Kamis, 03 Januari 2013

PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS BAGI MURID KELAS IV SDN 131 PINCEPUTE KEC.MALANGKE KABUPATEN LUWU UTARA



LOGO UNISMUH1.bmp
 











PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS






PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS BAGI MURID KELAS IV SDN 131 PINCEPUTE KEC.MALANGKE KABUPATEN LUWU UTARA






KADDING
NIM : K 10540 5922 11







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan “untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Sardjiyo, dkk. 2007: 1.20). Untuk mengembangkan fungsi tersebut pemerintah menyelanggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagai tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 butir (1) menjelaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dalam tercantum untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisien manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia seutuhnya melalui olah-hati, olah pikir, olah rasa, olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaruan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan kedalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar pendidikan. (Sardjiyo, dkk. 2007: 1.20).
Dalam ini dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencangkup:
1.    Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan;
2.    Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah;
3.    Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi;
4.    Kelender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Standar isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. (Sardjiyo, dkk. 2007: 1.20).
Tuntutan  pencapaian  kompetensi  bagi  peserta  didik  dalam pembelajaran merupakan amanah kurikulum yang harus dipenuhi oleh guru di kelas. Oleh karena  itu berbagai cara  telah dan  terus dilakukan dalam  rangka memperbaiki  proses  pembelajaran  yang  pada  gilirannya  akan meningkatkan pencapaian kompetensi bagi murid.
Tuntutan akan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di dunia global, selalu menghendaki adanya perubahan-perubahan yang menuju ke arah  perbaikan  kualitas  dan  kemampuan  daya  saing.  Salah  satu  hal mendasar  yang  sedang  dan  akan  terus  dilakukan  oleh  guru  adalah  upaya-upaya  pencapaian  kompetensi  bagi  peserta  didik  melalui  beberapa  metode dan  strategi pencapaian kompetensi melalui proses dan media pembelajaran yang efektif.
Upaya  tersebut  dapat  dilakukan  melalui  sekolah  dengan  jalan meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru kepada murid. Pelaksanaan  pembelajaran  sampai  sekarang  masih  berfokus  pada  guru sebagai  sumber  utama  pengetahuan,  kemudian  ceramah  menjadi  pilihan utama  sebagai  metode  pembelajaran.  Untuk  itu  diperlukan  sebuah  strategi belajar baru yang  lebih memberdayakan  murid. Sebuah  strategi belajar yang tidak mengharuskan murid menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong murid mengkontruksikan di benak para murid sendiri.
Menurut Joni, 1992/1993 (dalam Sri Anitah W,dkk. 2007: 1.23) pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara memandang pembelajaran terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan dan memiliki hubungan sistematis. Dengan menerapkan pendekatan sistem, guru hendaknya merancang dan melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan hubungan antarkomponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan murid aktif memangdang pembelajaran akan terjadi apabila murid aktif dalam pembelajaran, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang memungkinkan dapat dijadikan wahana bagi murid. Sedangkan Killen (dalam Sri Anitah W,dkk, 2007: 1.23) mengemukakan dua pendekatan utama dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada aktivitas guru (teacher-centered) dan pendekatan yang berpusat pada aktivitas murid (students-centered).
Bila guru telah mengambil keputusan tentang pendekatan yang akan diterapkan dalam pembelajaran, maka langkah selanjutnya adalah menentukan strategi yang akan digunakan. Menurut Joni (dalam dalam Sri Anitah W,dkk. 2007: 1.24) strategi adalah ilmu atau kiat di dalam memamfaatkan segala sumber yang dimiliki dan/atau yang dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan. Sedangkan menurut Kemp (dalam Rusman, 2011: 132) strategi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan murid agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Permasalahan yang umumnya dihadapi oleh guru adalah bagaimana mengemas proses pembelajaran agar dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi murid. Pembelajaran yang bermutu tentunya memberikan bekas yang sangat dalam bagi setiap murid dalam jangka waktu yang lama. Menurut teori pembelajaran konstruktivisme murid harus membangun sendiri pengetahuan dalam dirinya, oleh karena itu setiap murid harus diberikan kesempatan untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar murid menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru memberi tangga kepada murid ke pemahaman yang lebih tinggi namun murid sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
   Pada dasarnya setiap guru menginginkan proses pembelajaran yang dilaksanakannya meyenangkan dan berpusat pada murid. Murid antusias mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan atau memberikan pendapat, bersorak merayakan keberhasilan mereka, bertukar informasi dan saling memberikan semangat dan tujuan akhir dari semua proses itu adalah  penguasaan konsep serta prestasi belajar yang memuaskan.
Sikap kurang bergairah, kurang aktif, kelas kurang berpusat pada murid, dan kadang-kadang ada yang bermain-main sendiri di dalam kelas, merupakan masalah yang dihadapi SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara, khususnya untuk mata pelajaran IPS pada murid kelas IV. Dampak buruknya adalah penguasaan konsep dan kriteria ketuntasan minimal belajar mereka tidak mencapai standar kriteria ketuntasan minimal belajar yaitu ≤65%, sedangkan secara klasikal nilai rata-rata yang diperoleh murid 60 dari jumlah murid 19 orang. Oleh karena itu kondisi seperti ini tentunya perlu ditingkatkan secara efektif dan efisien.
Sebenarnya guru telah berusaha menciptakan pembelajaran agar murid lebih aktif, diantaranya: pengamatan objek langsung, diskusi kelompok mengerjakan LKS, menggunakan media yang ada di sekolah, dan mengunakan metode tanya-jawab. Namun hasilnya belum dapat meningkatkan motivasi dan prestasi secara maksimal.
Jika kondisi yang seperti ini tidak dicarikan alternatif pemecahan masalahnya, maka guru tetap sebagai sumber informasi satu-satunya di kelas, tidak ada tukar informasi, penguasaan konsep dan peningkatan prestasi belajar IPS murid tetap  rendah, dan pembelajaran IPS jadi membosankan.
Sehubungan dengan masalah di atas, maka upaya penerapan peningkatan prestasi belajar IPS merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini diujicobakan model
pembelajaran yang dapat mengaktifkan murid dan memberi kesempatan murid
untuk bekerja sama dengan murid yang mempunyai kemampuan heterogen
sekaligus menggembirakan murid dengan permainan. Metode tersebut adalah model pembelajaran kooperatif dengan tipe teams game tournament (TGT). Nur (1996: 25) mengatakan bahwa ”model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu murid memahami konsep-konsep IPS yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kerjasama, berfikir kritis, kemauan membantu teman dan sebagainya.” Pada prinsipnya model pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan tingkah laku kooperatif antar murid sekaligus membantu murid dalam pelajaran akademiknya.
Berdasarkan permasalahan di atas penulis mengangkat judul tentang Penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Game Tournament (TGT) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Kelas IV SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Game Tournament (TGT) dalam Meningkatkan Prestasi belajar IPS Kelas IV SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara?
C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan: Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Kelas IV SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara melalui penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Game Tournament (TGT).
D.      Manfaat Penelitian
1.        Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau masukan kepada pengajar (guru) dalam memberikan pelajaran-pelajaran yang dinilai sulit dipahami oleh murid dalam menerima pelajaran. Model pembelajaran Teams games touenament memberikan cara belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga murid akan lebih bebas dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam kegiatan belajarnya.  

2.        Manfaat Praktis
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi murid, guru, dan sekolah sebagai suatu sistem pendidikan yang mendukung peningkatan prestasi belajar dan mengajar di sekolah.
a.    Manfaat bagi murid
1.      Murid menjadi lebih termotivasi untuk belajar IPS.
2.      Prestasi belajar murid meningkat pada materi perekonomian masyarakat.
3.      Murid lebih dapat mengerti tentang perekonomian masyarakat.
b.    Manfaat bagi guru
1.      Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament dalam mata pelajaran IPS.
2.      Guru lebih termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran.
3.      Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi pembelajaran yang  lebih bervariasi, sehingga  materi pelajaran akan lebih menarik.      
c.     Manfaat bagi sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
d.    Manfaat bagi peneliti
Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran serta memiliki keterampilan untuk menerapkannya khusus dalam kegiatan pembelajaran.

E.       Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan proposal PTK ini dibagi menjadi dua bagian, yakni bagian awal, dan bagian isi proposal.
1.        Bagian Awal
Pada bagian awal penulisan proposal PTK ini memuat halaman judul, lembar pengesahan, persetujuan pembimbing, kartu kontrol, kata pengantar, dan daftar isi.
2.        Bagian Isi
Pada bagian isi penulisan proposal PTK ini terdiri dari tiga bab, yaitu:
a.       Bab I Pendahuluan.
Dalam Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
b.      Bab II berisi Kajian Pustaka, Kerangka Pikir dan Hipotesisi Tindakan.
Dalam Bab II ini memuat tentang tinjauan pustaka, kerangka pikir dan hipotesis tindakan. Berisi teori yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang pengertian IPS menurut beberapa para ahli dari beberapa sumber buku. Di samping itu juga dikemukakan pengertian pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament dan prestasi belajar menurut beberapa ahli. Bagian selanjutnya peneliti mengajukan kerangka pikir dan hipotesis tindakan yang merupakan jawaban sementara dan melakukan penelitian.
c.       Bab III Metode Penelitian.
Pada Bab III memuat tentang jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian, setting dan subjek penelitian, fokus penelitian, prosedur penelitian yang terdiri atas dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi tolok ukur keberhasilan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, indikator keberhasilan dan jadwal penelitian.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN
A.      Kajian Pustaka
1.        Pengertian Pendidikan IPS
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian Social Student, seperti di Amerika Serikat. (Sardjiyo, dkk. 2007:1.21) Dalam dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah, seperti ilmu sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial.
Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti halnya, Ilmu pengetahuan alam, matematika, dan Bahasa Indonesia merupakan bidang studi. Dengan demikian, Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bidang studi memiliki garapan yang di pelajari cukup luas. Bidang garapannya mengikuti gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan yang dipelajari Ilmu Pengetahuan Sosial berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi di telaah, dianalisis factor-faktornya sehingga dapat dirumuskan dalam pemecahannya. Memperhatikan kerangka kerja Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti dikemukakan  diatas dapat ditarik beberapa pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai berikut:
1)      Norma Mackenzie (dalam Sardjiyo, dkk. 2007: 1.22) mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2)      Barr, dkk. (dalam Udin S. Winataputra, dkk. 2011:1.8) “studi sosial adalah integrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk kepentingan pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan. Social studies is an integration of social sciences and humanities for the purposes of instruction in citizenship education”.
3)      Engle (dalam Sardjiyo, dkk. 2007: 1.2) mengemukakan bahwa sosial studies yaitu social studies committee of the commission of the Reorganization of secondary education.
4)      Ilmu Pengetahuan Sosial adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan. (Sardjiyo, dkk. 2007: 1.26)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan sosial di indonesia tidak ada bedanya dengan di Negara-negara yang berbahasa inggris. Oleh karena itu, sifat ilmu pengetahuan sosial sama dengan studi sosial, yaitu interdisipliner dan diajari mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Pembelajaran IPS biasanya dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang penuh dengan kumpulan fakta-fakta dan harus dihapalkan untuk menghadapi ujian dan cepat dapat terlupakan. Hal ini ditambah lagi dengan adanya pandangan bahwa IPS adalah fakta yang selalu berubah, fakta tersebut sifatnya terbatas serta terlalu banyak fakta yang harus diketahui (Passe, 1999).
Dengan melihat pandangan-pandangan tentang IPS yang terkesan penuh dengan fakta dan informasi, maka diharapkan ada proses pembelajaran yang melebihi daripada sekedar pengembangan atau menambah ilmu pengetahuan. Keterampilan-keterampilan dalam proses belajar itulah yang nantinya dapat menjadi alat untuk belajar, seperti keterampilan berpikir kritis.
Demi mencapai tujuan pembelajaran maka dibutuhkan suatu strategi belajar yang relevan. Nur, 2000b dalam (Trianto, 2009:139-140) menyatakan bahwa strategi-strategi belajar adalah operator-operator kognitif meliputi dan terdiri atas proses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelasaikan suatu tugas (belajar). Strategi-strategi tersebut merupakan strategi-strategi yang digunakan murid untuk memecahkan masalah belajar tertentu. Untuk menyelasaikan tugas belajar murid memerlukan keterlibatan dalam proses-proses berpikir dan perilaku, men-skin atau membaca sepintas lalu judul-judul utama, meringkas dan membuat catatan, disamping itu juga memonitor jalan berpikir diri sendiri.
Sedangkan Sulistyono, 2003 dalam (Trianto, 2009: 140) mendefinisikan belajar sebagai tindakan khusus yang dilakukan oleh seseorang untuk mempermudah, mempercepat, lebih menikmati, lebih muda memahami secara langsung, lebih efektif, dan lebih muda ditransfer ke dalam situasi yang baru. Sehingga dibutuhkan suatu media dalam pembelajaran dengan tujuan agar informasi atau bahan ajar tersebut dapat diterima dan diserap dengan baik oleh para murid. Sebagai wujud bahwa bahan ajar tersebut dapat diterima oleh para murid dibuktikan dengan terjadinya perubahan-perubahan perilaku baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. (Sri Anita W, dkk. 2007: 6.3)
Menurut Heinich, dkk. (1993) (dalam Sri Anita W, dkk. 2007: 6.3-6.4) mengatakan bahwa media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan         (a receiver). Misalnya film, televisi, diagram, bahan tercetak (printed materials), komputer, dan instruktur. Contoh media tersebut bisa dipertimbangkan sebagai, media pembelajaran jika membawa pesan-pesan (messages) dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Heinich juga mencontohkan hubungan antara media dengan pesan dan metode (methods) dalam proses pembelajaran yang digambarkan dalam bagan 2.1 berikut:


 





Metode

Gambar 2.1 Hubungan Media dengan Pesan dan Metode Pembelajaran

Berdasarkan pertimbangan pentingnya IPS, khususnya materi kelas IV yang membahas tentang perekonomian masyarakat. Namun bagaimana caranya agar proses pembelajaran yang dilalui murid akan terkesan menyenangkan dan mengasyikkan seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan pembelajaran teams game tournament (TGT), yaitu menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan dan menguatkan.
Maka kegiatan pembelajaran IPS memerlukan metode yang relevan dengan pendidikan yang komunikatif. Samana (1992) menyatakan bahwa bahasa, pengajaran dan fasilitas menjadi penentu dalam pemilihan metode untuk mencapai tujuan yang relevan.
2.        Tujuan dan Mamfaat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD
Setiap bidang studi yang tercantum dalam kurikulum sekolah, telah dijiwai oleh tujuan yang harus dicapai oleh pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) bidang studi tersebut secara keseluruhan. Tujuan ini disebut tujuan kurikuler yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Tujuan Institusional dan tujuan Pendidikan Nasional.
Tujuan kurikuler yang dimaksud adalah tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
a.    Membekali anak didik dengan pengetahuan social yang berguna  dalam kehidupan kelak di masyarakat.
b.    Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun alternative pemecahan masalah social yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
c.    Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian.
d.   Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemamfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.
e.    Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan ilmu pengetahuan social sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. (Sardjiyo, dkk. 2007:1.28)
Sardjiyo, dkk. (2007:1.29) juga mengemukakan bahwa  kurikulum  IPS tahun 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.    Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b.    Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.
c.    Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d.   Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.
Dalam kegiatan ilmu pengetahuan sosial, murid dapat di bawa langsung ke dalam lingkungan alam dan masyarakat. Dengan lingkungan alam sekitar, murid akan akrab dengan kondisi setempat sehingga mengetahui makna serta mamfaat mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial secara nyata.
Disamping itu, dengan mempelajari sosial/masyarakat, murid secara langsung dapat mengamati dan mempelajari norma-norma/peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut sehingga murid mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat, juga membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik dengan menaati aturan yang berlaku dan turut pula mengembangkannya serta bermamfaat pula dalam mengembangkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Pada ruang lingkup pelajaran IPS SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a.    Manusia, tempat dan lingkungan.
b.    Waktu, keterlanjutan dan perubahan.
c.    Sistem sosial dan budaya.
d.   Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
3.        Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) Tipe TGT
a.        Pengertian pembelajaran kooperatif
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana murid harus secara individual menemukan dan mentranspormasikan informasi yang kompleks, memerikasa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu (Soejadi, Teti Sobari dalam Rusman, 2011:201).
Isoni 2009 (dalam Tukiran Taniredja, dkk. 2012:55) mengemukakan, ”in cooperative learning methods, student work together in four member teams to master material initially presented by the teacher.”

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang murid lebih bergairah dalam belajar.
Artzt & Newman (dalam Trianto, 2009:56) mengatakan bahwa dalam belajar kooperatif murid besama sebagai suatu tim dalam menyelasaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Menurut Slavin (2007), (dalam Rusman, 2011:201) pembelajaran kooperatif menggalakkan murid berintraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini memperoleh pertukan ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi murid, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dalam teori konstruktivisme lebih mengutamakan pada pembelajaran murid yang dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Ratna, 1988 (dalam Rusma, 2011: 201).
Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan murid sendiri. Guru tidah hanya memberikan pengetahuan pada murid, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Murid mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi murid untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Selama belajar secara kooperatif murid tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman kelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, murid diberi lembar kegiatan yang berisi pernyataan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selasai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pembelajaran.
Keberhasilan belajar model kooperatif bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu saja, tetapi pemerolehan belajar itu semakin baik apabila dilakukan secara bersama dalam kelompok belajar kecil yang sudah terencana dan sistematis yang baik. Melalui belajar dari teman sebaya dan dibawah bimbingan, maka proses penerimaan dan pemahaman murid akan semakin mudah dan cepat terhadap materi pelajaran yang dipelajari.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dalam (Rusman, 2011: 205-206) dinyatakan bahwa (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar murid dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan murid dalam berpikir krisis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
b.        Komponen pembelajaran kooperatif
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni:  (1) cooperative task atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure, atau instruktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok bekerja sama dalam menyelasaikan tugas yang telah diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan suatu hal yang membangkitkan motivasi murid untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan prestasi belajar murid (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain. (Rusman, 2011: 206)
Menurut Sanjaya (dalam Rusman, 2011: 206) Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif murid, (5) guru menghendaki kemampuan murid dalam memecahkan berbagai masalah.
c.         Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Di awal telah disebutkan, bahwa ide utama dari belajar kooperatif adalah murid bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan, belajar koopertif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi Slavin, 1995 (dalam Trianto, 2009: 55). Johnson & Johnson (1994) (dalam Trianto,2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar murid untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena murid bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para murid dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
Zamroni (2000) dalam (Trianto, 2009:57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan murid. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan murid bekerja secara berkalaborasi untuk mencapai tujuan bersama Eggen and Kauchak  (dalam (Trianto, 2009:58). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi murid, memfasilitasi murid dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada murid untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama murid yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif murid berperan ganda yaitu sebagai murid ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka murid akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.






Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional.

Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya murid yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimping kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, memercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belejar kelompok sedang berlangsung.
Guru memerhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
 (Killen dalam adopsi Trianto, 2009: 59)

Struktur tujuan kooperatif  terjadi jika murid dapat mencapai tujuan mereka hanya jika murid lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, dalam Trianto, 2009:59).
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja murid dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu murid memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu murid menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada murid kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhdap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan Ibrahim, dkk, 2009 (dalam Trianto, 2009:60). Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada murid yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerja sama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. Ibrahim, dkk, 2009 dalam (Trianto, 2009:60).
d.        Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran Kooperatif
Menurut johnson & Johnson dan Sutton (1992) dalam (Trianto, 2009: 60) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1.    Pertama, Saling ketergantungan yang bersifat positif antara murid. Dalam belajar kooperatif murid merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang murid tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Murid akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.
2.    Kedua, Interaksi antara murid yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara murid. Hal ini, terjadi dalam hal seorang murid akan membantu murid lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling meberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok akan mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, murid yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompokya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
3.    Ketiga, tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam beajar kelompok dapat berupa tanggung jawab murid dalam hal: (a) membantu murid yang membutuhkan bantuan dan (b) murid tidak dapat hanya sekedar “ membonceng” pada hasil kerja teman jawab murid dengan teman sekelompoknya.
4.    Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntuk untuk mempelajari materi yang diberikan seorang murid dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan murid lain dalam kelompoknya. Bagaimana murid bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
5.    Kelima, proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok telah terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Sedangkan menurut Lie, 2008 (Rusman, 2011:212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning),  yaitu sebagai berikut:
1.    Prinsip ketergantungan positif (positive interdevendence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelasaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh katena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
2.    Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.
3.    Intraksi tatap muka (face to face promation interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan intraksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4.    Partisifasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih murid untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5.    Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajarn ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari balajar kooperatif menurut (Slavin, 1995) (dalam Trianto, 2009: 61).
1.    Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
2.    Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini berfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan orang lain.
3.    Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa murid telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa murid berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kuntribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
e.    Implikasi Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim, dkk. (2000), dalam Trianto, 2009:62 bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar murid, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis murid. Murid belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif daripada dari guru. Ratumanan (2002) dalam (Trianto, 2009:62) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat mengacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual murid. Menurut Kardi & Nur  (2000) dalam (Trianto, 2009: 62) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara murid normar dan murid menyandang cacat.
Davidson (1991) dalam (Trianto, 2009: 55) memberikan sejumlah implikasi positif dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut.
1.    Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana murid menanyakan pertanyan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan pertemuan mereka dalam bentuk tulisan.
2.    Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua murid. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
3.    Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang murid dapat memengaruhi murid lain dengan argumentasi yang logis.
4.    Murid dalam kelompok dapat membantu murid lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5.    Ruang lingkup materi dipenuhi ole ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan.
Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut, (1) tujuan kelompok; (2) tanggung jawab individual; (3) kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi kelompok; (5) spesialisasi tugas; dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu Slavin, 1995 dalam (Trianto, 2009: 63)
4.        Pembelajaran tipe Teams Games Tournament
a.        Pengertian Teams Games Tournament
Menurut Saco, 2006 (dalam Rusman, 2011: 224) dalam  teams game tournament murid memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaian dengan materi pelajaran. Kadang-kadang juga dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
Permainan dalam teams game tournament dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap murid, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua murid dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih muda untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimasudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai reviuw materi pembelajaran.
Teams Game Tournament  adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan murid dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang murid yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan murid bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya. Sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2011:225) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahapan penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (teams recognition).
Menurut Slavin (dalam Tukirman Taniredja, 2012:67) mengemukakan lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) yaitu:
1.    Penyajian kelas (Class Precentation)
Penyajian kelas dalam pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments (TGT) tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan  pada materi yang sedang dibahas saja. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah berada dalam kelompoknya. Dengan demikian mereka akan memperhatikan dengan serius selama pengajaran penyajian kelas berlangsung  sebab setelah ini mereka harus mengerjakangames akademik dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan menentukan skor kelompok mereka.
2.    Kelompok (Teams)
Kelompok disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewakili pencampuran dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa tau etnik. Fungsi utama mereka dikelompokkan adalah anggota-anggota kelompok saling menyakinkan bahwa mereka dapat bekerja sama dalam belajar dan mengerjakan game atau lember kerja dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan semua anggota dalam menghadapi kompetisi.
3.    Permainan (Games)
Pertanyaan dalam game disusun dan dirancang dari materi yang relevan dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili masing-masing kelompok. Sebagaian besar pertanyaan pada kuis adalah bentuk sederhana. Sertiap murid mengambil sebuah kartu yang diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor pada kartu tersebut.
4.    Kompetisi/Tournamen (Tournaments)
Turnamen adalah susunan beberapa game  yang dipertandingkan. Biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit pokok bahasan, setelah guru memberikan penyajian kelas dan kelompok mengerjakan lembar kerjanya. Untuk ilustrasi turnamen dapat dilihat pada skema dibawah ini.
Gambar 2.2 Penempatan murid ke meja turnamen
TIM A

           Tinggi                 Sedang                 Sedang               Rendah
             AI                         A2                        A3                      A4


 






          

Tinggi     Sedang    Sedang      Rendah         Tinggi    Sedang    Sedang    Rendah
   AI            A2           A3            A4                AI          A2            A3          A4

(Adaptasi Slavin, dalam Tukiran Taniredja,2012:69)
Untuk turnamen pertama, guna menempatkan murid pada “tournaments table” dengan pengaturan beberapa murid berkemampuan tinggi dan tiap-tiap kelompok pada meja I, murid berkemampuan sedang pada meja II dan III kemudian murid berkemampuan rendah pada meja IV.
Setelah turnamen selasai dan dilakukan penilaian, guru melakukan pengaturan kembali kedudukan  murid pada tiap meja turnamen, kecuali pemenang meja tertinggi (meja I). Pemenang dari setiap meja dinaikkan atau digeser satu tingkat ke meja yang lebih tinggi tingkatanya dari murid yang mendapat skor yang terendah pada setiap meja turnamen selain pada meja terendah rendah  tingkatannya (meja IV) diturunkan satu tingkat ke meja yang lebih rendah tingkatannya. Pada akhirnya mereka akan mengalami kenaikan atau penurunan sehingga mereka akan sampai pada meja yang sesuai dengan kinerja mereka.
Setelah pertandingan pertama, murid mengubah posisi atau meja pertandingannya sesuai dengan hasil pertandingan sebelumnya. Pemenang dari tiap-tiap meja akan berpindah pada meja pertandingan yang lebih tinggi selanjutnya, misalnya dari meja IV ke meja III. Pemenang kedua menempati meja pertandingan sebelumnya, sedangkan murid dengan skor terendah dari tiap-tiap meja akan berpindah ke meja yang lebih rendah di bawahnya, maka akan berusaha untuk berpindah lagi ke meja yang lebih tinggi.
5.    Pengakuan Kelompok (Teams Recognition)
Pengakuan kelompok dilakukan dengan member penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai criteria yang telah disepakati bersama.
Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim dapat dilihat pada tabel di bawah ini.




Tabel 2.1 Penghargaan Tim
Kriteria (rata-rata)
Penghargaan
40
45
50
Tim Baik
Tim Sangat Baik
Tim Super
Slavin, 2008 (dalam Tukiran Taniredja, 2012:70)
b.        Langkah-langkah dan Aktivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah sebagai berikut:
1.        Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT mengikuti urutan sebagai berikut: pengaturan klasikal; belajar kelompok; turnament akademik; penghargaan tim dan pemindahan atau bumping.
2.        Pelajaran diawali dengan memberikan pelajaran, selanjutnya diumumkan kepada semua murid bahwa akan melaksanankan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan murid diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim. Kepada murid diasampaikan bahwa mereka akan bekerja sama dengan  kelompok belajar selama beberapa pertemuan, mengikuti turnamen akademik untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta diberitahukan tim yang mendapat nilai tinggi akan mendapat penghargaan.
3.        Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 3-4 murid dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara. Pada permulaan ternamen diumumkan penetapan meja bagi murid. Murid diminta mengatur meja turnamen yang ditetapkan. Nomor meja turnamen bisa diacak. Setelah kelengkapan dibagikan dapat dimulai kegiatan turnamen. Bagan dari peraturan permainan dengan 3 murid dalam satu meja ternamen dapat dilihat dari bagan di bawah ini:

Gambar 2.3 Putaran Permainan










Pembaca
1)   Ambil satu kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan nomor tersebut pada lembar permainan
2)   Bacalah pertanyaannya dengan keras
3)   Cabalah untuk menjawab
 






Penantang  II
Boleh menantang jika penantang I melewati, dan jika dia memang mau. Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, penantang II memeriksa lembar jawaban. Siapapun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya.
 


Penantang  I
Menantang jika memang dia mau (dan memberikan jawaban berbeda) atau boleh melewatinya.
 




 


















(Adopsi Tukirman Taniredja, 2012:71)

4.        Pada akhir putaran pemenang mendapat satu kartu bernomor, penantang yang kalah mengembalikan perolehan kartunya bila sudah ada namun jika pembaca kalah tidak diberikan hukuman. Penskoran didasarkan pada jumlah perolehan kartu, misalkan pada meja turnamen terdiri dari 3 murid yang tidak seri, peraih nilai tertinggi mendapat skor 60, kedua 40 dan ketiga 20.
5.        Dengan model mengutamakan kerja kelompok dan kemampuan menyatukan intelegensi murid yang berbeda-beda akan dapat membuat murid mempunyai nilai dari segi kognitif, efektif dan psikomotor secara merata satu murid dengan murid lain.
c.         Kegiatan murid dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Kegiatan murid dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) antara lain:
1.        Pada awal pertemuan, membentuk kelompok kecil dengan anggota 4-5 orang.
2.        Mempelajari materi yang diberikan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
3.        Bekerjasama memadukan kemampuan untuk saling mengisi, saling membantu guna mengerjakan tugas belajar yang dibagikan guru.
4.        Menjelaskan dan menyatuhkan serta melengkapi pendapatnya dengan dasar-dasar pemikiran yang rasional.
d.        Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah :
1.        Dalam kelas kooperatif murid memiliki kebebasan untuk berintraksi dengan menggunakan pendapat;
2.        Rasa percaya diri murid menjadi lebih tinggi;
3.        Perilaku mengganggu terhadap murid lain menjadi lebih kecil;
4.        Motivasi murid lebih bertambah;
5.        Pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasan pembelaan Negara;
6.        Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi, antara murid dengan murid dan antara murid dengan guru;
7.        Murid dapat menelaah sebuah mata pelajatan atau pokok bahasan bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri murid tersebut dapat keluar, selain itu kerjasama antar murid juga murid dengan guru akan membuat intraksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.
Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamens (TGT) adalah:
1.        Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua murid ikut serta menyumbangkan pendapatnya;
2.        Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran;
3.        Kemungkinan terjadinya kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelolah kelas. (Tukirman Taniredja, 2012:72-73)
Sedangkan menurut Trianto, (2009:84) langkah-langkah pembelajaran Teams Games Tournamen (TGT) secara runut implementasinya TGT terdiri dari 4 komponen utama, antara lain: (1) Presentasi guru (sema dengan STAD); (2) Kelompok belajar (sama dengan STAD); (3) Ternamen; dan (4) Pengalaman kelompok.
1.        Guru menyiapkan:
2.        Murid dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5 orang)
3.        Guru mengarahkan aturan permainannya.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. Seperti pada model STAD, pada TGT murid ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian murid bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh murd dikenal kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu. 
Guru yang kurang cerdas dalam mengelolah kelas dan murid akan menjadi penyebab kegagalan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT sebab dibutuhkan kecerdasan emosi untuk memotivasi murid dalam mengaktualisasikan diri dan mengelolah waktu dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh slavin dalam (Rusman, 2011:225), maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Murid bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;
2.    Games tournament;
3.    Penghargaan kelompok.
Ciri khas yang membedakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan metode pembelajaraan kooperatif lainnya adalah adanya turnamen yang mempertandingkan antar kelompok. (Tukirman Taniredja, 2012:73)
e.         Prosedur tipe TGT yang efektif
Menurut Slavin dalam Wina Sanjaya (2006: 248) adapun prosedur dalam model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 2.2 Prosedur Pembelajaran tipe TGT.
Fase Pembelajaran
Tingkah laku guru
Tingkah laku murid
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi murid.



Fase 2
Menyampaikan informasi atau materi pelajaran.


Fase 3
Mengorganisasikan murid kelompok belajar.



Fase 4
Membimbing kelompok belajar dan melakukan turnamen.


Fase 5
Melakukan permainan



Fase 6
Evaluasi






Fase 7
Memberikan penghargaan


Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi murid belajar.

Guru menyampaikan informasi atau materi pada murid dengan cara demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan pada murid bagaimana cara membentuk kelompok agar melakukan transisi  dalam belajar.

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas bersama serta memandu murid.

Memainkan permainan sesuai dengan struktur pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Guru mengevaluasi hasil belajar murid, menentukan skor individual dan kemajuannya serta menentukan skor rata-rata kelompok.

Guru menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.
Kesiapan murid dalam menerima materi pelajaran




Memperhatikan informasi atau materi yang disampaikan oleh guru


Murid harus memahami cara pembentukan kelompok dalam turnamen.


Meningkatkan kedisiplinan, rasa tanggung jawab, dan tutor sebaya dalam kelompok.

Mematuhi segala peraturan permainan dalam turnamen.


Murid memperhatikan
hasil skor yang dimiliki oleh tiap individu dan kelompok.




Menerima hasil keputusan baik nilai individu maupun kelompok.

f.         Penerapan tipe TGT  pada mata pelajaran IPS materi tentang perekonomian masyarakat
Fase 1
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran IPS materi tentang perekonomian masyarakat dan memberikan memotivasi kepada murid untuk belajar.
Fase 2
Menyampaikan informasi atau materi mengenai tentang perekonomian masyarakat, lalu setelah itu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengajukan pertanyaan dari materi yang dijelaskan dan menanyakan kepada murid mengenai kejelasan materi setelah ada penjelasan dari guru.
Fase 3
Menjelaskan pada murid bagaimana cara membentuk kelompok yakni tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, murid yang dikelompokkan bersifat heterogen (berbeda jenis kelamin dan tingkat kemampuannya). Setiap murid diberikan pemahaman bahwa pengaturan tersebut dilakukan agar dapat terjadi kerjasama antar tiap anggota kelompok (tutor sebaya).
Fase 4
Membimbing kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas awal kelompok berupa pengerjaan soal oleh murid sebanyak 5 nomor yang berkaitan dengan materi tentang perekonomian masyarakat.
Fase 5
Memainkan permainan sesuai dengan struktur pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament. Pertama-tama murid diminta untuk memasangkan papan skor penilaian, peserta didik pergi ke meja pertandingan masing-masing untuk bertanding. Setiap meja pertandingan terdiri dari beberapa anggota kelompok, kemudian guru memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk memilih kartu berwarna yang terdapat pertanyaan di dalamnya, lalu memberikan penilaian individu kepada murid yang dapat menjawab pertanyaan yang nantinya secara langsung akan menjadi penilaian kelompok. Setelah selesai pertandingan, skor setiap peserta didik dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok.
Fase 6
Guru mengevaluasi prestasi belajar murid dengan cara menentukan skor hasil pencapaian individual dan kemajuannya serta menentukan skor rata-rata kelompok.
Fase 7
Guru menghargai upaya atau prestasi belajar individu maupun kelompok dengan menempelkan hasil nilai dan menempelkan foto kelompok pemenang (peraih skor tertinggi) di dalam kelas.
5.    Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Menurut Syarful Bahri Djamarah (1994:19) Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi dibedakan menjadi dua macam yaitu prestasi akademik dan prestasi non akademik. Prestasi akademik dapat dilihat dari nilai raport sedang prestasi non akademik dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Sedangkan menurut Gagne, 1985 dalam (Sri Anitah W,dkk. 2007:1.3) mengemukakan bahwa:
“Suatu proses dimana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian belajar tersebut, terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu proses, perubahan, dan pengalaman. (1) proses belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaanya aktif. (2) perubahan perilaku: hasil belajar berupa perilaku atau tingkah laku. Seorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). (3) pengalaman: belajar dan mengalami; dalam arti belajar terjadi didalam intraksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Berdasarkan pandangan Anthony Robbins dalam (Trianto, 2009:15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara suatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu 1) menciptaan hubungan, 2)  sesuatu hal atau pengetahuan yang sudah dipahami, dan 3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna dalam belajar itu, disini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru. Sedangakan menurut Winkel dalam (Purwanto, 2011:38-39) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses dalam diri individunya yang berintraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam intraksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai murid setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
B.       Kerangka Pikir
Pada umumnya proses belajar dan mengajar di SDN 131 Pincepute dilakukan seorang guru menggunakan model pembelajaran yang masih kebanyakan bersifat konvensional yang berindikasi pada murid yang pasif, kurang bertangggung jawab, dan pembelajaran dinilai kurang menyenangkan sehingga akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar murid. Seharusnya guru berupaya mengoptimalkan pembelajaran yang aktif, kreatif, kompetitif dan menyenangkan, serta dapat berkomunikasi dengan baik pada saat menyajikan pelajaran, murid akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru.
Pembelajaran teams game tournament merupakan salah satu tipe pembelajaran yang diharapkan akan menjadi model pembelajaran yang dapat menggugah minat, perasaan dan pola pikir kritis bagi murid dalam hal penguasaan konsep mata pelajaran IPS. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT akan membuat murid merasakan gembira, mendapatkan pengetahuan, dan pengembangan sikap dalam pengalaman belajarnya. Untuk kepentingan pembelajaran IPS tentang materi perekonomian masyarakat dengan penggunaan TGT dapat membantu murid dalam hal penguasaan konsep, Oleh karena itu murid akan menjadi lebih jelas dalam menerima dan menemukan sendiri materi yang disampaikan guru, sehingga prestasi belajar IPS tentang materi perekonomian masyarakat akan lebih meningkat.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat divisualisasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:


 







      








 




                                                 
Murid

 
Aktivitas dan hasil belajar meningkat 
 
Murid
 

                                                                                                                  
                                                                                                    


Gambar 2. 4 Skema Kerangka Berpikir


C.      Hipotesis tindakan
Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka pikir diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Apabila model pembelajaran cooperative learning dengan tipe team games tournament diterapkan dalam pembelajaran IPS murid kelas IV SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara, maka prestasi belajar IPS murid dapat lebih meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.       Jenis Penelitian
Jenis penelitian tindakan kelas ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini adalah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah.
Pendidikan tindakan kelas ini bertujuan untuk menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja melalui pemecahan masalah-masalah pembelajaran (teaching- learning problems sholving), sebab pendekatan pendidikan ini menempatkan pendidik sebagai peneliti segaligus sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif dan mutualistis. (Tim Penyusunan FKIP Unismuh Makassar, 2012: 25-26)
B.       Setting dan Subjek Penelitian
Setting penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara selama 3 bulan. Adapun subjek penelitian yaitu murid kelas IV SDN 131 Pincepute Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara yang berjumlah 19 orang murid terdiri dari laki 8 murid dan perempuan 11 murid.
C.      Fokus Penelitian
Adapun faktor yang diselidiki/diamati adalah:
1.      Faktor murid yaitu melihat kemampuan murid dalam mempelajari IPS tentang materi perekonomian masyarakat dan keaktifannya dalam menyelesaikan soal IPS.
2.      Faktor proses pembelajaran yaitu melihat terjadinya interaksi antara guru dengan murid maupun murid dengan murid lainnya saat proses belajar megajar berlangsung.
3.      Faktor hasil yaitu dengan melihat prestasi belajar IPS murid setelah pembelajaran.
D.      Prosedur pelaksanaan penelitian
Prosedur penelitian ini dilaksanakan dengan II siklus, setiap siklus dilakukan 4 kali pertemuan yang merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Artinya pelaksanaan  siklus II merupakan lanjutan dari siklus ke I. Menurut kemmis,1998 (dalam Wina Sanjaya, 2009:24) penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka, yang meliput: pratindakan, perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.






 















Gambar 3.1 Prosedur Kerangka Pikir
Ø  Tahap Pratindakan:
1.    Mengadakan konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal pelaksanaan penelitian di SDN 131 Pincepute dengan menggunakan model pembelajaran TGT.
2.    Melakukan diskusi dengan  pihak guru kelas IV SDN 131 Pincepute untuk mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament (TGT).
3.    Mengadakan observasi awal terhadap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament (TGT) dalam pembelajaran di kelas agar memahami karakteristik pembelajaran   serta   gambaran pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas sebagai langkah awal yang akan digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
Ø  Siklus I (2 X 35 menit)
1.    Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan, meliputi:
a.    Telaah kurikulum
b.    Menyusun rencana pembelajaran.
c.    Merancang pembelajaran dengan membentuk kelompok  antara 4-5 murid.
d.   Menentukan kelompok murid sesuai dengan kemampuan dan kecakapan  masing-masing murid.
e.    Menyiapkan meja turnamen tiap kelompok.
f.     Mediakan media pembelajaran.
g.    Merancang kartu soal dan skornya untuk murid.
h.    Membuat dan menyusun alat evaluasi.
2.    Tindakan
Adapun tindakan yang akan dilakukan, meliputi:
a.    Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi murid.
b.    Guru menjelaskan materi tentang perekonomian masyarakt secara singkat.
c.    Mengorganisasikan murid ke dalam kelompok belajar yang heterogen
d.   Membimbing kelompok belajar dan melakukan turnamen.
e.    Memainkan permainan sesuai dengan struktur tipe  TGT.
f.     Peserta didik pergi ke meja pertandingan masing-masing untuk bertanding. Setiap meja pertandingan terdiri dari seorang peserta didik dari setiap kelompok yang sama tahap pencapaiannya.     
g.    Setelah selesai pertandingan, semua pelajar kembali ke kelompok masing-masing. Skor setiap peserta didik dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok.
h.    Guru mengumumkan skor-skor kelompok dan memberi penghargaan kepada kelompok yang menjadi juara.                                                                                                                                                                                                                                                                      
i.      Mengevaluasi hasil belajar murid, menentukan skor individual dan  kemajuannya serta menentukan skor rata-rata kelompok.
j.      Meminta tim untuk belajar lagi untuk “ronde ke-1” dalam turnamen dan                                                                                                                                                                motivasi murid dalam kelompok belajar metode turnamen serta mengarahkan kepada bagaimana struktur pencapaian tujuan saat peserta didik melaksanakan kegiatan, yakni bahwa tujuan mereka tercapai jika murid lain juga tercapai tujuan pribadi mereka dan anggota kelompok dengan cara melakukan diskusi dan apa yang diajarkan pada yang lain dalam kelompok, yang pada akhirnya mendorong teman kelompoknya untuk melakukan upaya maksimal. Dengan kata lain, guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan skor hasil yang diperoleh.
3.    Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Hasil pemantauan pada saat proses belajar meliputi: murid hadir dalam proses pembelajaran (absensi murid), kerja sama dalam kelompok, menjawab pertanyaan, ketertiban dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya pada tahap ini juga akan dilaksanakan evaluasi berupa tes untuk mengetahui prestasi belajar IPS setelah berlangsungnya tindakan pada siklus I.
4.    Refleksi Hasil Kegiatan
Refleksi dari penelitian ini berdasarkan pada hasil observasi dan evaluasi yang dianalisis untuk mengetahui keberhasilan yang telah dicapai dengan menggunakan model pembelajaran dalam proses belajar mengajar, kemudian mendiskusikan hasil analisis secara kolaborasi untuk perbaikan pada pelaksanaan Siklus II.
Ø  Siklus II (2 X 35 menit)
1.    Perencanaan
a.       Mengidentifikasi masalah berdasarkan refleksi pada siklus I.
b.      Merancang kembali pembelajaran dengan membentuk kelompok belajar murid, tiap kelompok beranggotakan 4-5 murid.
c.       Menentukan kembali kelompok murid sesuai dengan kemampuan dan kecakapan   masing-masing murid.
d.      Menyiapkan meja turnamen pada tiap-tiap kelompok.
e.       Merancang kartu soal dan skornya.
f.       Membuat dan menyusun alat evaluasi.
2.    Pelaksanaan Tindakan
a.       Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi murid.
b.      Guru mengadakan presentasi terhadap kehadiran murid.
c.       Mengorganisasikan murid ke dalam kelompok belajar.
d.      Membimbing kelompok belajar dan melakukan turnamen.
e.       Memainkan permainan sesuai dengan struktur tipe  TGT.
f.       Mengevaluasi hasil belajar murid, menentukan skor individual dan  kemajuannya serta menentukan skor rata-rata kelompok.
g.      Guru memberikan kesimpulan dan penjelasan mengenai beberapa soal dalam turnamen tentang materi struktur bumi.
h.      Membuat dan melaksanakan tes evaluasi akhir pada siklus II.
3.    Observasi
Peneliti mencatat semua perubahan yang terjadi selama tindakan berlangsung yang meliputi: murid hadir dalam proses pembelajaran (absensi murid), kerja sama dalam kelompok, menjawab pertanyaan, ketertiban dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya untuk evaluasi diberikan tes pilihan ganda  (tes akhir siklus II) untuk mengetahui kemampuan murid setelah diberikan tindakan. Pada akhir siklus ini murid juga diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan secara tertulis mengenai pelaksanaan pembelajaran IPS dengan model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament.
4.    Refleksi Hasil Kegiatan
Refleksi yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pada pelaksanaan kegiatan setiap siklus (siklus I dan siklus II) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament.


E.       Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen nontes dan instrument tes.
1.    Nontes
Instrumen nontes yang digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif adalah sebagai berikut:
a.    Lembar observasi.
Lembar observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau di teliti (Wina Sanjaya, 2009:86). Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati kreativitas murid dan aktivitas murid pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menerapkan tipe teams game tournament sebagai model pembelajaran kooperatif. Agar observasi dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan alat instrumen observasi.
Tabel 3.1 Lembar observasi murid
No.
Nama murid
Aspek yang di nilai
Skor Penilaian
Jumlah
a
b
c
d
e
1
2
3
4
1
Adil

2

2
1




5
2
Aisyah
1

2

2




5
Dst.
...











Keterangan:
Aspek yang di nilai:
a)      mengemukakan pendapat,
b)      menjawab pertanyaan,
c)      kerja sama dalam kelompok,
d)     ketertiban dalam turnament, dan
e)      tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Skor Penilaian:
1 = sangat kurang; 2  = kurang; 3 = baik; 4 sangat baik
b.      Wawacara
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian tindakan kelas, wawancara dilihat dari segi pelaksanaannya bisa dilakukan secara insidental dan wawancara terencana. Wawancara insidental adalah jenis wawancara yang dillaksanankan sewaktu-waktu bila di anggap perlu. Sedangkan wawancara terencana adalah jenis wawancara yang dilaksanakan secara formal yang dilaksanakan secara terencana baik mengenai waktu pelaksanaannya, tempat, dan topik yang akan di bicarakan. (Wina Sanjaya, 2009: 97)
c.       Catatan harian (field nate)
Catatan harian merupakan instrumen untut mencatat segala peristiwa yang terjadi sehubungan dengan tindakan yang dilakukan guru. Catatan harian ini berguna untuk melihat perkembangan tindakan serta perkembangan murid dalam melakukan proses pembelajaran. 
Ada dua jenis catatan harian untuk kepentingan penelitian tindakan kelas, yaitu catatan harian yang dilakukan guru dan catatan harian murid.
·      Catatan harian guru untuk mencatat berbagai temuan guru selama proses tindakan dilakukan.
·      Catatan harian murid berisi tentang tanggapan murid terhadap tindakan yang dilakukan guru. (Wina Sanjaya, 2009: 98)
2.    Tes
Tes instrumen pengumpulan data untuk mengukur kemampuan murid dalam aspek kognitif, atau tingkat penguasaan materi pelajaran. Sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki dua kreteria, yaitu kreteria validitas dan reabilitas. Tes sebagai alat ukur dikatakan memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan tes memiliki tingkat reabilitas atau keandalan jika tes tersebut dapat menghasilkan informasi yang konsisten. Misalkan jika instrument tes diberikan pada sekelomkpok murid, kemudian diberikan lagi pada sekelompok murid yang sama pada saat yang berbeda, maka hasilnya akan relatif sama. (Wina Sanjaya, 2009: 99-100). Instrumen tes digunakan untuk mengetahui data tentang prestasi belajar murid dalam konsep IPS. Bentuk instrumen yang berupa tes ini berupa soal pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban (option) yang berjumlah 20 soal pada siklus II.
Dilihat dari jumlah pesertanya, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individual. Tes kelompok adalah tes yang dilakukan terhadap sejumlah murid bersama-sama. Sedangkan tes individual adalah  tes yang dilakukan kepada murid secara perorangan. (Wina Sanjaya, 2009: 100)
F.       Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data terkait dengan variabel yang dikaji, dilakukan beberapa alat dan cara sebagai berikut:

1.    Data kuantitatif
a.    Data tentang prestasi belajar murid diambil dengan memberikan tes kepada murid yang berupa soal pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban (option) yang berjumlah 20 soal pada akhir siklus II.
b.    Data tentang hasil penilaian kegiatan murid dengan menggunakan lembar penilaian kegiatan murid untuk setiap kelompok.
2.    Data kualitatif
Kriteria kualitatif adalah criteria yang dibuat tidak menggunakan angka-angka. (Suharsimi Arikunto, dkk. 2009: 36)
a.    Data tentang observasi aktivitas murid dalam pembelajaran dalam menerapkan teams game tournament dengan membuat lembar observasi aktivitas murid.
b.    Data tentang efektivitas penerapan model pembelajaran teams game tournament sebagai model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan prestasi belajar dengan  memberikan tes kepada murid.
G.      Teknik analisa data
Data yang terkumpul tidak akan bermakna tanpa dianalisis yakni diolah dan diinterpretasikan. Oleh karena itu, pengolah dan interpretasikan data merupakan langkah penting dalam penelitian tindakan kelas, maka perlu dilakukan dianalisis data. Menganalisis data adalah suatu proses mengelolah dan menginterpretasikan data dengan tujuan untuk mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya hingga memiliki makna dari arti yang jelas sesuai dengan tujuan pendidikan. (Wina Sanjaya, 2009: 100)
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu sebagai berikut:
1.    Penilaian Rata-rata
Peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh murid kemudian dibagi dengan jumlah murid kelas tersebut sehingga diperoleh nilai rata-rata.
       X= ∑X
               ∑N

 
Nilai rata-rata ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
                                                      dengan :  X = nilai rata-rata
                                                       ∑X = jumlah semua nilai murid
                                                       ∑N = jumlah murid.
2.    Penilaian untuk ketuntasan belajar
       P = ∑ Siswa yang tuntas belajar x 100
                             ∑ Siswa

 
Untuk menghitung presentase ketuntasan digunakan dengan rumus :


 
                                                          
(Zainal Aqib, dkk. 2010: 204)
Hasil tes dianalisis kuantitatif dikategorikan dalam lima kategori standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2006:19) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Taraf Keberhasilan Tindakan Pembelajaran

Taraf keberhasilan
Kualifikasi
0 - 34
Sangat Rendah
35 - 54
Rendah
55 - 64
Sedang
65 - 84
Tinggi
85 - 100
Sangat Tinggi


H.      Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah bila skor rata-rata hasil tes murid melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe team games tournament  mengalami peningkatan yang nyata yakni secara klasikal mencapai 75% murid yang memperoleh nilai minimum 70 dan apabila terjadi perubahan sikap murid selama mengikuti proses pembelajaran yang ditandai dengan peningkatan keaktifan murid dalam hal: mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, kerja sama dalam kelompok, ketertiban dalam turnament, dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran.















I.         Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Nov
Des
Januari
Ket
1.      
Survey awal












2.       
Penyusunan proposal











3.       
Perijinan












4.       
Pelaksanaan penelitian pengamatan awal












5.       
Siklus I











6.       
Siklus II











7.       
Penulisan Laporan











8.       
Ujian dan Perbaikan












9.       
Penjilidan dan penggandaan












Catatan : Jadwal penelitian disesuaikan dengan kelender pendidikan nasional







Tidak ada komentar:

Posting Komentar