BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Undang-Undang No.
20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. (Trianto, 2009:1)
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan
kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan
atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan
dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan
pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan
masa depan.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa
mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan
yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi
kompotensi peserta peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin
penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia
kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di
sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
saat ini maupun yang akan datang.
Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa
penyempurnaan atau perbaikan pendidikan formal (sekolah/madrasah) untuk
mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan perlu terus-menerus
dilakukan, diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha/dunia
industri, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
Hasil observasi empiris di lapangan
mengindikasikan, bahwa sebagian besar lulusan sekolah kurang mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sulit
untuk bisa dilatih kembali, dan kurang bisa mengembangkan diri. Temuan tersebut
tampaknya mengindikasi bahwa pembelajaran di sekolah belum banyak menyentuh
atau mengembangkan kemampuan adaptasi peserta didik. Studi itu juga memperoleh
gambaran bahwa sebagian lulusan sekolah, khususnya SMK (yang memang dicetak
untuk menjadi tenaga siap pakai) tidak bisa diserap dilapangan kerja, karena
kompetensi yang mereka miliki belum sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Kondisi
itulah, antara lain yang menjadi alasan, mengapa kurikulum sekolah edisi 1999
(penyempurnaan kurikulum 1994) ditinjau kembali kesesuaian dengan kompetensi
yang dituntut oleh pasar kerja, Standar Kompetensi Nasional (SKN), serta
kebutuhan pembekalan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. (Trianto, 2009:2)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang
sangat signifikan terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dari segi
ekonomi, sosial budaya maupun pendidikan. Pendidikan dimaknai sebagai proses
mengubah tingkah laku murid agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup
mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu berada.
Salah satu masalah yang sering dijumpai dalam proses belajar mengajar di
sekolah adalah guru menginformasikan fakta dan konsep melalui metode ceramah
dan menjadikan murid sekedar pendengar pasif dalam mengikuti proses belajar
mengajar. Hal tersebut menyebabkan kegiatan pembelajaran tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada
hari kamis tanggal 08 November 2012 di SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng,
ternyata guru pada umumnya masih menggunakan metode ceramah, di mana pembelajaran hanya terpusat pada guru
sebagai sumber belajar sehingga nilai komunikasi yang terjadi hanya satu arah,
dan berdampak pada rendahnya hasil belajar murid khususnya pada bidang studi
matematika sehingga nilai rata-rata murid masih berada dalam kategori sedang yaitu 60 dan ketuntasan belajar murid tidak tercapai sesuai dengan tujuan yang
ingin diharapkan .70
Efektifitas dalam pencapaian tujuan pembelajaran merupakan hal yang
sangat diharapkan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, penggunaan
metode dan teknik dalam proses belajar mengajar sangat menentukan berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pembelajaran.
Menginformasikan fakta
dan konsep dalam setiap proses belajar mengajar melalui metode ceramah akan
menjadikan murid sekedar sebagai pendengar pasif dalam kelas dan guru
dominan menjadi sumber informasi. Dengan
metode ini murid akan menjadi kurang berminat dan merasa bosan bahkan dapat
mengurangi motivasi belajar. Selain itu, kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa dalam proses belajar mengajar yang kurang memberikan kesempatan kepada murid
untuk ikut aktif memecahkan masalah sendiri akan memberikan hasil yang kurang
memuaskan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk menggunakan metode yang dapat
melatih murid dalam berhadapan dengan beberapa masalah dan memberikan
kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri pemecahannya sehingga murid
menghayati dan memahami materi yang diberikan.
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami
perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan
berganti dengan model yang lebih moderen. Salah satu model sebaiknya
digunakan untuk mengaktifkan murid dalam proses belajar adalah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Pada model ini murid diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya
untuk mencapai tujuan
pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motifator dan
fasilitator aktifitas murid.
Artinya, dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh murid
dan mereka bertanggung jawab atas hasil
pembelajarannya. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama antar murid dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para murid dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan
untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran
kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi.
Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat
menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.
Nuansa kompetitif (persaingan) dalam kelas akan sangat baik bila
diterapkan secara sehat. Pembelajaran kooperatif ini adalah sebagai alternatif
pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian murid saja yang
akan bertambah pintar sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam
ketidaktahuannya. Tidak sedikit murid yang kurang pengetahuannya merasa minder bila kekurangannya dibeberkan.
Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat apabila para murid
saling menginginkan agar murid lainnya tidak mampu, katakanlah dalam menjawab
soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang dirasa perlu untuk mengalami
improvement (perbaikan).
Model pembelajaran kooperatif efektif diterapkan dalam belajar matematika
karena murid sering dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh karena itu
diskusi kelompok dengan teman yang sebaya untuk mendapatkan kejelasan terhadap apa
yang telah dijelaskan oleh guru akan membantu memupuk keberanian dan rasa
percaya diri murid, sebab akan muncul kompetensi di antara murid dalam
menjelaskan suatu masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif ada beberapa variasi tipe yang dapat
digunakan dan salah satu tipe yang dianggap dapat meningkatkan hasil belajar
matematika murid adalah Group
Investigation. Pembelajaran
kooperatif dengan tipe Group
Investigation memungkinkan guru
dapat memberikan perhatian kepada murid serta akan terjalin hubungan yang lebih
akrab antara guru dengan murid. Ada kalanya murid lebih mudah belajar karena
mengajari temannya.
Salah satu unsur penting terwujudnya suasana pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation adalah terciptanya iklim belajar yang
kondusif, yakni murid terbebas dari rasa was-was, cemas dan ragu-ragu dalam mengekspresikan ide-ide yang
terdapat dalam pikirannya. Untuk menciptakan suasana belajar Group Investigation, peran guru sangat
diutamakan yakni berupaya semaksimal mungkin agar jarak antara guru dan murid
diminimalkan.
Pengajaran matematika melalui model pembelajaran Group Investigation diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan tersebut dan memungkinkan murid belajar aktif.
Dengan dasar pemikiran tersebut, maka melalui penelitian tindakan kelas
ini penulis mencoba mengatasi masalah rendahnya hasil belajar matematika murid
dengan menerapkan model pembelajaran tipe
Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar matematika murid
kelas V SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng.
B. Perumusan
Masalah
1. Identifikasi
Masalah
a. Guru
tidak menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik sesuai kurikulum
yang ada, sehingga guru kadang terlepas dari konteks materi yang diajarkan.
b. Guru mengajar dengan menggunakan metode ceramah
sehingga murid tidak termotivasi dalam mengikuti pelajaran dan terjadi
komunikasi satu arah karna guru menoton dalam pembelajaran.
c. Guru
kurang tepat dalam penggunaan media dalam proses pembelajaran sehingga dapat
menghambat murid dalam memahami materi pelajaran.
d. Murid kurang antusias dalam mengikuti pelajaran karna
tidak terjadi umpan balik dalam pembelajaran matematika yang di ajarkan oleh
guru.
e. Kurangnya
motivasi murid untuk belajar sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar
matematika.
f.
Rendahnya hasil
belajar murid dalam pembelajaran matematika.
Hal-hal di atas berakibat pada rendahnya hasil belajar matematika murid
khususnya di SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng.
2. Alternatif
Pemecahan Masalah
Adapun alternatif pemecahan
masalah yang direncanakan peneliti untuk dapat mengatasi masalah yang ditemukan
di SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng adalah sebagai berikut:
a. Peneliti menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran dengan baik sesuai dengan kurikulum.
b. Peneliti mengujicobakan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation yang
dianggap dapat mengaktifkan murid dan antusias tinggi dalam menerima
pembelajaran.
c. Peneliti menyediakan media pembelajaran
sesuai dengan materi ajar.
d. Dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation
antusias murid belajar matematika dapat meningkat.
e. Peneliti memotivasi murid dalam pembelajaran
sehingga rasa jenuh, bosan, dan kurang aktif dalam pembelajaran meningkat dan
berdampak pada tingginya hasil belajar matematika.
Hal-hal tersebut dalam alternatif
pemecahan masalah di atas jika dilakukan dengan sebaik mungkin maka hasil dan
sikap murid dalam belajar matematika dapat meningkat.
3. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu : “Apakah penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan
hasil belajar matematika di kelas V SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng?”.
C. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation dalam meningkatkan
hasil belajar matematika di Kelas V SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini terdiri atas manfaat
teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
a.
Sebagai bahan informasi mengenai penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation bagi murid Kelas V SDN
15 Samata Kabupaten Bantaeng.
b.
Menambah wawasan, pengetahuan dan teori baru tentang
model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation yang dapat
meningkatkan hasil belajar matematika murid Kelas V SDN 15 Samata Kabupaten
Bantaeng sehingga dapat dijadikan landasan
teoritis bagi penulis berikutnya.
c.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan
bagi guru mata pelajaran dalam mengambil langkah-langkah perbaikan dan
peningkatan mutu proses belajar mengajar pada materi kelas V SDN 15 Samata
Kabupaten Bantaeng.
2. Manfaat Praktis
a.
Memberikan masukan bagi guru mata pelajaran matematika
di sekolah dasar yang sering menemukan masalah dalam pembelajaran agar dapat
menyelesaikannya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.
b.
Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti
selanjutnya yang akan mengkaji masalah yang relevan dengan penelitian ini.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian
Pustaka
1. Hakekat
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning)
a. Landasan
Pemikiran
Sekitar tahun 1960–an belajar kompetitif dan idividualistis
telah mendominasi pendidikan di Amerika serikat. Murid biasanya datang ke sekolah
dengan harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang
terbaik. Dalam belajar kompetitif dan individualitis,
guru menempatkan murid pada tempat duduk yang terpisah dari murid yang lain.
Kata-kata “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “saya ingin agar kamu
bekerja sendiri”, dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri”
sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualitis Johnson &
Johnson (Trianto, 2009:55). Proses belajar seperti itu masih terjadi
dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini.
Jika disusun dengan baik, belajar
kompetitif dan individualitis akan efektif dan merupakan cara memotivasi murid
untuk melakukan yang terbaik. Meskipun demikian, dapat memiliki kelemahan pada
belajar kompetitif dan individualitis, yaitu (a) kompetisi murid kadang tidak
sehat. Sebagai contoh jika seseorang murid menjawab pertanyaan guru, murid yang
lain berharap agar jawaban yang diberikan salah, (b) murid berkemampuan rendah
akan kurang termotivasi, (c) murid berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses
dan semakin tertinggal, dan (d) dapat membuat frustrasi
murid lainnya (Slavin, dalam Trianto, 2009:55). Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar murid
dapat membantu murid yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya
adalah dengan belajar kooperatif.
Belajar
kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai
guru dan mungkin murid kita pernah menggunakannya atau mengalaminya sebagai
contoh saat bekerja dalam laboratorium. Dalam belajar kooperatif, murid dibentuk
dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama
dalam menguasai materi yang diberikan guru (Slavin,1995; Eggen & Kauchak).
Artzt & Newman, 1990:448 (Trianto, 2009:56) menyatakan bahwa dalam belajar
kooperatif murid belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran
kooperatif bernaung dalam teori
konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa murid akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Murid secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan masalah-masalah yang kompleks, jadi, hakikat sosial dan penggunaan
kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Di dalam
kelas kooperatif murid belajar bersama di dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang murid yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis
kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan di bentuknya
kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua murid untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja
dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai
ketuntasan belajar.
Selama
belajar secara kooperatif murid tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa
kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat
bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif,
memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan
sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, murid diberi lembar kegiatan yang
berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja
dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan guru dan saling membantu diantara teman sekelompok untuk mencapai
ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada
yang belum menguasai materi pelajaran.
Sebagaimana
model-model pembelajaran lain, model pembelajaran kooperatif memiliki
tujuan-tujuan, langkah-langkah, dan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan
yang khas.
b. Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Di
awal telah disebutkan, bahwa ide utama dari belajar kooperatif adalah murid
bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya.
Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan
kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan
atau penguasaan materi Slavin (Trianto, 2009:55). Johnson & Johnson (Trianto,
2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan
belajar murid untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara
individu maupun secara kelompok. Karena murid bekerja dalam suatu team, maka
dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para murid dari berbagai
latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses
kelompok dan pemecahan masalah.
Zamroni
(Trianto, 2009:57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif
adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada
level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan
solidaritas sosial di kalangan murid. Dengan belajar kooperatif, diharapkan
kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang
yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial
yang kuat.
Pembelajaran
kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan murid
bekerja secara berkalaborasi untuk mencapai tujuan bersama Eggen and
Kauchak (Trianto, 2009:58). Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi murid, memfasilitasi murid dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan pada murid untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama murid
yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif murid
berperan ganda yaitu sebagai murid ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara
kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka murid akan mengembangkan
keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi
kehidupan di luar sekolah.
Struktur
tujuan kooperatif terjadi jika murid
dapat mencapai tujuan mereka hanya jika murid lain dengan siapa mereka bekerja
sama mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga
jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk. Trianto, 2009:59).
Para
ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja
murid dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu murid memahami
konsep-konsep yang sulit, dan membantu murid menumbuhkan kemampuan berfikir
kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada murid
kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
Pembelajaran
kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap
keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan. Pembelajaran
kooperatif memberikan peluang kepada murid yang berbeda latar belakang dan
kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas
bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk
menghargai satu sama lain.
Keterampilan
sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan
keterampilan-keterampilan kerja sama dan kolaborasi, dan juga
keterampilan-keterampilan tanya jawab.
c. Unsur Penting dan Prinsip Utama
Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Sutton (Trianto, 2009:60) terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif,
yaitu:
1.
Pertama, Saling ketergantungan
yang bersifat positif antara murid. Dalam belajar kooperatif murid merasa bahwa
mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama
lain. Seorang murid tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga
sukses. Murid akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang
juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.
2.
Kedua, Interaksi
antara murid yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan
interaksi antara murid. Hal ini, terjadi dalam hal seorang murid akan membantu murid
lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling meberikan bantuan ini akan
berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok akan
mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, murid yang
membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompokya. Interaksi yang
terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai
masalah yang sedang dipelajari bersama.
3.
Ketiga, tanggung jawab
individual. Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa
tanggung jawab murid dalam hal: (a) membantu murid yang membutuhkan bantuan dan
(b) murid tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab murid
dengan teman sekelompoknya.
4.
Keempat, keterampilan
interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut
untuk mempelajari materi yang diberikan seorang murid dituntut untuk belajar
bagaimana berinteraksi dengan murid lain dalam kelompoknya. Bagaimana murid
bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan
menuntut keterampilan khusus.
5.
Kelima, proses
kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok.
Proses kelompok telah terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana
mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Sedangkan
menurut Lie (Rusman, 2011:212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:
1.
Prinsip ketergantungan positif (positive interdevendence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif,
keberhasilan dalam penyelasaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh
kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing
anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan
saling ketergantungan.
2.
Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat
tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.
3.
Interaksi tatap muka (face to face promation interaction), yaitu memberikan kesempatan
yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi
dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok
lain.
4.
Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih murid untuk dapat
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5.
Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Selain
lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model
pembelajarn ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model
pembelajaran lainnya. Konsep utama dari balajar kooperatif menurut Slavin (Trianto,
2009:61).
1.
Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika
kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
2.
Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya
kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung
jawab ini berfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap
anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan orang lain.
3.
Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa murid
telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal
ini memastikan bahwa murid berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang
untuk melakukan yang terbaik dan bahwa konstribusi semua anggota kelompok
sangat bernilai.
d. Implikasi Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Ibrahim, dkk. (Trianto, 2009:62) bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah
laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar murid, dan dapat
mengembangkan kemampuan akademis murid. Murid belajar lebih banyak dari teman
mereka dalam belajar kooperatif daripada dari guru. Ratumanan menyatakan bahwa
interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat mengacu terbentuknya ide
baru dan memperkaya perkembangan intelektual murid. Menurut Kardi & Nur belajar
kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam
kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara murid normal dan murid
menyandang cacat (Trianto, 2009:62).
Davidson
(Trianto, 2009:55) memberikan
sejumlah implikasi positif dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi
belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut.
1.
Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk
belajar. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana murid menanyakan pertanyaan,
mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik
yang membangun dan menyimpulkan pertemuan mereka dalam bentuk tulisan.
2.
Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses
bagi semua murid. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota
mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
3.
Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan
secara kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara
objektif. Seorang murid dapat mempengaruhi murid lain dengan argumentasi yang
logis.
4.
Murid dalam kelompok dapat membantu murid lain untuk
menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam
konteks permainan, teka teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5.
Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik
dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan.
Belajar
kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai
dengan sifat berikut, (1) tujuan kelompok; (2) tanggung jawab individual; (3)
kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi kelompok; (5) spesialisasi
tugas; dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu Slavin (Trianto, 2009:63)
2. Model
Pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation
a. Pengertian
kooperatif tipe Group Investigation
Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas
dengan menggunakan teknik kooperatif Group Investigation adalah kelompok di bentuk oleh murid itu sendiri
dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari
keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian
membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok
mempersentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi
dan saling tukar informasi temuan mereka. Menurut Slavin (Tukiran, dkk. 2012:74)
strategi kooperatif Group Investigation sebenarnya
dilandasi oleh filosofi belajar John Dewey. Teknik kooperatif ini telah secara
luas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk
program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.
Sejalan
dengan yang diungkapkan dengan (Trianto, 2009:78) Group Investigation merupakan model
pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan.
Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model
ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda
dengan STAD dan Jigsaw, murid terlibat dalam perencanaan baik topik yang
dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang
lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar murid
keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Pengembangan belajar
kooperatif Group Investigation didasarkan atas
suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain
sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan
nilai-nilai domain tersebut. Oleh karena itu,
Group Investigation tidak dapat diimplementasikan kedalam
lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal
(atau tidak mengacu kepada dimensi sosial-efektif pembelajaran). Aspek
sosial-efektif kelompok, pertukaran intelektualnya, dan materi yang bermakna,
merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap
usaha-usaha belajar murid. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di
antara murid dalam suatu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran
dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil.
Belajar
kooperatif dengan teknik Group Investigation sangat cocok untuk
bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi Slavin (Rusman,
2011:221) yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis
informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya,
kesuksesan implementasi teknik kooperatif Group Investigation sangat tergantung
dari pelatihan awal dalam penguasaan keterampilan komunikasi dan sosial.
Tugas-tugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan bagi anggota
kelompok untuk memberikan berbagai macam kontribusinya, bukan hanya sekedar
didesain untuk mendapat jawaban dari suatu pernyataan yang bersifat faktual
(apa, siapa, di mana, atau sejenisnya). Menurut Slavin (1995a), strategi
belajar kooperatif Group Investigation sangatlah ideal diterapkan
dalam pembelajaran biologi (IPA). Dengan topik materi IPA yang cukup luas dan
desain tugas-tugas atau sub-sub topik yang mengarah pada kegiatan metode ilmiah,
diharapkan murid dalam kelompoknya dapat saling memberi konstribusi berdasarkan
pengalaman sehari-harinya. Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi
para murid mencari informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar
kelas/sekolah. Para murid kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap
informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai
hasil kelompok.
b.
Langka-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation
Rusman,
(2011:223) mengungkapkan Langkah-langkah pembelajaran Model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation
adalah:
1.
Membagi murid ke dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4-5 murid;
2.
Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat
analitis;
3.
Mengajak setiap murid untuk berpartisipasi dalam
menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurung
waktu yang disepakati.
Sharan,
dkk. (Trianto, 2009:80) membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok
meliputi 6 (enam) fase.
1.
Memilih topik
Murid
memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya
ditetapkan oleh guru. Selanjutnya murid diorganisasikan menjadi dua sampai enam
anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas.
Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
2.
Perencanaan kooperatif
Murid
dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang
konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
3.
Implementasi
Murid
menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan
pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktifitas dan keterampilan yang luas dan
hendaknya mengarahkan murid kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik
di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
4.
Analisis dan sintesis
Murid
menganalisis dan menyintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan
merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara
yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
5.
Presentasi hasil final
Beberapa
atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik
kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar murid yang lain saling terlibat satu
sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasikan
dikoordinasi oleh guru.
6.
Evaluasi
Dalam
hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, murid
dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja keras sebagai
suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual
atau kelompok.
c. Implementasi model pembelajaran Group Investigation
Munurut
Rusman, (2011:221) mengungkapkan bahwa Implementasi strategi belajar kooperatif
Group
Investigation dalam pembelajaran, secara umum di bagi menjadi enam langkah,
yaitu: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan murid kedalam kelompok
(para murid menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan
mengategorisasi saran-saran; para murid bergabung dalam kelompok belajar dengan
pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik
yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh
informasi); (2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara
bersama-sama oleh para murid dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi:
apa yang kita selidiki; bagaimana kita melakukannya; siapa sebagai
apa-pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi); (3)
melaksanakan investigasi (murid mencari informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha
kelompok; para murid bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan
mensintesis ide-ide); (4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan
pesan-pesan esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan di laporkannya dan
bagaimana membuat persentasinya; membentuk panitia acara untuk mengkordinasikan
rencana presentasi); (5) mempersentasikan laporan akhir (presentasi di buat
untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi
harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar
mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan
keseluruhan kelas); (6) evaluasi (para murid berbagi mengenai balikan terhadap
topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman
efektif; guru dan murid berkalaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen
diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berfikir
kritis).
Di
dalam implementasinya pembelajaran kooperatif tipe group investigation, setiap kelompok presentasi atas hasil
investigasi mereka di depan kelas, tugas kelompok lain, ketika satu kelompok
presentasi di depan kelas adalah melakukan evaluasi sajian kelompok.
Mafune
(Rusman, 2011:222) model
pembelajaran kooperatif tipe group
investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas murid,
baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang
untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika murid mengikuti
pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. Model
pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab
murid akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan,
kerja dalam kelompok dan berbagi dalam pengetahuan serta tanggung jawab
individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
Asumsi
yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model pembelajaran kooperatif
tipe group investigation, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan kreativitas murid
dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan
pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreatifitas, (2)
komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional lebih
penting daripada rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam
memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosional dan
irrasional.
Sedangkan
munurut Trianto, (2009:79) implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 murid yang heterogen.
Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan
atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya murid memilih topik
untuk di selidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang
dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempersentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
3. Hasil Belajar
Menurut
Gagne (Sri Anita W, dkk. 2007:1.3) bahwa belajar adalah suatu proses dimana
suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian
diatas belajar tersebut terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu
proses, perubahan perilaku, dan pengalaman.
Untuk
dapat melakukan evaluasi hasil belajar diadakan pengukuran terhadap hasil
belajar. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan alat ukurnya
Arikunto (Purwanto, 2011:34). Dalam pendidikan, pengukuran hasil belajar
dilakukan dengan mengadakan testing untuk membandingkan kemampuan murid yang
diukur dengan tes sebagai alat ukurnya.
Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku murid akibat belajar. Perubahan itu diupayakan
dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Perubahan
prilaku individu akibat proses belajar tidaklah tunggal. Setiap proses belajar
memengaruhi belajar perubahan perilaku pada domain tertentu pada diri murid,
tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Tujuan
pendidikan adalah perubahan perilaku yang diinginkan terjadi setelah murid
belajar. Tujuan pendidikan dapat dijabarkan mulai dari tujuan nasional, institusional,
kurikuler, sampai instruksional Arikunto (Purwanto, 2011:35)
Untuk
dapat mencapai tujuan pendidikan nasional maka tujuan pembangunan nasional
dalam sektor pendidikan diturunkan ke dalam beberapa tujuan pendidikan mulai
tujuan nasional hingga tujuan di tingkat pengajaran.
B. Kerangka
Pikir
Model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation memiliki dampak yang
amat positif terhadap rendahnya hasil belajar matematika. Pengajaran matematika melalui
pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation diharapkan dapat
menciptakan iklim belajar yang kondusif, yakni murid terbebas dari rasa
was-was, cemas, ragu-ragu dalam mengekspresikan ide-ide yang terdapat dalam
pikirannya dan memungkinkan murid belajar aktif sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar matematika murid kelas V SDN 15 Samata.
Adapun bagan dari kerangka pikir di atas adalah: kerangka pikir tentang
peningkatan hasil belajar
matematika dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation divisualisasi sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema kerangka pikir
C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hasil kajian teori di atas, maka hipotesis dari penelitian
tindakan kelas ini adalah jika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, maka hasil belajar matematika murid Kelas V SDN 15 Samata
Kabupaten Bantaeng dapat meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas yang merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalisme guru.
Ciri khas penelitian ini adalah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk
memecahkan masalah. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi yang dapat diulang sebagai siklus.
Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka
memecahkan masalah.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi Penelitian ini
dilaksanakan di SDN 15 Samata
Kelurahan Karatuang Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng. Adapun
subjek penelitian ini adalah murid kelas V SDN 15 Samata Kecamatan Bantaeng Kabupaten
Bantaeng pada semester ganjil
tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah murid sebanyak 19 orang murid yang terdiri dari laki-laki 11 orang murid
dan perempuan 8 orang murid.
C. Faktor yang Diselidiki
Beberapa faktor yang ingin diselidiki dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Faktor proses, yaitu melihat bagaimana keaktifan murid dan
aktivitas guru dalam proses
pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran Group Investigation.
2. Faktor
hasil, yaitu melihat hasil tes yang diperoleh
murid pada akhir setiap siklus untuk mengetahui adanya perubahan tingkat
penguasaan materi yang diajarkan melalui
penerapan model pembelajaran Group
Investigation.
D. Prosedur
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan secara bersiklus, setiap siklus dilakukan 4 kali pertemuan yang
merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, 3 kali pertemuan merupakan
proses pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran Group Investigation dan 1 kali pertemuan untuk tes hasil belajar murid, artinya
pelaksanaan siklus II merupakan lanjutan
dari siklus ke I. Menurut kemmis dan taggart 1988 (Sanjaya, 2009:24) penelitian
tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan
peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial
mereka, yang meliput: pratindakan, perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi
dan refleksi.
Bagan 3.1 Prosedur penelitian model kemmis dan teggart, 1988 (Sanjaya 2009:24)
Ø Pratindakan
1. Mengadakan
konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal pelaksanaan penelitian tindakan
kelas di SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng.
2. Melakukan
diskusi antara peneliti dengan guru untuk mendapat gambaran bagaimana proses
pelaksanaan penerapan model pembelajaran Group
Investigation yang di laksanakan di
SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng.
3. Mengadakan
observasi awal terhadap pelaksanaan penggunaan penerapan model pembelajaran Group Investigation dalam pembelajaran
matematika.
Ø Siklus I
1.
Tahap Perencanaan
kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai
berikut:
a. Telaah
kurikulum SDN 15 Samata Kabupaten
Bantaeng.
b. Menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk 3 kali pertemuan.
c. Membuat
lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas saat
pelaksanaan tindakan.
d. Mempersiapkan
soal-soal essay yang
dijadikan tugas untuk diselesaikan secara kelompok dan individu.
e. Membuat
alat evaluasi untuk melihat kemampuan murid dalam menyelesaikan soal-soal yang
berdasarkan materi yang diberikan.
2.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini tindakan dilaksanakan pada setiap tatap muka. Adapun langkah-langkah yang
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pada
awal tatap muka, guru menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran
pada pertemuan yang bersangkutan secara klasik disertai dengan contoh soal yang
melibatkan murid.
b. Murid
diarahkan untuk membentuk kelompok yang heterogen dengan jumlah anggota
sebanyak tiga orang.
c. Murid
diberi tugas atau soal latihan yang sama untuk diselesaikan secara berkelompok.
Setiap anggota kelompok diberi nomor 0, 1, 2. Setelah itu anggota kelompok
dirotasikan, nomor 1 berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya
berlawanan arah jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat.
d. Selama
proses belajar kelompok berlangsung, setiap kelompok tetap diawasi, dikontrol,
dan diarahkan, serta
diberikan bimbingan secara langsung pada kelompok yang mengalami kesulitan.
e. Lembar
jawaban dari tiap kelompok atau individu diperiksa kemudian dikembalikan.
3. Tahap
Observasi
Observasi ini dilakukan pada saat guru melaksanakan proses belajar
mengajar. Guru mencatat hal yang dialami oleh murid, situasi dan kondisi
belajar murid berdasarkan lembar observasi yang sudah disiapkan dalam hal ini
mengenai kehadiran murid, perhatian, keaktifan murid, dan mengikuti proses
belajar mengajar.
4. Tahap
Refleksi
Dari hasil yang di dapat dalam
tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi
kegiatan yang telah dilakukan dalam penerapan model pembelajaran Group
Investigation.
Ø Siklus II
Hasil refleksi tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, dilakukan
perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada
siklus II disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai. Hasil yang dicapai
pada siklus ini dikumpulkan serta dianalisis untuk menetapkan suatu kesimpulan
tentang hasil belajar murid kelas V SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng, dapat meningkat maka penelitian
tindakan kelas ini tidak lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya.
E.
Instrumen
Penelitian
Instrumen penelitian
yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini
berupa instrumen nontes dan instrumen tes.
1.
Lembar
Observasi
Lembar
observasi merupakan alat pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengamati
setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi
tentang hal-hal yang akan diamati atau di teliti (Sanjaya, 2009:86). Lembar
observasi terdiri dari dua yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi
murid. Lembar observasi guru digunakan untuk mengamati aktivitas guru dalam
proses pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Sedangkan lembar observasi murid di gunakan untuk mengamati sikap dan aktivitas murid dalam proses
pembelajaran.
2.
Tes
Tes adalah cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas
atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh murid atau sekelompok murid sehingga menghasilkan suatu nilai.
Teknik tes dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hasil
belajar murid melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Tes tersebut diberikan kepada
murid selama 1 kali dalam 3 kali pertemuan proses
pembelajaran.
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapun
teknik pengumpulan data dilakukan beberapa alat dan cara sebagai berikut:
1.
Data
tentang aktivitas guru dan murid dikumpulkan dengan menggunakan lembar
observasi.
2.
Data
tentang hasil belajar murid dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil belajar.
G. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul tidak akan bermakna tanpa
dianalisis yakni diolah dan di interpretasikan. Oleh karena itu, pengolah dan
interpretasikan data merupakan langkah penting dalam penelitian tindakan kelas,
maka perlu dilakukan analisis data. Menganalisis data adalah suatu proses
mengelolah dan menginterprestasikan data dengan tujuan untuk
mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya hingga memiliki makna
dari arti yang jelas sesuai dengan tujuan pendidikan (Sanjaya, 2009:100).
Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan statistik deskriptif yaitu menghitung skor rata-rata, nilai
maksimum, nilai minimum, rentang, standar devisi, dan persentasi.
Hasil tes belajar selanjutnya dikategorikan dalam lima kategori standar
yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2006: 19) adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Teknik Kategorisasi Standar berdasarkan Ketetapan Departemen
Pendidikan Nasional.
Taraf
keberhasilan
|
Kualifikasi
|
0≤ x ≤45
|
Sangat Rendah
|
46≤ x ≤54
|
Rendah
|
55≤ x ≤69
|
Sedang
|
70≤ x ≤84
|
Tinggi
|
85≤ x ≤100
|
Sangat Tinggi
|
H. Indikator
Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas
ini adalah bila skor rata-rata hasil tes murid melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation mengalami peningkatan. Selain itu juga
digunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang di tetapkan di SDN 15 Samata Kabupaten Bantaeng, murid di katakan tuntas
belajar apabila mencapai skor 70 ke atas dan tuntas secara klasikal 85% murid
yang memperoleh nilai KKM dari ideal 100.
I.
Jadwal Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Januari
|
Februari
|
Maret
|
Ket
|
|||||||||
1.
|
Survey awal
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Penyusunan
proposal
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Perijinan
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Pelaksanaan
penelitian pengamatan awal
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Siklus I
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Siklus II
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
7.
|
Penulisan
Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
8.
|
Ujian dan
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
9.
|
Penjilidan dan
penggandaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
Catatan
: Jadwal penelitian disesuaikan dengan kelender pendidikan nasional
DAFTAR PUSTAKA
Anitah, Sri, W, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006,
tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rusman. 2011. Model-model
Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sanjaya. 2009. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakaran: Kencana Prenada Media Group.
Trianto. 2009. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan dan
Impementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenata Media Group.
Tukiran, dkk. 2012. Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar