutnya adalah
melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dengan sungguh-sungguh dan
bersemangat. Dengan etos kerja yang tinggi, didasari oleh pendidikan dan
ketrampilan yang cukup serta kesungguhan dalam bekerja, kemungkinan besar
orang akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Namun perlu pula diingat bahwa dalam
bekerja ada norma-norma agama yang harus diikuti, antara lain halal dan thayib;
seperti yang firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 88,
Artinya: ” Dan makanlah makanan yang halal
lagi baik dari apa yang Allah Telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Karena kita diperintahkan untuk makan makanan
yang halal dan thayib dari segala sesuatu yang Allah karuniakan kepada kita,
maka dalam mencari dan mendapatkan rizki Allah juga harus dengan cara yang
halal dan thayib.
b. Mencari
ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri.
Untuk
meningkatkan kualitas diri salah satu caranya adalah dengan belajar atau
menuntut ilmu, yang itu bisa diperoleh melalui pendidikan.
Keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi antara lain oleh
motivasi/dorongan untuk belajar yang kuat. Motivasi adalah suatu keadaan yang
kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan
tertentu, baik
7
disadari atau tidak disadari.
Sukmadinata (2004) menyebutkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh
guru untuk meningkatkan motivasi belajar muridnya, antara lain yaitu:
·
Menjelaskan manfaat dan tujuan dari
pelajaran yang diberikan. Motivasi belajar murid akan tumbuh bila ia
betul-betul mengerti dan merasakan bahwa apa yang dia pelajari jelas manfaat
dan tujuannya.
·
Memilih materi atau bahan pelajaran
yang dibutuhkan murid, serta cara penyajiannya yang bervariasi. Hal ini akan
menarik minat murid, dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.
·
Memberikan kesempatan pada murid untuk
sukses. Tugas, latihan, pertanyaan, dan sebagainya hendaklah yang kira-kira
bisa dikerjakan oleh semua murid. Kesuksesan yang dicapai oleh murid akan mampu
membangkitkan motivasi murid untuk terus meningkatkan kemampuannya.
·
Memberikan penghargaan, pujian dan
ganjaran untuk keberhasilan murid. Hal ini akan membuat murid senang dan bangga
akan prestasinya. Rasa senang akan memotivasi murid untuk terus belajar.
c. Mengajarkan
ketrampilan pada anak-anak.
Ketrampilan
sangat berguna bagi semua orang. Memiliki ketrampilan tertentu akan membantu
seseorang dalam kehidupannya. Untuk memperoleh ketrampilan yang diinginkan,
guru hendaknya memberikan kesempatan yang luas pada muridnya untuk
mempraktikkan ketrampilan yang sedang dipelajari. Pendidikan
hendaknya tidak memisahkan antara teori dan praktik, karena akan menjadikannya
tidak efektif. Belajar dengan menggunakan lebih dari satu indra akan lebih
mudah diingat dan difahami oleh murid. Hal ini sebagaimana slogan sepatu
Nike yang menyatakan : “Praktekkan saja! Anda belajar berbicara dengan
berbicara. Anda belajar berjalan dengan berjalan. Anda belajar bermain golf
dengan bermain golf. Anda belajar mengetik dengan mengetik. Anda belajar paling
baik dengan mempraktikkannya”.
8
4. Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan
Keadilan dalam Islam
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat
sikap-sikap positif juga
dimiliki.
Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi,
sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat
diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus
terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah
SWT di muka dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada
Allah SWT.
Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat meningkatkan etos
kerja antara lain;
1.
Mengatur
waktu dengan sebaik-baiknya.
2.
Bekerja
harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja
yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur;
Seseorang tidak mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai
etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena
orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat
bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan
tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis
memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap
adil. Makna adil yang diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum
melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus
ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa sikap adil di samping kepada Allah
SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri.
5. Etos Kerja dalam Perspektif Islam
Bekerja
merupakan ibadah dan harga diri sebagai Manusia
Alangkah mulianya ajaran dalam Islam tentang etos kerja,
ajaran etos kerja juga telah di contohkan Rasulullah. Ketika masa remaja
Rasulullah merupakan seorang pedagang yang ulet, beliau berdagang jauh sampai
ke Syam (Suriah sekarang). Berkat kerja keras itu usaha dagang Rasulullah
berkembang. Bahkan ketika resmi di angkat
9
9
sebagai Rasul dan pemimpin umat
semangat kerja Nabi Muhammad tidaklah kendor, urusan dunia dari pemerintahan,
ekonomi sampai membuat benteng untuk strategi militer tetap dikerjakan.
Jauh
sebelum periode kenabian Muhammad para Rasul juga di ajarkan untuk memelihara
etos kerjanya, Nabi Nuh pandai membuat Kapal, Nabi Musa seorang pengembala,
Nabi Sulaiman seorang insiyur yang hebat, Nabi Yusuf seorang akuntan, Nabi
Zakaria seorang tukang kayu, Nabi Isa seorang tabib yang mumpuni dll (lebih
lengkap silahkan lihat tulisan saya sebelumnya tentang etos kerja Nabi Allah).
Padahal kalau Allah berkehendak para Nabi yang membawa misi untuk menyeru
menyembah hanya satu Tuhan bisa hidup dengan parlente, hidup bergelimang
kemewahan. Di sini Allah memberikan hikah kepada manusia, Nabi (utusan
Allah) tidak hanya menyeru manusia menyembah Satu Tuhan tapi juga menyeru
manusia untuk memakmurkan alamnya.
Etos kerja
tidak bisa dilepaskan dari bekerja profesional diawali dengan Bismilllah dengan
niat karena Allah (innamal amalu binniyat). Dalam konsep sederhana
manajemen modern Etos Kerja harus sesuai dengan prinsip-prinsip Manajemen yaitu
planning, organizing, staffing, directing dan controling. Dalam Islam di
kenal dengan istilah ihsan, Menurut Nurcholis Madjid, ihsan berarti
optimalisasi hasil kerja dengan jalan melakukan pekerjaan itu sebaik mungkin,
bahkan sesempurna mungkin. “Dan carilah apa yang dianugerahkan kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dunia,
dan berbuat ihsanlah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat ihsan
kepadamu , dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (28:77).
Seringkali umat Islam terjebak dengan istilah Tawakkal dan
Qanaah. Tawakkal di artikan menyerahkan sepenuhnya urusan kepada Allah termasuk
urusan perut dan rejeki, begitu pula Qanaah yang hanya di artikan sempit merasa
ridha dan bersyukur dengan rejeki yang ada sekarang. Padahal konsep sejati dari
Islam adalah mendahulukan konsep bekerja baru bertawakkal kepada sang pencipta.
Dan qanaah tidak menjadikan muslim cepat berpuas dengan rejeki yang di beri,
bukankah Allah itu maha kaya dan tidak membatasi kekayaaan kita sepanjang
kekayaan yang di ridhai Allah.
10
10
Calon jemaah haji yang memenuhi panggilan Allah
Setiap muslim harusnya bersyukur,
karena agama ini mendorong kita untuk memiliki etos kerja. Kehidupan dunia
mesti diseimbangkan dengan penanaman modal akherat (PMA), “Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(QS:62:9). Ayat ini
jelas memerintahkan kita mencari modal untuk akherat (perintah shalat jumat)
lalu kemudian jangan melupakan tugas yang lain, untuk kehidupan dunia, ada diri
sendiri untuk di hidupi, anak, istri, keluarga dan kerabat dll.
Belum lagi dalam rukun islam ada
perintah zakat dan ibadah haji yang hanya bisa di lakukan bila harta mencukupi.
Tentunya harta di dapatkan dengan kerja, lagi-lagi tersirat kita di ajarkan
untuk mencari harta dunia. Jadi salah besar pandangan yang menilai islam dan
umatnya hanya untuk orang-orang malas dan melarat.
Dalam daftar rillis tahunan majalah
Forbes tentang orang kaya dunia, dalam peringkat 100 besar oarng kaya dunia
sangat jarang kita jumpai muslimin masuk dalam rangking tersebut, seingat saya
hanya ada Prince Alwaleed Bin Talal Alsaud (Saudi Arabia) dan Azim Hasham
Premij (India). Padahal banyak ayat dalam Quran yang memotivasi kerja kita “Dialah
Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan”(QS:67:15)
Dalam 10 tahun terakhir muncul
fenomena orang kaya dari timur tengah, mereka banyak membeli aset dan menjadi
pemilik sejumlah perusahaan di benua Eropa. Tidak itu saja kebangkitan ekonomi
Islam juga kemudian memoderenisasi negeri-negeri Islam di Jazirah Arab dan
kawasan Asia lainnya. Semoga Etos kerja ini bisa menjadikan kaum muslimin bisa
mandiri.
11
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
·
Etos kerja sangat berpengaruh pada
keberhasilan seseorang. Demikian juga kesuksesan dalam pendidikan. Dengan etos
kerja yang tinggi diharapkan seseorang menjadi cakap, kreatif, mandiri dan
bertanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri.
·
Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya
agar bekerja dan berkarya dengan kemampuan sendiri untuk mencukupi
kebutuhan hidup, mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, dan
mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
·
Untuk melaksanakan anjuran Nabi
tersebut ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:
a. Dalam bekerja
dan berkarya, selain diperlukan pendidikan yang cukup dan semangat yang tinggi,
juga harus dengan cara yang halal dan thayib, sesuai dengan ajaran Islam.
b. Selalu
menumbuhkan motivasi dan semangat untuk meningkatkan keilmuan dengan berbagai
cara.
c. Untuk
mempelajari ketrampilan, akan lebih berhasil bila kesempatan untuk
mempraktikkannya diberikan dengan luas.
II.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih
banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan
partisipasi rekan-rekan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-quran al-Karim.
Al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Baihaqi, Syu’ab
al-Iman, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Shidiqi,
M. Hasybi, Tafsir al-Bayan, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1971
Anis, Ibrahim,
dkk, Al-Mu’jam al-Wasit, Majma’ al-Lughoh al-Arabiyah, al-Maktabah al-
Islamiyah, 1972
Al-Mu’jam
al-Kabir li al-Tabrani,Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Tirmidzi, Sunan
al-Tirmidzi, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Dryden, Gordon dan Vos,
Jeanette, Revolusi Cara Belajar, terjemah, Kaifa, Bandung, 2002
Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Cipta Adi Pustaka, 1989
Husein, Syed Sajjad dan Asraff, Syed Ali, Crisis
in Muslim Education, (King Abdul Aziz University Jeddah, 1979)
Jalal, Abdul
Fatih, Min Usu>l al-Tarbiyah fi al-Islam ,Dar al-Kutub al-Misriyah,
Kairo 1977
Langeveld,
(terj), Paedagogik Teoritis / Sistematis, FIP-IKIP Jakarta, 1971
Langgulung,
Hasan, Azas-azas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna,
Jakarta, 1987
Murshy, Munir, al-Tarbiyah
al-Islamiyah, Alam al-Kutub, Kairo 1977
Maksum, Madrasah Sejarah dan
Pengembangannya, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999
Makmun, Abin
Syamsudin, Psikologi Kependidikan, PT. Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2003
N, Sudirman,
dkk., Ilmu Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1992
Suwarno, Pengantar
Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta, 1985
Syalabi , A., Sejarah
Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta,1973
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Belajar, PT. Remaja
Rosda Karya, Bandung, 2004
Nawawi, Al-Imam al-. (t.th.). Shahih
Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr: A1-Mathba'at alMishriyat.
Quthb, Sayyid. (1386/1967). Fi
Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-lhya' al-Turas al-'Arabi.
Raharjo, M. Dawam. (1999).
Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
13
Ridha, Muhammad Rasyid. (1379/1960).
Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir al-Manar). Mishr: Makatabat al-Qahirat.
Salim, Abd. Muin. (1994). Konsepsi
Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Shihab, H.M. Quraish. (1995).
Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar