Selasa, 24 Juli 2012

Hakekat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) SD


UNIT I
HAKIKAT PEMBELAJARAN
KELAS RANGKAP
Dra.Susilowati,M.Pd

Sub Unit1
Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

A.    PENGERTIAN PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR)
Pembelajaran Kelas Rangkap adalah suatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu yang sama, dan  menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda.


B.     PERLUNYA PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR)
Ada beberapa alasan alasan penting yang menyebabkan perlunya pembelajaran kelas rangkap dilaksanakan, yaitu:
1.      Alasan Geografis
Lokasi pembelajaran yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana transportasi, dan pemukiman penduduk yang jaraknya berjauhan, serta adanya ragam mata pencaharian penduduk misalnya berladang, mencari ikan bahkan menebang kayu atau mencari sesuatu di hutan, maka hal ini dapat mendorong penggunaan PKR.
2.      Alasan Demografis
Mengajar murid dengan jumlah yang kecil, atau murid yang tinggal di pemukiman yang jarang penduduknya, maka PKR merupakan pendekatan yang tepat dan praktis. Bagaimana dengan daerah perkotaan, apakah alasan demografis juga berlaku? Ingatkah Anda pada saat SD Inpres dibangun, dan apapula yang terjadi beberapa tahun kemudian? Ya, ada beberapa SD di perkotaan mengalami kekurangan murid. Dengan demikian setiap tingkatan kelas hanya beberapa saja muridnya. Agar tidak ada pemborosan dalam tenaga guru, maka PKR merupakan cara pembelajaran yang dapat dibilang praktis dan ekonomis.
3.      Kekurangan Guru
Meskipun jumlah guru secara keseluruhan bisa dikatakan cukup, namun pada kenyataannya masih ada keluhan kekurangan guru, terutama di daerah-daerah terpencil. Apalagi bila secara geografis daerah tersebut sulit dijangkau, maka akan membuat guru takut ditugaskan di daerah itu. Rendahnya minat guru untuk mengadu nasib di daerah terpencil, juga disebabkan beberapa faktor. Misalnya mahalnya harga keperluan sehari-hari, sulitnya alat transportasi, gaji yang terlambat, bahkan terbatas peluang untuk mendapatkan pengembangan karirnya. Oleh karena itu untuk menjadi guru di daerah seperti itu perlu adanya keeklasan dan penuh sukacita, dan kesiapan mental dari guru tersebut.
4.      Keterbatasan Ruang Kelas
Di daerah yang jumlah muridnya sangat sedikit, tidak memerlukan ruang kelas lebih banyak. Tetapi, di daerah lain meskipun sudah mempunyai ruang kelas sesuai dengan jumlah tingkatan kelas, masih belum cukup karena jumlah rombongan belajar lebih besar.
Nah untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu menggabungkan dua atau lebih klas yang diasuh atau dibimbing oleh seorang guru. Dengan demikian PKR diperlukan.
5.      Kehadiran guru
Ketidak hadiran guru , bukan saja dialami oleh sekolah di daerah terpencil, di kota besar pun juga mengalaminya. Seperti di Jakarta, musibah banjir dapat menghambat kehadiran guru untuk melaksanakan tugasnya. Guru yang tidak kena musibah harus mengajar kelas yang tidak ada gurunya. Belum lagi alasan lain misalnya sakit, cuti, atau ada kegiatan berberkaitan meningkatkan professional dan kualifikasi guru.


C.     TUJUAN, FUNGSI, DAN MANFAAT PKR
Tujuan,Fungsi,Dan Manfaat Pembelajaran Kelas Rangkap  Dapat dikaji dari empat aspek sebagai berikut;
1.         Kuantiti dan Ekuiti
Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, PKR memungkinkan kita untuk memenuhi asas kuantiti(jumlah) dan ekutiti(pemerataan). Dengan jumlah guru yang kita miliki saat ini, kita dapat memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang lebih luas dan mencakup jumlah murid yang lebih besar jumlahnya, disamping itu kita mampu memberikan layanan yang lebih merata.
2.         Paedagogis
Sudah seringkali bahwa pendidikan kita dikritik sebagai system yang belum mampu menghasilkan lulusan atau tenaga kerja yang mandiri. Lulusan kita dinilai kurang kreatif, bahkan cenderung pasif dan mudah menyerah. Pengalaman sejumlah negara yang mempraktikkan PKR menunjukkan bahwa, strategi ini mampu meningkatkan kemandirian murid. Apabila Anda mempelajari lebih lanjut pembahasan unit-unit dalam PKR, maka Anda akan menyimak bahwa seorang guru dalam PKR akan berusaha agar murid aktif dan mandiri.
3.         Keamanan
Dengan pendekatan PKR, pemerintah dapat mendirikan SD di lokasi yang mudah dijangkau oleh anak. Dengan demikian kekawatiran orang tua terhadap keselamatan anaknya berkurang. Mengunjungi SD yang jauh dapat menyebabkan anak terlambat masuk sekolah, meningkatnya pengulangan kelas atau putus sekolah. Bahkan mungkin saja terjadi kecelakaan pada saat murid pergi atau pulang sekolah.
4.         Ekonomis
PKR memungkinkan pemerintah dan masyarakat dapat mengurangi biaya pendidikan. Betapa tidak, dengan seorang guru atau beberapa guru saja prosespembelajaran dapat berlangsung. Demikian juga dengan satu ruang atau beberapa ruang kelas, proses pembelajaran tetap dapat berlangsung. Jadi secara ekonomis biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat akan lebih kecil. Oleh karena itu, dengan jumlah dana pendidikan yang sama, perluasan pelayanan pendidikan dapat diberikan hingga ke daerah yang sulit, kecil, dan terpencil sekalipun.

D.    PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI PKR
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang perlu dikuasai oleh guru SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR mengikuti prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, seperti bentuk-bentuk pembelajaran yang lain.
Pembelajaran mengandung makna yang berbeda dari kegiatan belajar- mengajar. Pada kegiatan belajar-mengajar, mengandung makna ada guru yang memungkinkan terjadinya belajar. Sedangkan pada pembelajaran, kegiatan belajar dapat terjadi dengan atau tanpa guru. Artinya, murid dapat belajar dalam berbagai situasi tanpa tergantung pada guru. Misalnya, murid dapat belajar dari buku, berdiskusi dengan teman atau mengamati sesuatu. Tetapi perlu diingat bahwa dalam pembelajaran peran guru sangat penting, misalnya pada awal, saat kegiatan, atau akhir kegiatan.
Disamping prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, PKR mempunyai prinsip khusus sebagai berikut:
1.         Keserempakan Kegiatan Pembelajaran
Dalam PKR guru menghadapi dua kelas atau lebih pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, prinsip utama PKR adalah kegiatan belajar mengajar terjadi secara bersamaan atau serempak. Kegiatan yang terjadi secara serempak itu harus bermakna, artinya kegiatan tersebut mempunyai tujuan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum atau kebutuhan murid dan dikelola dengan benar. Dengan demikian, jika ada kegiatan yang dikerjakan murid hanya untuk mengisi kekosongan saja , maka bukan PKR yang diharapkan.
2.         Kadar Waktu Keaktifan Akademik (WKA) tinggi.
Selama PKR berlangsung, murid aktif menghayati pengalaman belajar yang bermakna. PKR tidak memberi toleransi pada banyaknya WKA yang hilang karena guru tidak terampil mengelola kelas. Misalnya, waktu tunggu yang lama, pembentukan kelompok yang lamban, atau pindah kelas yang memakan waktu. Makin banyak waktu yang terbuang, maka makin rendah kadar WKA. Namun perlu Anda ingat, bahwa WKA tinggi tidak selalu berkadar tinggi. Kualitas pengalaman belajar yang dihayati murid sangat menentukan WKA. Kualitas dan lamanya kegiatan berlangsung menentukan tinggi rendahnya kadar WKA.
3.         Kontak Psikologis guru dan murid yang berkelanjutan
Dalam PKR, guru harus selalu berusaha dengan berbagai cara agar semua murid merasa mendapat perhatian dari guru secara terus-menerus. Agar mampu melakukan hal ini, guru harus menguasai berbagai teknik. Menghadapi dua kelas atau lebih pada saat yang bersamaan dan kemudian mampu meyakinkan murid bahwa guru selalu berada bersama mereka, bukan pekerjaan yang mudah. Guru harus mampu melakukan tindakan instruksional dan tindakan pengelolaan yang tepat. Tindakan instruksional adalah tindakan yang langsung berkaitan dengan penyampaian isi kurikulum, seperti menjelaskan, memberi tugas, atau mengajukan pertanyaan. Tindakan pengelolaan adalah tindakan yang berkaitan dengan penciptaan dan pengembalian kondisi kelas yang optimal. Misalnya, menunjukkan sikap tanggap dan peka, mengatur tempat duduk, memberi petunjuk yang jelas atau menegur murid.
4.         Pemanfaatan Sumber Secara Efisien
Sumber dapat berupa peralatan/sarana, orang dan waktu. Agar terjadi WKA yang tinggi, semua jenis sumber harus dimanfaatkan secara efisien. Lingkungan, barang bekas, dan segala peralatan yang ada di sekolah dapat dimanfaatkan oleh guru PKR. Demikian dengan orang dan waktu. Murid yang pandai dapat dimanfaatkan sebagai tutor. Waktu harus dikelola dengan cermat sehingga menghasilkan WKA yang berkadar tinggi.
Disamping keempat prinsip yang telah disebutkan, masih ada satu prinsip lagi yang perlu dikuasai guru PKR, yaitu membiasakan murid untuk mandiri. Apabila guru mampu menerapkan keempat prinsip di atas, maka murid akan terbiasa mandiri. Kemampuan murid untuk belajar mandiri akan memungkinkan guru PKR mengelola pembelajaran secara lebih baik sehingga kadar WKA menjadi semakin tinggi.

RANGKUMAN
Merangkapan kelas masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya akibat kekurangan guru. Namun demikian, perangkapan kelas bukan saja dialami oleh Negara yang sedang berkembang saja. Di Negara majupun, seperti di Amerika Serikat, Australia, Inggris dsb. Jadi Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), dianggap suatu hal yang wajar saja. Ada sejumlah alasan alasan , selain kekurangan guru, mengapa PKR terjadi antara lain karena faktor geografis, demografis, dan terbatasnya ruang kelas.
Disamping itu, ada sejumlah alasan lain, yaitu alasan yang lebih memusatkan pada keuntungan dari pada kerugiannya. Antara lain, jika dilihat dari aspek pedagogis, PKR lebih mendorong kemandirian murid. Dari aspek ekonomis, PKR lebih efisien. Dengan PKR pemerintah dapat mendirikan sekolah-sekolah kecil dimana-mana, sehingga setiap anak Indonesia berkesempatan untuk lulus dari SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR mengikuti prinsip- prinsip pembelajaran secara umum. Namun secara khusus PKR mempunyai prinsip-prinsip yang harus dikuasai oleh guru PKR. Prinsip itu adalah: 1) Keserempakan kegiatan belajar-mengajar, 2) Kadar tinggi waktu keaktifan akademik(WKA), 3) Kontak psikologis guru dan murid yang berkelanjutan, 4) Pemanfaatan sumber secara efisien, dan 5) Kebiasaan untuk mandiri.






Sub Unit 2
Gambaran PKR yang Ideal dan
Praktik yang Terjadi di Lapangan

A.    PRAKTIK MENGAJAR KELAS RANGKAP DI LAPANGAN
Bacalah dengan baik peristiwa yang disajikan dalam kotak 1, yang merupakan hasil pengamatan di sebuah SD dimana seorang guru sedang mengajar kelas rangkap.
Kotak I
Ibu Indri (bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari kedua kelas tersebut berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih bersebelahan. Pelajaran dimulai pukul 07.30. Ibu Indri pertama masuk di kelas 3 dan mulai mengabsen muridnya. Tiba-tiba Nico baru saja datang, dialog terjadi karena keterlambatan salah satu murid tersebut.
Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan pelajaran matematika. Sekali-kali berhenti dan bertanya pada murid apakah ada yang belum dimengerti. Kemudian ia memberi soal-soal dipapan tulisSetelah itu, Ibu Indri masuk ke kelas 5. Di kelas 5 ia juga mengabsen murid dengan cara yang tidak berbeda dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Bahkan terjadi dialog yang agak panjang karena Salma salah satu murid kelas 5 tidak hadir. Beberapa musid ditanya bu Indri tidak ada yang mengetahui keberadaan Salma. Tapi tiba-tiba Martha cerita kalau pulang sekolah kemarinbersama Salma, ia badannya panas dan hidungnya mengeluarkan darah.
Kemudian bu Indri menjelaskan pelajaran bahasa Indonesia untuk hari itu. Seperti yang dilakukan di kelas 3 tadi, setelah bu Indri menjelaskan dan memberi kesempatan bertanya pada murid-murid kelas 5 lalu menulis beberapa soal dipapan tulis dan menyuruh para murid mengerjakannya secara individual.
Ibu Indri kembali lagi ke kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai mengerjakan soal matematika. Kemudian bu Indri menyuruh beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan mengerjakan soal matematika dan secara bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa jawaban murid. Semua murid dianjurkan untuk mencocokkan dengan jawaban di papan tulis. Sebelum istirahat bu Indri kembali memberi soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri kembali masuk ke kelas 5. Apa yang dilakukan di kelas 5 sama saja dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Mula-mula murid disuruh maju ke depan mengerjakan soal,memeriksa bersama dan pada akhirnya murid disuruh mencocokkan pekerjaannya dengan jawaban di papan tulis. Bu Indri kembali memberi soal untuk dikerjakan di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa Indonesia hari itu.
Setelah Anda selesai membaca dengan seksama mengenai praktik pembelajaran yang dilakukan bu Indri. Dapatkah Anda menarik kesimpulan ? Apakah ciri-ciri dari pembelajaran yang dilaksanakan bu Indri dan apakah kelemahan dari pembelajaran tersebut? Bagus! Baiklah marilah kita simak penjelasan-penjelasan berikut ini. Bu Indri sebenarnya tidak melakukan pembelajaran kelas rangkap. Bu Indri melakukan pembelajaran bergilir. Ia mengajar secara bergilir dari kelas yang satu ke kelas lain dan kembali lagi. Kegiatan belajar mengajar berlangsung tidak serempak. Apa yang dilakukan bu Indri di kelas 3 dan di kelas 5 hampir tak ada bedanya, materinya memang berbeda tetapi strategi pembelajarannya sama. Hal ini berarti bahwa bu Indri melakukan pembelajaran duplikasi.
Bila kita cermati illustrasi pada kotak 1, bagaimana bu Indri memulai pelajaran? ya betul, bu Indri mengabsen murid bahkan pada saat ada murid yang tidak hadir terjadi dialog panjang dengan murid-murid lain. Belum waktu yang hilang pada saat bu Indri mondar-mandir. Tanpa disadari oleh bu Indri telah terjadi pemborosan waktu. Bahkan pada saat bu Indri masuk di kelas 3, murid kelas 5 menungggu agak lama. Hal tersebut dapat juga mengakibatkan murid kehilangan semangat untuk belajar.
Pembelajaran berlangsung seragam, dalam waktu yang sama dan untuk semua murid. Proses pembelajaranpun berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan, memberi soal, mengerjakan soal, menyuruh murid maju ke papan tulis. Pembelajaran seperti ini terkesan monoton. Meskipun murid-murid ditugaskan untuk mengerajkan soal secara individual dan beberapa murid disuruh mengerjakan di papan tulis, tetapi pembelajaran yang dilakukan oleh bu Indri ini masih jauh dari prnsip-prinsip belajar aktif.
Kontak psikologis antara guru dengan murid sangat terbatas. Guru memang menanyakan kepada murid: “Siapa yang belum mengerti?”, “Siapa yang betul?”. Tetapi pertanyaan seperti itu tidak dapat mendorong siswa untuk aktif, apalagi hampir tidak dijumpai interaksi aktif dan langsung diantara sesame murid. Pertanyaan yang diajukan secara umum tersebut, juga tidak berguna untuk mengetahui kesulitan siswa secara perorangan. Lebih-lebih tidak ada upaya bu Indri untuk mengelilingi kelas dan mendatangi murid yang sedang mengerjakan soal.
Agar Anda dapat membandingkan dengan praktik pembelajaran yang pertama, maka bacalah kembali dengan seksama kesan pada illustrasi berikut ini.

Katak II

Bapak Suruan hari itu memulai pengajarannya di kelas 4. Setelah mengucapkan salam dan mengarahkan murid, kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan. Jam pertama adalah pelajaran IPS. Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan pelajaran IPS dan sementara menulis di papan tulis pak Suruan mengingatkan supaya anak-anak juga mulai menyalin.
Kurang lebih lima belas menit, pak Suruan telah selesai menyalin kemudian mengingatkan anak-anak untuk menyalin dengan rapi dan berpesan jangan ramai karena bapak akan mengajar juga di kelas 5.
Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan memberikan pelajaran IPA, tentu saja waktu untuk kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih lima belas menit. Kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA yang sedang ditulis pak Suruan di papan tulis sampai selesai.
Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi disebabkan karena murid-murid tidak mempunyai buku. Buku milik gurupun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-buku lama. Di sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga, apalagi alat-alat IPA.
Setelah Anda membaca cuplikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh pak Suruan, maka Anda dapat menemukan jawaban mengapa sebagian besar murid-murid di kelas 4 dan kelas 5 tidak dapat membaca? Padahal tulisan mereka banyak yang baik dan rapi.
Kebiasaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin sudah berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan kesempatan untuk membaca. Apakah ketiadaan buku harus diatasi dengan cara menyalin? Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat diupayakan oleh guru?
Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya pak Suruan bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis salah satu bahan ajar sebagai PR. Kemudian esoknya dibagikan kepada semua murid dan kemudian menyuruhnya membaca dengan keras atau dalam hati.
Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai penyebab rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidak mampuan guru dan enggannya guru berupaya lebih keras untuk membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab utamanya. Apalagi bila guru sudah kehilangan hasrat untuk mencari inspirasi/ide-ide agar ia dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi anak didiknya.

B.     PKR YANG IDEAL/YANG DIINGINKAN
        Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang hakekat PKR. Dari uraian
tersebut Anda sudah memahami tentang; definisi PKR, alasan perlunya PKR,
tujuan,fungsi dan manfaat PKR, dan prinsip yang mendasari PKR. Selanjutnya Anda juga telah mengkaji praktiki pembelajaran kelas rangkap yang masih terjadi di sekolah dasar. Praktik tersebut kita nilai masih banyak kelemahan-kelemahan.
Dengan demikian Anda telah mempunyai bayangan bagaimana seharusnya kita
memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.
Baiklah! Mari kita kembali mengkaji ilustrasi tentang PKR yang dilaksanakan di SD. Ilustrasi ini memang bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat menggambarkan unsur-unsur penting dalam PKR sehingga Anda dapat
menyimpulkan perbedaan-perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap
sebelumnya.
Kotak III
Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang mengalami kekurangan guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah yang dialami oleh Pak Theo.
        Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua tingkatan kelas yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang bersamaan. Mata pelajaran kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan kelas 6 mata pelajaran Bahasa Indonesia. Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri. Masing- masing kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid. Papan tulispun digunakan untuk kedua tingkat kelas tersebut.
        Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah dan senyum yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak tentang pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tantang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceriterakan pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu berceritera bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah.
Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wanaca(bahan bacaan) dan meminta agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran. murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tantang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceriterakan pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat
giliran. Winda lalu berceritera bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kali.
        Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wanaca(bahan bacaan) dan meminta agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran.
        Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak Theo. Murid-murid diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan bertanya jika ada yang belum jelas. Sementara murid membaca, Pak Theo memantau setiap kelompok dan mencocokkan jumlah murid yang hadir dengan daftar absent kelas.
        Selama murid-murid bekerja Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan memantau bila ada yang mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat tangan dan menyatakan bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia, kemudian Pak Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk membantu salah satu kelompok di kelas 5 yang sedang menyelesaikan soal matematika, dan satu murid lagi diminta membantu kelompok lain yang juga mengerjakan tugas bahasa Indonesia.
        Wacana/bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat sebuah jembatan dari bamboo secara gotong royong. Berapa jumlah bamboo, tali, berapa lama waktu penyelesaian dengan sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air
naik sekian centimeter, berapa biaya yang diperlukan, berapa persensumbangan masyarakat setempat, dan sebagainya,sengaja dimasukkan dalam wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk bahasa Indonesia, apa arti kata-kata musyawarah mewakili rumpun,curah hujan, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar