Selasa, 12 Juni 2012

Makalah Ahklak, Etika dan Moral


Tugas Makalah
Dosen : Drs. Syamsuriadi
           



Oleh :
KADDING
K: 1540 5922 11
KELAS : I



PROGRAM PENGAKUAN PENGALAMAN KERJA DAN HASIL BELAJAR (PPKHB)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karna atas karunia-Nya semata sehingga punyusunan makalah masalah pengertian akhlak, etika, dan moral ini dapat diselasaikan dengan baik.
Tugas makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kepada siswa tentang akhlak, etika, dan moral terhadap lingkungan masyarakat.
Setiap subbab telah dilengkapi dengan ringkasan dan konsep penting yang harus di pahami oleh siswa.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah yang akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang membacanya.
Terima Kasih.




                                                                                                Masamba, 15 September 2011

Penulis







                                                                                                                                                   i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................................            i
Daftar Isi.........................................................................................................................            ii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................            1
A.    Latar Belakang Masalah.............................................................................             1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................            1
C.     Tujuan Penulisan........................................................................................             1
BAB II: PEMBAHASAN.............................................................................................             2
A.    Akhlak……………………………….......................................................              2
1.      Pengertian Akhlak …………………………………………………..              2
2.      Ruang Lingkup Akhlak………………………………………………             4
3.      Al-Qur’an Pembinaan Akhlak Mulia…………………………………             4
4.      Aqidah mencorakkan Akhlak…………………………………………            6
5.      Nilai-Nilai mutlak dan Relatif…………………………………………           10
6.      Model Akhlak Al-Qur’an……………………………………………...           11
7.      Akhlak Terhadap Sesama Islam…………………………….………...            13
8.      Al-Qur’an Sumber Akhlak Mulia…………..…………………………            15
B.     Etika……………………………………………………………………….                   16
C.     Moral……………………………………………..………………………..           17
BAB III: PENUTUP.......................................................................................................            19
A.    Kesimpulan................................................................................................              19
B.     Saran..........................................................................................................              19
Daftar Pustaka





                                                                                                                                                     ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Secara etimologis (lughat) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khulaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk. Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya". Prof. KH. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa menimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur’an dan assunah, bagi etika standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat. Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, etika dan moral.

B.           Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan akhlak?
2.      Apa yang dimaksud dengan etika?
3.      Apa yang dimaksud dengan moral?

C.          Tujuan masalah
1.      Memahami apa yang dimaksud dengan akhlak, etika, dan moral
2.      Mampu mengidentifikasi akhlak, etika, dan moral
3.      Mampu memahami dan menerapkan akhlak, etika, dan moral dalam masyarakat.



                                                                                                                                                      1
BAB II
PEMBAHASAN
A.          AKHLAK 
1.            Pengertian
Secara etimologis (lughat) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khulaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Prof. KH. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa menimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Definisi-definisi akhlak dapat dilihat pada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1.            Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya
2.            Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran
3.            Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar
4.            Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5.            Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan ikhlas semata karena Allah swt, bukan karena ingin mendapat pujian.
Ada   dua   pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni  khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi  pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio
                                                                                                                                                      2
dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.
Dalam persepktif pendidikan Islam, pendidikan akhlak al-karimah adalah faktor penting dalam pembinaan umat oleh karena itu, pembentukan akhlak al-karimah dijadikan sebagai bagian dari tujuan pendidikan. Pendapat Atiyah al-Abrasyi, bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan mencapai kesempurnaan akhlak merupakan tujuan pendidikan Islam.

                                                                                                                                             3
2.         Ruang Lingkup Akhlak
Secara rinci akhlak dalam Islam dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1.     Akhlak manusia terhadap al-khaliq
2)     Akhlak manusia terhadap dirinya sendiri
3)     Akhlak manusia terhadap sesamanya
4)     Akhlak manusia terhadap alam lingkungannya.
Yunahar Ilyas membagi pembahasan akhlak dengan enam bagian, yaitu:
1)     Akhlak terhadap Allah swt.
2)     Akhlak terhadap Rasulullah saw.
3)     Akhlak pribadi
4)     Akhlak dalam keluarga
5)     Akhlak bermasyarakat
6)     Akhlak bernegara
Prinsip akhlak dalam Islam yang paling menonjol adalah bahwa manusia dalam melakukan tindakan-tindakannya, ia mempunyai kehendak-kehendak dan tindakan melakukan sesuatu. Ia harus bertanggung jawab atas semua dilakukannya dan harus menjaga perintah dan larangan akhlak. Tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab pribadi

3.         Al-Quran Pembina Akhlak Mulia 
AKHLAK ialah tingkahlaku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada keperibadiannya. Nilai-nilai dan sikap itu pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya terhadap hidup. Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan sikap itu terpancar daripada aqidahnya iaitu gambaran tentang kehidupan yang dipegang dan diyakininya.

       Aqidah yang benar dan gambaran tentang kehidupan yang tepat dan tidak dipengaruhi oleh kepaisuan, khurafat dan falsafah-falsafah serta ajaran yang paisu, akan memancarkan nilai-nilai benar yang murni di dalam hati. Nilai-nilai ini akan mempengaruhi pembentukan sistem akhlak yang mulia. Sebaliknya, jika aqidah yang dianuti dibina di atas kepalsuan dan gambarannya mengenai hidup bercelaru dan dipengaruhi oleh berbagai-bagai fahaman paisu, ia akan memancarkan nilai-nilai buruk di dalam diri dan mempengaruhi pembentukan akhlak yang buruk.
Akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan dua jenis tingkahlaku yang berlawanan dan terpancar daripada dua sistem nilai yang berbeza. Kedua-duanya memberi kesan secara langsung kepada kualiti individu dan masyarakat. lndividu dan masyarakat yang dikuasai dan dianggotai oleh nilai-nilai dan akhlak yang baik akan melahirkan individu dan masyarakat yang sejahtera. Begitulah sebaliknya jika individu dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan tingkahlaku yang buruk, akan porak peranda dan kacau bilau. Masyarakat kacau bilau, tidak mungkin dapat membantu tamadun yang murni dan luhur.
Sejarah membuktikan bahawa sesebuah masyarakat itu yang inginkan kejayaan bermula daripada pembinaan sistem nilai yahg kukuh yang dipengaruhi oleh unsur-unsur kebaikan yang terpancar daripada aqidah yang benar. Masyarakat itu runtuh dan tamadunnya hancur disebabkan keruntuhan nilai-nilai dan akhlak yang terbentuk daripadanya. Justeru itu, akhlak mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan dan dalam memelihara kemuliaan insan serta keluhurannya. Martabat manusia akan menurun setaraf haiwan sekiranya akhlak runtuh dan nilai-nilai murni tidak dihormati dan dihayati.
Para sarjana dan ahli fikir turut mengakui pentingnya akhlak di dalam membina keluhuran peribadi dan tamadun manusia. akhlak yang mulia menjadi penggerak kepada kemajuan dan kesempurnaan hidup. Sebaliknya, akhlak yang buruk menjadi pemusnah yang berkesan dan perosak yang meruntuhkan kemanusiaan serta ketinggian hidup manusia di bumi ini.
Kepentingan akhlak dalam kehidupan dinyatakan dengan jelas dalam. Al-Ouran menerusi berbagai-bagai pendekatan yang meletakkan al-Ouran sebagai sumber pengetahuan mengenai nitai dan akhlak yang paling terang dan jelas. Pendekatan al-Quran dalam menerangkan akhlak yang mulia, bukan pendekatan teoritikal tetapi dalam bentuk konseptual

dan penghayatan. akhlak yang mulia dan akhlak yang buruk digambarkan dalam perwatakan manusia, dalam sejarah dan dalam realiti kehidupan manusia semasa, al-Ouran diturunkan.
Al-Quran menggambarkan bagaimana aqidah orang-orang beriman, kelakuan mereka yang mulia dan gambaran kehidupan mereka yang penuh tertib, adil, luhur dan mulia. Berbanding dengan perwatakan orang-orang kafir dan munafiq yang jelek dan merosakkan. Gambaran mengenai akhlak mulia dan akhlak keji begitu jelas dalam perilaku manusia blepanjang sejarah. Al-Quran juga menggambarkan bagaimana perjuangan para rasul untuk menegakkan nilai-niiai mulia dan murni di dalam kehidupan dan bagaimana mereka ditentang oleh kefasikan, kekufuran dan kemunafikan yang cuba menggagalkan tertegaknya dengan kukuh akhlak yang mulia sebagai teras kehidupan yang luhur dan murni itu.
Sebagaimana yang disebutkan sebelum ini, nilai-nitai akhlak yang dipegang oleh seseorang dan sesuatu kebudayaan itu adalah hasil daripada aqidah dan gambaran tentang kehidupan itu. Pembentukan nilai-nilai akhlak itu bergantung kepada bagaimana manusia memberikan jawapan kepada pertanyaan-pertanyaan yang asasi dalam hidup. Siapakah yang mencipta alam ini dan apakah tujuannya? Apakah tujuan manusia ditempatkan di bumi dan apakah tujuan dan matiamatnya yang sebenar? Jawapan-jawapan kepada persoalan asas mengenai kehidupan ini akan menentu dan mencorak nilai-nilai akhlak yang dimiliki oleh seseorang atau sesuatu kebudayaan. Oleh kerana terdapat berbagai- bagai jawapan kepada persoalan tersebut, maka terdapat berbagai sistem nilai di dalam masyarakat manusia yang mencorakkan berbagai sikap dan tingkahlaku yang membentuk berbagai-bagai kebudayaan.
Al-Quran telah memaparkan berbagai golongan yang memberi jawapan berbeza kepada persoalan-persoalan asasi kehidupan yang membentuk konsepsi dan aqidah mengenai kehidupan ini. Terdapat aqidah orang-orang beriman, aqidah orang-orang kafir, aqidah orang-orang fasik dan aqidah orang-or-ang munafiqin.
Aqidah orang-orang beriman dinyatakan dalam al-Ouran seba^gai orang-orang yang beriman kepada Allah S.W.T, kepada Rasul-Nya, kepada keagungan Allah yang mencipta dan memiliki alam ini. Mereka yakin kepada hari akhirat, yakin bahawa kejadian Allah tidak terbatas kepada alam lahir sahaja dan kejadian Allah itu tidak terbatas dalam lingkungan

yang dapat diketahui oleh manusia. Kerana itu mereka percaya kepada kejadian Allah yang ghaib, seperti malaikat, gyurga, neraka dan adanya makhluk-makhiuk Allah yang lain yang

tidak diketahui oleh manusia dan pengetahuan manusia tidak menjadi syarat bagi menentukan sesuatu kejadian Allah harus ada atau tidak ada. Allah S.W.T bebas mengikut kehendak-Nya, untuk mencipta atau tidak mencipta sesuatu yang ada di dalam ilmu-Nya.
Aqidah ini menyebabkan orang-orang beriman sentiasa bergantung harap kepada Allah S.W.T dan tidak bergantung harap kepada yang lain daripada-Nya. Tujuan hidup manusia di dunia ini ialah untuk beribadah kepada Allah S.W.T. dan setiap tindak tanduk dan kelakuan serta tindakannya adalah untuk mendapatkan keredhaan Allah S.W.T. Keredhaan Allah dan beribadat kepada Allah S.W.T. menjadi tumpuan dan pemusatan setiap aspek kegiatannya.
Pergantungan semata-mata kepada Allah memberikan kepada seorang mu'min itu kebebasan dan tidak terikat kepada mana-mana kuasa lain daripada Allah S.W.T. Daripada perasaan inilah tercetusnya pengakuan seorang muslim bahawa "Tiada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya melainkan Allah S.W.T."
Manusia beriman yang sebenarnya, tidak mungkin menyembah kepada yang lain daripada Allah S.W.T., tidak mempeduangkan sesuatu yang dicipta oleh mana-mana kuasa selain dadpada yang ditentukan di dalam agama Allah S.W.T. Allah S.W.T. bagi mereka adalah Tuhan Yang Maha Sempuma, Maha berkuasa dan kepada Dialah tumpuan segala ibadah dan segala yang baik sama ada niat dan amalan. Lihatiah bagaimana pendirian yang bebas, tegas dan berani yang ditunjukkan oleh seorang mu'min yang sejati Rab'i bin Amir ketika berhadapan dengan raja Rum, yang bermaksud:
'Allah sesungguhnya mengutus kami untuk membebaskan sesiapa yang dikehendaki-Nya daripada menyembah sesama hamba kepada menyembah hanya kepada Allah, daripada kesempitan dunia kepada keluasannya dan keluasan akhirat daripada kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam.'
Seorang mu'min berjiwa bebas, tetapi bukan sebagai debu berterbangan di udara. Kebebasan seorang mu'min sentiasa mendapat panduan dan bimbangan. Justeru itu ia tidak berkelana dan hidup tanpa tujuan. la sentiasa bergerak bebas dengan memiliki peta yang

menunjukkan haluan pergerakan dan perjalanannya. la sentiasa bertindak mengikut petunjuk Allah dan berpandu kepadanya.
Seorang mu'min berperasaan halus dan berhati lembut kerana keyakinannya bahawa ia adalah hamba kepada Allah S.W.T. Segala perbuatannya akan dinilai dan dihitung serta diberikan balasan atau ganjaran dengan adil dan saksama. Wawasannya, tidak semata-mata untuk mendapatkan habuan dan ganjaran di dunia, tetapi juga di akhirat. Tentunya, ganjaran di akhirat adalah lebih baik dahapda di dunia. Kerana itu, ia sanggup mengorbankan kurniaan Allah di dunia, untuk mendapatkan kurniaan Allah di akhirat.
Aqidah dan pandangan hidup yang asas ini, memancarkan nilai-nilai yang murni dalam jiwa orang-orang beriman. Nilai-nilai ikhias untuk Allah S.W.T. dan tidak tunduk beribadah melainkan kepada Allah S.W.T adalah merupakan nilai yang agung yang membentuk akhlak yang murni dan jiwa yang luhur dalam kehidupan orang-orang beriman. ]a membentuk akhlak terhadap Allah S.W.T. dan akhlak terhadap sesama manusia.
Hubungan manusia dengan Allah S.W.T dan kelakuannya terhadap Allah S.W.T. ditentukan mengikut nilai-nilai aqidah yang ditetapkan. Begitu juga akhlak terhadap manusia dicorakkan oleh nilai-nilai aqidah seorang muslim, sepertimana yang ditetapkan didalam al-Ouran yang merupakan ajaran dan wahyu daripada Allah S.W.T Pergaulan manusia dengan manusia tidak boleh disamakan dengan perhubungan manusia dengan Allah S.W.T.
Aqidah dan pegangan seorang beriman berbeza dengan aqidah dan pegangan seorang kafir. Justeru itu nilai-nilai dan akhlak juga berbeza. Al-Quranmemaparkan aqidah dan pegangan orang-orang kafir dalam berbagai kategori, justeru terdapat berbagai bentuk kekufuran yang beriaku di kalangan umat manusia. Antara kekufuran yang beriaku disebabkan mereka menolak ajaran yang benar yang dibawa oleh utusan Allah S.W.T. dan mereka menafikan kerasulan utusan itu. Allah S.W.T berfirman yang bermaksud:
"Maka berkata pembesar-pembesar yang kafir itu dari kalangan bangsanya, ini tidak lain daripada manusia seperti kamu. ]a hendak menonjoikan diri supaya lebih daripada kamu. Jika Allah hendak turunkan utusan, Dia akan turunkan malaika t Kita tidak mendengar dati bapa -bapa kita yang terdahulu mengenai ini (utusan Allah dari kalangan manusia). (al-Mu'minun: 24)

       Kekufuran juga beriaku kerana tidak percayakan hari akhirat. Kerana percaya bahawa tidak ada kehidupan selepas mati, mereka hidup berfoya-foya di dunia ini tanpa memikirkan

seksaan di akhirat. Bagi mereka seperti yang dinyatakan oleh al-Quran "kehidupan ini cuma di dunia". Manusia dilahirkan dan kemudian mati, mereka tidak dibangkitkan kembali, seperti kata mereka yang bermaksud:
"Kehidupan kita tidak yang lain daripada kehidupan di dunia. Daripada tiada kita ada dan hidup. Apabila mati kita tidak dibangkitkan lagi.
Maksudnya: "Dan berkata pembesar-pembesar dari bangsanya yang kafir dan mendustakan kehidupan akhirat dan kamijadikan berfoya-foya dalam kehidupan mereka di dunia, orang ini, hanyalah seorang manusia seperti kamu. fa makan dari apa yang kamu makan dan minum dari apa yang kamu minum '. (al-Mu'minun: 33)
Kekufuran juga beriaku disebabkan sifat bongkak dan sombong serta ingkar kepada perintah Allah dan angkuh terhadapnya. Allah berfirman mengenai kekufuran Iblis yang bermaksud:
"Dan ketika kami berkata kepada malaikat sujudiah kepada Adam. Mereka pun sujud, kecuali lblis. la ingkar dan takabur dan ia daripada orang-orang kafir.
Aqidah orang-orang kafir yang sombong terhadap Allah S.W.T, yang tidak percaya kepada para rasul yang diutus oleh Allah dan ajaran-ajaran yang mereka bawa, yang tidak percaya kepada hari akhirat dan tidak patuh kepada hukum-hukum Allah dengan ingkar kepada hukum-hukum itu, membentuk nilai-nilai kelakuan dan cara hidup yang menjurus ke arah kehidupan yang tidak berakhlak mulia dan luhur. Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud: "Dan orang-orang yang kafir meni'mati kesenangan didunia serta mereka makan minum sebagaimana binatang-binatang temak makan minum, sedang nerakalah menjadi tempat tinggal mereka.' (Muhammad: 12)
Mereka tidak mempunyai matiamat yang murni dan abadi dalam kehidupan mereka. Kehidupan ini bagi mereka mencari makan, mencari harta dan berfoya-foya semata-mata untuk di atas dunia ini. ltulah sahaja kehidupan mereka. Selain dadpada itu, tiada matiamat


yang jauh yang hendak dituju. Pandangan dan cara hidup mereka ini, sudah tentu mempengaruhi pembentukan akhlak mereka yang pincang dan bercelaru.
Satu lagi aqidah kekufuran yang berbahaya ialah munafiq yang "pepat di luar rencung di
dalam,' "telunjuk lurus kelingking berkait.' Bahaya kekufuran ini sangat dahsyat kerana sikap pemusuhan dan dendam mereka terhadap orang-orang yang beriman. Gambaran mengenai aqidah mereka penuh dengan gambaran kepura-puraan. Mereka mengaku beriman, tetapi mereka sebenarnya tidak beriman. Mereka berpura-pura percaya kepada Nabi s.a.w. yang diutus oleh Allah S.W.T. tetapi dalam hati mereka benci dan memusuhi baginda. Mereka memandang rendah kepada ajaran Nabi s.a.w. dan sering mempertikaikan ajaran itu. "Dan di kalangan manusia ada yang berkata kami beriman dengan Allah dan Hari akhirat Pada hal mereka bukan datipada orang-orang beriman. (al-Baqarah : 8)
Aqidah munafiqin, melahirkan sifat-sifat dan kelakuan-kelakuan keji yang mewakiii akhlak yang buruk. Untuk menyembunyikan kekufuran, mereka berdusta, memutar belitkan kebenaran, memungkid janji dan mengkhianati amanah. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Tiga perkara yang sesiapa yang mempunyainya di dalam diri maka ia adalah munafiq. Apabila bercakap ia dusta, apabila bedanji tidak dikotakan apabila diberi amanah ia khianat. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Selain daripada memaparkan konsep dan penghayatan akhlak secara konsepsi dan praktikal dan membezakan antara akhlak orang- orang yang beriman dan orang-orang kafir berasaskan kepada perbezaan aqidah mereka, al-Ouran menghuraikan pengertian akhlak Islam yang didokong dan dihayati oleh orang-orang beriman. akhlak Islam dijelaskan berdasarkan kepada model insan kamil yang terdapat dalam did Rasuluilah s.a.w. yang telah merealisasikan pengertian akhlak al-Quran dalam kehidupan yang realistik. Rasuluilah s.a.w. dikatakan sebagai al-Quran yang berjalan. Aishah ra. berkata 'Adapun akhlakbaginda ialah al-Ouran' ' Kerana itu nilai-nilai asas yang membentuk akhlak Islam ialah nilai-nilai mutlak. Nilai-nilai asas ini, tidak bersifat relatif atau nisbi. Nilai-nilai asas yang membentuk akhlak Islam, tidak berubah-ubah mengikut zaman dan tempat. la tidak hanya baik pada masa yang lalu dan tidak baik untuk masa sekarang. Apa yang diperakukan oleh al-Quran dan al-Sunnah sebagai baik, maka ia adalah baik untuk sepanjang zaman dan tempat. Apa yang dianggap


tidak balk, maka ia adalah tidak baik untuk selama-lamanya. Apa yang baik adalah haial dan yang buruk dan tidak baik itu adalah haram. Perkara haial dan yang haram diterangkan dengan jelas.
Nilai-nilai yang baik dan buruk diprogramkan ke dalam hukum-hukum yang
menentukan sama ada sesuatu perkara itu boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan, yang mesti dilakukan atau mesti dilakukan atau mesti ditinggalkan atau dijauhkan. Hukum-hukum itu ialah wajib, sunat, haram dan makruh. Perkara-perkara yang telah diprogramkan ke dalam hukum-hukum ini adalah mutlak sifatnya. Akan tetapi perkara-perkara yang termasuk dalam perkara harus adalah relatif sifatnya.
Nilai-nilai akhlak Islam, berbeza dengan nilai-nilai tamadun Barat yang semata-mata bergantung kepada aka] dalam menentukan nilai-nilai baik dan tidak baik. Kerana itu, kebanyakan nilai-nilai dalam tamadun barat bersifat relatif. Pada hari ini ia difikirkan sebagai baik dan di masa yang lain ia ditolak sebagai baik. Begitu juga yang dipandang buruk pada hari ini, tidak lagi dianggap demikian pada masa yang lain. Homoseksual dan Lesbian, dahulu dianggap haram dan tidak baik. Sebaliknya hari ini perbuatan itu dihalaikan dan dibenarkan sebagai legal serta mendapat hak-hak dan periindungan perundangan. Kenisbian nilai-nilai akhlak ini, menimbulkan huru hara nilai yang mengakibatkan kepincangan akhlak.
Rasuluilah s.a.w., adalah contoh seorang hamba Allah yang bersyukur iaitu contoh berakhlak mulia dan tinggi dalam hubungan dengan Allah S.W.T. lni berasaskan kepada peribadahan yang dilakukannya dengan penuh ikhias mengikut sistem peribadahan yang ditentukan oleh Allah S.W.T. Allah S.W.1 berfirman yang bermaksud: "Mereka tidak diperintahkan melainkan untuk beribadah kepada Allah dengan ikhias serta mempunyai sistem agama-. (al-Bayyinah: 5)
Orang-orang kafir musyrik yang beribadah kepada yang lain daripada Allah S.W.T. adalah manusia yang tidak berakhlak dan beriaku biadab terhadap Allah S.W.T Abu Lahab, Firaun, Namrud dan lain-lain adalah contoh manusia yang tidak berakhlak dan biadab terhadap Allah S.W.T. Mereka takbur, bongkak dan sombong. Mereka melakukan kemungkaran, kezaliman dan kerosakan di bumi akibat daripada kesyirikan mereka terhadap Allah. Nilai-nilai syirik menjadikan mereka manusia yang tidak bermoral dan makhiuk perosak yang meluas seperti di kalangan generasi baru masyarakat barat.



Akhlak Rasuluilah s.a.w. adalah model akhlak-akhlak mulia yang dihurai dan dijelaskan dalam al-Quran. Keterangan jelas mengenai konsep akhlak mulia dalam al-Quran, bukan sahaja untuk difahami, tetapi untuk dilaksanakan. Contoh kepada penghayatan dan kaedah penghayatan itu ialah kehidupan Rasuluilah s.a.w.

Rasuluilah s.a.w. seorang mu'min yang terulung. Seorang yang telah diasuh dan dipelihara akhlaknya oleh Allah S.W.T. untuk dipelihara akhlaknya oleh Allah S.W.T. untuk dijadikan seorang rasul dan contoh insan kamil yang menjadi ikutan dan teladan sepanjang zaman. Allah S.W.T berfirman yang bermaksud: "Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang sungguh agung". (al-Qalam: 4) Juga firman-Nya yang bermaksud: "Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasuluilah itu contoh ikutan yang baik". (al-Ahzaab; 21)
Rasuluilah s.a.w. dan para sahabat yang bedman dengannya, adalah para hamba Allah S.W.T. yang tekun mengerjakan ibadat dan tunduk khusyu' merendah diri kepada Allah S.W.T. takut dan mengharap kepada-Nya, bertawakal serta bersyukur kepada-Nya. Wajah mereka berbekas kesan daripada sujud. Pada waktu siang mereka menjadi pahlawan gagah membela agama Allah S.W.T. Sedangkan pada waktu malam air mata mereka berlinang kerana insaf dan memohon keampunan daripada Allah S.W.T. Al-Quranmenggambarkan pengabdian mereka kepada Allah S.W.T. dengan firman-Nya yang bermaksud: Nabi Muhammad s.a.w. ialah RasulAilah dan mereka yang bersama dengannya tegas terhadap orang kafir, dan sebaliknya bersikap kasih sayang dan belas kasihan sesama sendiri (umat Islam). Kamu melihat mereka ruku'dan sujud dengan mengharapkan limpah kumia (pahala) dari Tuhan mereka serta mengharapkan keredhaan-Nya. Tanda yang menunjukkan mereka (sebagai orang-orang yang saleh) terdapat pada muka mereka dari kesan sujud". (al-Fath: 29).
Rasulullah s.a.w. paling banyak beribadah dan paling bertaqwa, tanpa melupakan tanggungjawab terhadap kewajipan manusia yang lain. tsteri baginda Aishah hairan kerana baginda begitu tekun beribadah kepada Allah S.W.T. Pada suatu ketika 'Aishah bertanya, mengapa baginda begitu tekun dan kuat beribadah, pada hal Allah S.W.T. sedia mengampuni dosa baginda yang terdahulu dan terkemudian. Rasuluilah s.a.w. menjawab, yang bermaksud: "Tidakkah aku ingin dirinya menjadi hamba yang bersyukur.


Bersyukur adalah akhlak yang tinggi dan mulia dalam hubungan dengan Allah S.W.T. Bersyukur di atas ni'mat yang dikurniakan Allah S.W.T, kemuncak daripada tujuan beribadah. Membentuk diri menjadi hamba Allah yang bersyukur, mercu kejayaan dalam usaha membentuk insan kamil yang meredhai Allah dan diredhai Allah. Kesyukuran itu, menambahkan lagi kesayangan Allah dan sentiasa mendapat tambahan ni'mat-ni'mat Allah S.W.T. Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud: "Demi sesungguhnya, jika kamu
bersyukur, nescaya aku akan tambahi ni'matku kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabku amatiah keras".
Rasuluilah s.a.w. adalah contoh manusia yang bersyukur kepada Allah S.W.T. dan kesyukurannya itu dilafazkan menerusi amalan ibadahnyakepadaallah S.W.T. lni ditambahi pula dengan ingatan yang tidak putus-putus terhadap Allah dan menjadikan seluruh kehidupannya dalam suasana beribadah kepada Allah S.W.T. semata-mata.
Beribadah dalam pengertian bersolat, berzikir, berpuasa dan amalan-amalan kerohanian yang lain dilakukan tanpa mengurangkan tanggungjawab dalam hubungan antara sesama manusia, seperti yang diperintahkan oleh Allah S.W.T. Allah S.W.T menekankan hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia seperti yang dinyatakan-Nya dalam al-Ouran yang bermaksud: "Mereka ditimpakan kehinaan di mana- sahaja mereka berada kecuali dengan adanya sebab dari Allah dan adanya sebab dari manusia". (a-li'lmraan: 112)
Justru itu Al-Quran menggariskan prinsip-prinsip bagi mewujudkan sistem yang mengatur hubungan dengan Allah S.W.T. menerusi ibadah dan taqwa serta sistem yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Sistem ini menjamin jalinan hubungan yang berasaskan akhlak yang dapat membebaskan manusia dari kehinaan dan dapat meningkatkan martabat mereka menuju kemuliaan dan kehormatan.
Pada suatu ketika Rasuluilah s.a.w. mendengar perbualan beberapa orang sahabat mengenai ibadat mereka. Seorang berkata, ia bersembahyang sepanjang malam. Sahabat yang lain pula berkata ia berpuasa sepanjang hari sementara seorang lagi berkata ia tidak berkahwin untuk menumpukan kepada ibadat. Rasuluilah s.a.w. mendengar perbualan mereka lantas berkata, "kamukah yang berkata demikian, demikian. Akulah orang'yang paling bertaqwa dari kalangan kamu. Akan tetapi aku sembahyang dan aku tidur, aku berpuasa dan aku berbuka puasa malah aku mengahwini wanita-wanita".
Tumpuan kepada ibadah khusus dalam menguatkan hubungan dengan Allah tidak seharusnya mengabaikan tanggungjawab dalam hubungan dengan manusia yang juga


merupakan ibadah apabila dilakukan untuk keredhaan Allah serta melaksanakan perintah dan arahannya.

7.      Akhlak Terhadap Sesama Islam
Al-Quran dan al-Sunnah yang menterjemahkan ajaran al-Ouran ke dalam realiti kehidupan, menggariskan akhlak-akhlak mulia dalam hubungan antara sesama orang-orang beriman, secara terperinci.
Hubungan antara sesama orang beriman itu diasaskan kepada persaudaraan. Persaudaraan yang sentiasa digerak dan dihidupkan, diperbaiki dan diperkukuhkan. Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud: "Sebenarnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikaniah diantara dua saudara kamu'. (al-Hujuraat.. 10)
Persaudaraan itu diikat dengan kasih sayang dan cinta mencintai antara satu sama lain. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Perumpamaan orang-orang yang beriman itu dari segi saling berkasih sayang dan berkasihan belas, adalah seperti jasad apabila satu anggota mengadu sakit, membawa seluruh jasad turut berjaga malam dan demam'. (RiwayatAhmad)
Perasaan kasih-sayang terhadap sesama umat islam adalah komponen yang membentuk iman. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya mestilah mengandungi perasaan kasih kepada kedua-duanya. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: 'Tidak beriman seseorang kamu sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih dikasihinya daripada yang lain dari keduanya'. (RiwayatAhmad)
Dalam hubungan ini, kasih kepada orang beriman telah dikaitkan dengan kesempurnaan iman. lni menunjukkan bagaimana pentingnya nilai kasih sayang itu dalam kehidupan dan pergaulan sesama orang-orang beriman. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: 'Tidak sempurna iman seseorang kamu sehinggalah ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya. (Riwayat Ahmad, At-Tirmizi dan AI-Hakim)
Nilai kasih sayang yang disemai dalam diri para mu'min sebagai menyambut arahan Allah dalam al-Quran dan ajaran Rasuluilah dalam sunnahnya. la bertujuan untuk membina dan membentuk akhlak murni di kalangan orang-orang beriman dalam pergaulan antara sesama mereka. Pertemuan dan perjumpaan antara sesama Islam hendaklah dalam keadaan wajah yang berseri-seri dan manis, yang dijelmakan dalam senyuman. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Melemparkan senyuman kepada wajah saudaramu adalah sedekah."  (Riwayat At-Tirmizi).
Ini diikuti dengan mengucap selamat serta memberi salam untuk memulakan hubungan dan pertemuan. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: '...Sebarkantah salam di kalangan kamu". (Riwayat Muslim) Seterusnya, Rasulullah s.a.w. menggariskan peraturan-peraturan memberi salam secara terperinci yang boleh dirujukkan kepada kitab-kitab hadis.
Bagi memupuk perasaan kasih sayang serta memperkukuhkan keimanan, Allah S.W.T dan Rasul-Nya melarang tindakan-tindakan sama ada dengan perbuatan dan perkataan yang boleh membawa kepada terputusnya hubungan persaudaraan dan silaturrahim di kalangan

orang-orang beriman. Begitu juga perlakuan yang buruk yang menjatuhkan martabat dan ketinggian orang-orang beriman.
Allah S.W.T. melarang penyebaran maklumat yang berkaitan dengan keburukan yang dilakukan daiam masyarakat. Walau bagaimanapun Islam memberi kebenaran melakukan pendedahan keburukan yang berkaitan dengan periakuan zalim apabila dibuat di mahkamah semata-mata untuk menegakkan keadilan. Begitu juga saksi dan orang yang teraniaya boleh mendedahkan kezaliman yang dilakukan oleh seseorang untuk menegakkan keadilan. Allah S.W.T berfirman yang bermaksud: "Allah tidak suka kepada perkataan-perkataan buruk yang dikatakan dengan berterus terang melainkan mereka yang dizalimi". (al-Nisaa'.. 148)
Keburukan yang dilakukan oleh seseorang mu'min hendaklah disembunyikan. Jika keburukan itu berkaitan dengan pencabulan terhadap keadilan, ia hendaklah diadili di mahkamah dan dihukum jika thabit kesalahan. Walau bagaimanapun berita mengenai kesalahan dan hukuman yang dikenakan tidak boleh didedah dan disebarkan untuk dijadikan bahan perbualan orang ramai. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Sesiapa yang menutup keaiban seseorang Islam Allah menutup keaibannya didunia dan diakhirat". (Riwayat Muslim, Ahmad dan Abu Daud)
Seterusnya orang-orang yang beriman dilarang berperangai suka menyebarkan berita tanpa dipastikan kebenarannya, suka mencela dan mengkritik, suka melaknat dan mengeluarkan kata-kata buruk dari mulutnya. Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Memadai seseorang itu berdusta apabila ia berbicara tentang apa sahaja yang didengarnya". (Riwayat Muslim)
Mengenai budaya suka mengecam, mengerdik dan melaknat, Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Bukaniah seorang beriman itu seorang yang suka mengecam, suka melaknat, suka mengeluarkan kata buruk dan kesat". (Riwayat Bukhari dan Ahmad)
Orang-orang Islam dilarang menghina sesama orang-orang Islam. Sebaliknya mereka


hendaklah saling hormat menghormati. Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Cukup seseorang itu menjadi jahat dengan ia menghina saudara muslimnya"  (RiwayatAt-Tirmizi) Kewajipan orang Islam terhadap saudara muslimnya yang melakukan kesilapan dan kesalahan ialah memberikan nasihat dan menghukum dengan hukum Allah S.W.T. setelah dibicarakan dan dithabitkan kesalahannya. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud: 'Agama ituialahnasihat".Adayangberkata "untuksiapa ya Rasulullah. Sabdanya "untukailah dan untuk Rasul-Nya untuk pemimpin orang-orang Islam dan orang ramai di kalangan mereka'.  (Riwayat Bukhari)

8.      Al-Quran Sumber Akhlak Mulia
Al-Quran sumber bagi hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang menyusun tingkahlaku dan akhlak manusia. Al-Quran menentukan sesuatu yang haial dan haram, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Al-Quranmenentukan bagaimana sepatutnya kelakuan manusia. Al-Quran juga menentukan perkara yang baik dan tidak baik. Justeru itu al-Quran menjadi sumber yang menentukan akhlak dan nilai-nilai kehidupan ini.
Al-Quran mengharamkan yang buruk dan keji serta melarang manusia melakukannya. Al-Quranmelarang manusia minum arak, memakan riba, bersikap angkuh dan sombong terhadap Allah, satu-satu kaum menghina kaum yang lain. Al-Quran melarang pencerobohan, fitnah dan berbunuhan. Al-Quranmelarang menyebarkan maklumat mengenai perkara-perkara keji.
Al-Quran mengajak manusia supaya mentauhidkan Allah S.W.T., bertaqwa kepada-Nya, mempunyai sangkaan baik terhadap-Nya. Al-Quran juga mengajak manusia berfikir, cinta kepada kebenaran, bersedia menerima kebenaran. Malah mengajak manusia supaya berilmu dan berbudaya ilmu.
Al-Quranjuga mengajak manusia supaya berhati lembut, berjiwa mulia, sabar, tekun, berjihad, menegakkan kebenaran dan kebaikan. Al-Quran mengajak manusia supaya bersatupadu, berkeluarga dan mengukuhkan hubungan silaturrahim.
Jelaslah bahawa al-Ouran menjadi sumber nilai-nilai dan akhlak mulia. Penampilan akhlak mulia dalam al-Ouran, tidak bersifat teoritikal semata-mata, tetapi secara praktikal berdasarkan realiti dalam sejarah manusia sepanjang zaman. Al-Quran adalah sumber yang kaya dan berkesan untuk manusia memahami akhlak mulia dan menghayatinya.



B.           ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan Al-Quran.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia.
Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb.


Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

C.          MORAL
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan

moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Istilah moral senantiasa mengacu kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.




BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
Islam secara umum berarti berserah diri kepada ALLAH secara totalitas. Tunduk dan patuh sepenuhnya kepada perintah-perintah NYA. Ketaatan dan kepatuhan itu diisyaratkan harus lurus, bukan karena terpaksa kepada ALLAH, tuhan semesta alam.
Ketika seseorang menundukkan wajahnya kepada ALLAH dan berserah diri kepada NYA, pada saat itulah ia bersih dari kesombongan dan kepongahan. Jika itu yg ia lakukan, ia akan merasakan kedamaian hidup dalam naungan NYA, terjamin kehidupannya, terbebas dari rasa cemas dan takut.
Karena itu, islam kemudian menjadi sistem yang paling unggul. Ia adalah sistem yg dibawa para nabi berdasarkan wahyu ALLAH. Hukum-hukum yang ada didalamnya adalah hukum-hukum yg bebas dari kekurangan dan keterbatasan.
Sehingga menjadi manusia yang berakhlak, etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur’an dan assunah, bagi etika standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.

B.           SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan-rekan atau pembaca berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
.






DAFTAR PUSTAKA


•    Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
•    Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo    Persada, 2004
•    Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988
(artikel ini disadur dari persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)
·         Aliasppd. Tripod.com pengertian akhlak
·         Depertemen pendidikan nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka
·         http:/id.wikipedia.org/wiki/akhlak
·         Depertemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1989. Bandung. Gema Risalah Press.












4































5


























6


























7


























8


























9


























10


























11


























12


























13


























14


























15


























16


























17


























18


























19
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar