Senin, 23 Juli 2012

Penerapan quantum learning


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan diartikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk menghasilkan kualitas manusia yang lebih tinggi guna menjamin pelaksanaan dan kelangsungan pembangunan. Peningkatan kualitas pendidikan harus dipenuhi melalui peningkatan kualitas, kesejahteraan, pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya. Pembaharuan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengesampingkan nilai-nilai luhur sopan santun dan etika serta didukung penyediaan saran dan prasarana yang memadai, karena pendidikan yang dilaksanakan sedini mungkin dan langsung seumur hidup menjadi tanggungjawab keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Pada era globalisasi, perkembangan iptek semakin marak di masyarakat. Maraknya perkembangan iptek disebabkan oleh adanya tuntutan manusia untuk berkembang dan maju dalam berbagai bidang sesuai dengan perkembangan zaman. Tuntutan tersebut, dapat diperoleh melalui informasi aktual dari peralatan iptek yang canggih. Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang semakin komleks akan terpenuhi. Selain itu melalui pendidikan akan dibentuk manusia yang berakal dan berhati murni. Kualifikasi sumber daya manusia yang mempunyai karakteristik seperti diatas, sangat diperlukan dalam menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu menghadapi persaingan global.
Peningkatan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu usaha yang dapat mempengaruhi majunya suatu Negara. Untuk menghasilkan sumber manusia yang unggul dibutuhkan tenaga  pendidik yang  unggul pula dalam hal ini guru. Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru merupakan sember yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, figur guru harus terlihat dalam agenda pembicaraan, terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah.
Landasan yuridis dalam Sistem Pendidikan Nasional tersebut antara lain: (1). Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diisyaratkan bahwa upaya mencerdaskan bangsa (tentu melalui pendidikan) merupakan amanat bangsa. Sedangkan pada Bab XII pasal 31 ayat 2 ditegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang, (2). Di dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IX pasal 39 ayat 2 tentang kurikulum semua jenis pendidikan dan jenjang pendidikan yang wajib.
Di masa sekarang banyak orang mengukur keberhasilan suatu pendidikan hanya dilihat dari segi hasil. Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam melaksanakannya dan mencangkup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat dari segi kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah.
Salah satu faktor yang menjadi titik fokus dalam penyelenggaraan pendidikan adalah anak didik, dimana ketika anak didik yang dihasilkan dalam proses yang ada tersebut memiliki kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang baik sehingga mereka dapat mengembangkan hasil belajar dan kepribadiannya maka secara langsung hal tersebut dapat meningkatkan mutu pendidikan kita. Melihat pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.
Tugas utama guru adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga terjadi intraksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Intraksi tersebut tentu akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dirumuskan. Usman (2000: 4) menyatakan bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian pemilihan metode yang tepat dan efektif sangat diperlukan. Sehingga pendapat Sudjana (1997: 76), bahwa peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari Rabu, tanggal 16 Mei 2012 di kelas IV SDI petakeang kabupaten mamuju terungkap bahwa:
1.    Siswa kurang aktif dalam menerima pelajaran disebabkan karena guru tidak tepat dalam menggunakan media atau metode pembelajaran
2.    Siswa masih ada yang bermain sendiri pada saat guru menjelaskan materi pelajaran sehingga kurang memahami konsep pembelajaran IPS disebabkan karena guru kurang menguasai pengelolaan kelas.
3.    Kurangnya pemahaman siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru
4.    Rendahnya motivasi siswa untuk belajar
5.    Hasil belajar rendah karena kurangnya sumber informasi seperti (buku, media belajar, perpustakaan, dll).
Berdasarkan hasil observasi, data hasil belajar siswa dalam hal pemecahan masalah menunjukkan hasil yang rendah, yaitu 59 dari 30 orang siswa yang terdiri dari laki-laki 17 orang dan perempuan 13 orang.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas  salah satu metode yang digunakan adalah metode Quantum Learning. Menurut Hernacki (2001: 15) bahwa: “melalui siswa akan diajak belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam belajarnya. Dengan metode ini diharapkan dapat tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan belajar siswa. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik apabila siswa banyak aktif dibandingkan guru”.
Dalam menyampaikan materi pelajaran IPS perlu dirancang suatu strategi pembelajaran yang tepat, yakni anak akan mendapatkan pengalaman baru dalam belajarnya, selain itu siswa akan merasa nyaman. Strategi pembelajaran IPS harus dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping harus bertumpu pada pengalaman indera menuju terbentuknya pengalaman kesimpulan yang logis. Dengan menerapkan Quantum Learning, maka dalam mengusahakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di pendidikan dasar dapat tercapai. Selain itu juga dapat memperbaiki penerapan kurikulum saat ini dan meningkatkan pemahaman serta menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Metode Quantum Learning mengajar dalam keseluruhan sistem pengajaran adalah sebagaimana alat untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode Quantum Learning sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran IPS yang membawa siswa belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan. Siswa akan lebih bebas dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam belajarnya, sehingga diharapkan dapat tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa.
Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “ Penerapan Metode Quantum Learning dalam Pembelajaran IPS Bagi Siswa Kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju”.
B.       Rumusan dan Pemecaham Masalah
1.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan metode Quantun Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS bagi siswa Kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju?


2.    Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti menerapkan pemecahan masalah sebagai berikut:
a)      Mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa. Hasil ini menjadi dasar bagi peneliti untuk membagi siswa kedalam beberapa kelompok.
b)      Mensosialisasikan dan melakukan tukar pendapat dengan para guru SDI Petakeang Kabupaten Mamuju tentang penerapan motode Quantum Learning dalam pelajaran IPS dapat meningkatkan hasil pembelajaran bagi siswa.
c)      Menyusun perangkat pembelajaran yang mengacu pada penerapan metode Quantum Learning.
d)     Melaksanakan skenerio pembelajaran
e)      Evaluasi dilaksanakan selama dan setelah proses pembelajaran. Evaluasi selama proses pembelajaran dilakukan melalui observasi kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi setelah proses pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan pekerjaan rumah. Pada akhir setiap siklus tindakan dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemajuan kemampuan berbicara yang dicapai siswa. Hasil evaluasi setiap siklus kemudian direfleksi untuk memperbaiki pelaksanaan tindakan.
C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui penerapan metode Quantum Learning dalam meningkatkan hasil belajar IPS bagi siswa Kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju.
D.      Manfaat penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai suatu sistem pendidikan yang mendukung peningkatan proses belajar dan mengajar siswa.
1.    Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau masukan kepada pengajar (guru) dalam memberikan pelajaran-pelajaran yang dinilai sulit dipahami oleh siswa dalam menerima pelajaran. Quantum Learning memberikan cara belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam kegiatan belajarnya.
2.    Manfaat Praktis
a.    Mamfaat bagi siswa:
1)   Siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar IPS.
2)   Hasil belajar siswa meningkat pada materi pokok sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
3)   Siswa lebih memahami tentang sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
b.   Mamfaat bagi guru:
1)   Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan metode Quantum Learning sebagai metode pembelajaran.
2)   Guru lebih termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran.
3)   Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi, sehingga materi pembelajaran akan lebih menarik.
c.    Mamfaat bagi sekolah:
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
d.   Mamfaat bagi peneliti:
Memberikan sumbangan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas.













BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN
A.  Kajian Pustaka.
1.    Metode Quantum Learning
a.   Sejarah Singkat Konsep Quantum Learning
Menurut Porter dan Hernacki (2001: 15) “Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tive orang dan segala manusia”. Quantum Learning berakar dari upaya Lazonov, seorang pendidik yang bekebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “Suggestology” atau “Suggestopedia”. “Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengharui hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif yaitu mendudukan siswa secara nyaman, memasang musik latar di kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan media pembelajaran untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru yang telah terlatih”. (Porter dan Hernacki 2001: 14).
Suatu proses pembelajaran akan menjadi efektif dan bermakna apabila ada interaksi antara siswa dan sumber belajar dengan materi, kondisi ruangan, fasilitas, penciptaan suasana dan kegiatan belajar yang tidak menoton diantaranya melalui penggunaan musik pengiring. Interaksi ini berupa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar.

b.   Pengertian Quantum Learning
Menurut De Porter dan Hernacki (2000: 16) Quantum Learning adalah “Menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP (Program neurolinguistik) dengan teori, keyakinan dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain seperti: (1). Teori otak kanan atau kiri, (2). Teori anak 3 in 1, (3). Pilihan modalitas (visual, auditoral dan kinetik), (4). Teori kecerdasan ganda,                 (5). Pendidikan holistic (menyeluruh), (6). Belajar berdasarkan pengalaman,     (7). Belajar dengan simbol (Metaphoric Learning), dan (8). Simulasi atau permainan”.
Interaksi ini berupa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar. Menurut De Porter dan Hernacki (2000: 12) dengan belajar menggunakan Quantum Learning akan didapatkan berbagai mamfaat antara lain : Bersikap positif, meningkatkan motivasi, keterampilan belajar seumur hidup, kepercayaan diri, dan sukses atau hasil belajar yang meningkat.
c.    Efektifitas Quantum Learning
Semua kehidupan adalah energy. Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah “massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi, yang ditulis dengan persamaan E = mc2” (De Porter dan Hernacki, 2000: 16).
(De Porter dan Hernacki, 2000: 16) Mengemukakan bahwa :
Tubuh kita secara fisik adalah materi, sebagai pelajar tujuan kita adalah menarik sebanyak mungkin cahaya, dengan Quantum Learning hal tersebut dapat kita capai karena Quantum Learning menggabungkan sugestiologi, teknik percepatan belajar dan keyakinan.
Dari berbagai teori dan strategi belajar lain Quantum Learning memberikan solusi terbaik dalam masalah klasik yang dihasilkan oleh metode belajar yang telah dilakukan serta yang telah diterapkan. Dengan metode Quantum Learning pernyataan-pernyataan seperti belajar adalah pekerjaan yang membosankan dapat dihilangkan. Metodologi penyajian kurang variatif dan terkesan menoton, serta saran pendukung yang tidak representative dapat kita tapis dan hilang dengan sendirinya.
Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) mengemukakan bahwa efektifitas Quantum Learning tidak diragukan lagi keberhasilannya, hal ini disebabkan karena penerapan Quantum Learning tidak hanya kepada fisik tapi semua aspek, seperti: aspek psikis yang terdiri dari rasa nyaman, enak, dan aspek yang lain yaitu pembentukan lingkungan belajar yang nyaman. Sehingga dapat memenuhi unsur-unsur itu semua maka belajar dapat berlangsung dengan baik.
Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) menyatakan bahwa Quantum Learning dapat mencapai hal yang memuaskan antara lain:
1.    Meningkatkan motivasi,
2.    Meningkatkan nilai belajar,
3.    Menumbuhkan kepercayaan diri,
4.    Meningkatkan rasa ingin tahu,
5.    Meningkatkan kinerja otak.
d.   Kelebihan dan Kelemahan Quantum Learning dalam pembelajaran
Sudah dipahami bahwa tidak ada metode mengajar yang terbaik atau lebih unggul dari metode-metode mengajar lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor tujuan, bahan pelajaran, kemampuan guru, karakteristik siswa, situasi, dan kondisi lingkungan belajar dan sebagainya.
Hal ini semua dikemukakan oleh Ali Pandie (1984: 72) bahwa:
“Tidak jarang terjadi metode yang sama secara efektif dan efisien dilakukan oleh guru yang satu, tetapi gagal ditangan guru yang lain. Karena itu kebaikan dan kelemahan masing-masing metode itu sendiri relatif sifatnya”.

Adapun kelemahan dan kelebihan Quantum Learning seperti yang dikemukakan oleh Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) sebagai berikut :
Kelebihan :
1.    Metode ini dapat mengembangkan aktivitas siswa,
2.    Metode ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,
3.    Metode ini dapat meningkatkan nilai belajar siswa,
4.    Metode ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri,
5.    Metode ini dapat meningkatkan rasa ingin tahu,
6.    Metode ini dapat meningkatkan kenerja otak,
7.    Melatih siswa berpikir secara efektif untuk mengubah diskusi dalam kelas,
8.    Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang diperlukan dalam kehidupan kelak,
9.    Metode ini dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
Dari rincian penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Quantum Learning diberikan oleh guru kepada siswa, dapat melatih siswa untuk diskusi sama temanya baik di sekolah maupun di rumah sehingga materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru dapat diingat kembali dengan melakukan diskusi dengan temanya.
Kelemahannya :
1.    Siswa sulit dikontrol, apakah benar siswa belajar atau tidak,
2.    Sering menerapkan Quantum Learning dapat menimbulkan kebosanan siswa.
Selain dari kelebihan metode ini terdapat pula kelemahan dari metode Quantum Learning, apalagi keseringan menerapkan Quantum Learning akan menimbulkan kejenuhan/kebosanan pada siswa.
e.    Langkah-Langkah Quantum Learning dalam Pembelajaran
Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengetahuan pribadi. Selain itu, berintraksi dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptkan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan perubahan.
Adapun langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam pembelajaran melalui konsep Quantum Learning dengan cara :
1)   Kekuatan Ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara mamfaat dan akibat-akibat suatu keputusan. Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka diinginkan untuk belajar akan selalu akan selalu ada. Pada langkah ini siswa akan diberi motivasi oleh guru dengan member penjelasan tentang mamfaat apa saja setelah mempelajari suatu materi. (De Potter dan Hernacki 2000: 49).

2)   Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar diperlukan penataan lingkungan yang dapat membuat siswa merasa betah dalam belajarnya,dengan penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan diri siswa.(De Potter dan Hernacki 2000: 65).

3)   Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar siswa,seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan pujian pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya,tetapi jangan pula mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi.Dengan memupuk sikap juara ini siswa akan lebih dihargai.(De Porter dan Hernacki 2000: 89).

4)   Bebaskan gaya belajarnya
Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya belajar tersebut yaitu: visual, auditoral, dan kinestetik. Dalam Quantum Learning guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada satu gaya belajar saja. (De Porter dan Hernacki 2000:109)

5)   Membiasakan mencatat
Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika sang siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa menggunakan kembali apa yang didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu sendiri, simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan. (De Porter dan Hernacki 2000:145)
6)   Membiasakan membaca
Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Karena dengan membaca akan menambah perbendaharaan kata, pemahaman, menambah wawasan dan gaya ingat akan bertambah. Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk membaca, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang lain. (De Porter dan Hernacki 2000:245)

7)   Jadikan anak lebih kreatif
Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam beajarnya. (De Porter dan Hernacki 2000:291)

8)   Melatih kekuatan memori anak
Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga anak perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik. (De Porter dan Hernacki 2000:340).

Pembelajaran Quantum Learning lebih mengutamakan keaktifan peran serta siswa dalam berinteraksi dengan situasi belajarnya melalui panca inderanya baik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan, sehingga hasil penelitian Quantum Learning terletak pada modus berbuat yaitu katakan dan lakukan, dimana proses pembelajaran Quantum Learning mengutamakan keaktifan siswa, siswa mencoba mempraktekkan media melalui kelima inderanya dan kemudian melaporkannya dalam laporan praktikum dan dapat mencapi daya ingat 90%. Semakin banyak indera yang terlibat dalam interaksi belajar, maka materi pelajaran akan semakin bermakna. Selain itu dalam proses pembelajaran perlu diperdengarkan musik untuk mencegah kebosanan dalam belajarnya. Pemilihan jenis musik pun harus diperhatikan, agar jangan musik yang diperdengarkan malah mengganggu konsentrasi belajar siswa. (Saryono, 2007).
f.     Penerapan Quantum Learning dalam pembelajaran
De Porter dan Hernacki (2002: 84) mengemukakan bahwa : Quantum Learning merupakan metodologi yang sangat luar biasa, dimana penerapan metode belajar dalam Quantum Learning mampu memberikan rangsangan kepada siswa dalam penerimaan pembelajaran, sehingga dalam proses belajar mengajar dalam kelas tidak lagi terkesan membosankan, menjenuhkan, dan menyebalkan.
Hal ini disebabkan penerapan Quantum Learning tidak hanya sekedar memicu para siswa untuk memahami materi pelajaran yang memberikan kesan yang lain, yaitu bagaimana proses belajar itu dapat menyenangkan, memberikan rangsangan psikologi, sugestioligi dan melibatkan unsur-unsur lain yang semula dianggap tahu di dalam proses belajar di kelas yaitu, penggunaan musik serta tantangan fisik.
Sebagaimana dijelaskan Septiawan (2008), dalam Quantum Learning para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimiliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang mencerminkan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu di akhiri dengan “kegembiraan dan tepukan”.
Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat).
Bagaiman cara memanfaatkan cara berfikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.
Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan dan kehormatan diri”. Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada peciptaan kehormatan diri. Dari proses inilah, Quantum Learning menciptakan motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang anda pelajari untuk keuntungan anda, mengupayakan agar segala terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari : “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengebaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segala terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula, antara lain Quantum Learning mengkonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” (De Porter dan Hernacki, 2000: 65). Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk pelajar. Peserta didik Quantum Learning dikondisikan kedalam lingkungan belajar optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.
Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu; ligkungan mikro dan lingkungan makro. “Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi)”. (De Porter dan Hernacki, 2000: 68). Quantum Learning menekankan penetaan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengelolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas Quantum Learning. Akan tetapi, dalam kaitan pelajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti : meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah meciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya mengganggu konsentrasi siswa.
Lingkungan makro ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka di minta untuk memperluas lngkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi situasi-situasi yang menantang dan semakin mudah anda mempelajari informasi baru,” (De Porter dan Hernacki, 2000: 79).
Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang di lakukan oleh guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. (Kamdi, 2009).
2.        Mata Pelajaran IPS
a.        Pengertian Mata Pelajaran IPS
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social studies. Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian IPS dapat diartikan dengan “penelahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang IPS, maka penting untuk dikemukakan beberapa pengertian social studies dan IPS menurut para ahli.
·         Edgar B Wesley menyatakan bahwa social studies are the social sciences simplified for paedagogieal purposes in school. The social studies consist of geografy history, economic, sociology, civics and various combination of these subjects.
·         John Jarolimek mengemukakan bahwa The social studies as a part of elementary school curriculum draw subject-matter content from the social science, history, sociology, political science, social psychology, philosophy, antropology, and economic. The social studies have been defined as “ those portion of the social science... selected for instructionalpurposes”

Demikian beberapa pengertian yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh beberapa tokoh pendidikan terkenal. Pengembangan IPS di Indonesia banyak mengambil ide-ide dasar dari pendapat-pendapat yang dikembangkan di Amerika  Serikat tersebut. Tujuan, materi, dan penanganannya dikembangkan sendiri sesuai dengan tujuan nasional dan aspirasi masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada realitas, gejala, dan problem sosial yang menjadi kajian IPS yang tidak sama dengan negara-negara lain. Setiap negara memiliki perkembangan dan model pengembangan social studies yang berbeda.
Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
·         Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geokrafi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
·         Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
·         S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
·         Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga benarbenar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolahsekolah.

Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masingmasing.
Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
Dengan bertolak dari uraian di depan, kegiatan belajar mengajar IPS membahas manusia dengan lingkungannya dari berbagai sudut ilmu sosial pada masa lampau, sekarang, dan masa mendatang, baik pada lingkungan yang dekat maupun lingkungan yang jauh dari siswa dan siswi. Oleh karena itu, guru IPS harus sungguh-sungguh memahami apa dan bagaimana bidang studi IPS itu.
b. Ruang Lingkup IPS
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya; memamfaatkan sumber-daya yang ada dipermukaan bumi; mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan pertimbangn bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD.
Pada jenjang pendidikan menengah, ruang lingkup kajian diperluas. Begitu juga pada jenjang pendidikan tinggi: bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan berbagai pendekatan. Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan pendekatan sistem menjadi pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang pendidikan tinggi menjadi sarana melatih daya pikir dan daya nalar mahasiswa secara berkesinambungan.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
c. Tujuan IPS
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan institusional ini secara praktis dijabarkan dalam tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi IPS. Akhirnya tujuan kurikuler secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran.
Tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
1.    Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat;
2.    Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat;
3.    Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian;
4.    Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan; dan
5.    Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.
Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan.
3.      Hasil Belajar
Kegiatan belajar merupakan keseluruhan proses pendidikan di sekolah, dan merupakan kegiatan yang paling pokok.  Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik.  Menurut Slameto (2003:2) balajar adalah :
Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.  Defenisi belajar seperti yang diungkapkan Lester D.  Crow (Roestiyah, 1994:4) ”Belajar adalah perubahan individu dalam kebiasaan pengetahuan dan sikap”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang mengalami proses belajar kalau ada perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan.  Belajar disini merupakan suatu proses dimana guru melihat apa yang terjadi selama siswa menjalani pengalaman edukatif untuk mencapai suatu tujuan.  Dimana yang harus diperhatikan dari siswa adalah pola perubahan pada pengetahuan selama pengalaman belajar itu berlangsung.
Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, dan tingkah laku.  Perubahan itu diperoleh dari latihan atau pengalaman bukan perubahan yang dengan sendirinya karena pertumbuhan kematangan atau karena keadaan sementara seperti pingsan. 
Hasil belajar merupakan pucak dari proses pembelajaran.  Hasil belajar tersebut terjadi karena evaluasi guru.  Cara menilai hasil belajar biasanya menggunakan tes.  Tujuan dari tes tersebut adalah mengukur hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran.  Disamping itu, tes dipergunakan untuk menetukan seberapa jauh pemahaman materi yang telah dipelajari karena itu tes dapat digunakan sebagai penilaian diagnostik, formatif, sumatif dan penentuan tingkat pencapaian.
Keberhasilan seseorang dalam belajar tidak hanya dipengaruhi minat, kesadaran, kemauan, tetapi juga bergantung pada kemampuannya terhadap materi pembelajaran serta diperlukan keterampilan keterampilan intelektual.  Hasil yang dimaksud adalah tingkat pengusaan untuk mengukur hasil belajar sesuai dengan tujuan pencapaian kognitif disesuaikan dengan taraf kognitif siswa.
B.       Kerangka Pikir
Pada umumnya proses belajar dan mengajar dilakukan seorang guru menggunakan model pembelajaran yang masih kebanyakan bersifat konvensional yang berindikasi pada siswa yang pasif, kurang bertanggung jawab, dan pembelajaran dinilai kurang menyenangkan sehingga akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Seharusnya guru berupaya mengoptimalkan pembeljaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan, serta dapat berkomsumsi dengan baik pada saat menyajikan pelajaran, siswa akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru.
Pembelajaran Quantum Learning merupakan salah satu tife pembelajaran yang diharapkan akan menjadi model pembelajaran yang dapat menggugat minat, perasaan dan pola pikir krisis bagi siswa dalam hal penguasaan konsep mata pelajaran IPS. Oleh karena itu siswa akan menjadi lebih jelas dalam menerima dan menemukan sendiri materi yang disampaikan guru, sehingga hasil belajar IPS akan lebih meningkat.
PENGEMBANGAN KTSP
 
Berdasarkan penjelasan di atas dapat divisualisasikan dalam bentuk bagan:
 














Gambar 7. Kerangka Pikir
C.       Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan adalah: Jika menerapkan metode pembelajaran Quantum Learning dalam pembelajaran IPS pokok bahasan sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi, maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju.





















BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang akan dilaksanakan dalam dua siklus. Jenis penelitian tindakan kelas ini dipilih dengan tujuan agar “mampu menawarkan cara baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil belajar” (Umar, 2005: 3). Selain itu penelitian tindakan kelas ini dianggap mudah karena hanya melalui empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
B.       Setting dan Subjek Penelitian
Setting penelitian ini dilaksanakan di desa petakeang kabupaten mamuju. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas IV SDI Petakeang Kabupaten Mamuju yang berjumlah 30 orang terdiri dari 17 laki-laki dan 13 orang perempuan.
C.      Fokus Penelitian
Adapun faktor yang diselidiki/diamati adalah:
1.    Faktor siswa yaitu melihat kemampuan siswa dalam mempelajari IPS dan keaktifannya dalam menyelesaikan soal.
2.    Faktor proses pembelajaran yaitu melihat terjadinya interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya saat proses belajar mengajar berlangsung.
3.    Faktor hasil yaitu dengan melihat hasil belajar siswa setelah pembelajaran.
D.      Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Adapun alur pelitian ini mengacu pada modifikasi diagram oleh setiap siklus menurut Kemmis dan Mc. Taggart (Alimin Umar 2005: 11) terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan yaitu; (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, serta (4) refleksi sebagai berikut:
Refleksi
 
SIKLUS I
 
Observasi
 
Perencanaan
 
 











Gambar 8. Diagram Alur Desain Penelitian Model Kemmis dan Mc. Tagart 1998
Tahap Pratindakana
a)      Mengadakan konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal pelaksanaan penelitian
b)      Melakukan diskusi dengan pihak guru untuk mendapat gambaran bagaimana pelaksanaan penelitian.
c)      Mengadakan observasi awal terhadap pelaksanaan penggunaan metode quantum learning dalam pembelajaran di kelas agar memahami karakteristik pembelajaran serta gambaran pelaksanaan pembelajaran sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi di kelas IV sebagai langkah awal yang akan digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1.        Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan pemantauan keadaan siswa yang akan diteliti dan mempersiapkan semua instrumen. Pada penelitian tindakan kelas ini, digunakan 5 instrumen yaitu:
a)    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
b)   Media Pembelajaran
c)    Lembar Observasi
d)   Alat Evaluasi (tes).
2.        Pelaksanaan
a.    Siklus I
1)   Perencanaan
Pada tahap ini menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan menyiapkan materi ntuk siklus I.
2)   Tindakan
Proses Tindakan dalam siklus I adalah:
a.    Satu atau dua hari sebelum proses belajar dan mengajar berlangsung memberi tugas kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi tentang sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
b.    Guru menampilkan media pembelajaran mengenai materi tentang sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
c.    Siswa diberi tugas untuk mengemukakan gagasan atau ide dari informasi yang terdapat pada media pembelajaran tersebut bersama kelompoknya.
d.   Siswa mencoba mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya mengenai masalah yang di bahas dari poster tersebut tentang materi sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi dan siswa yang lain dapat memberi tanggapan dari hasil presentasi yag telah disampaikan oleh temannya tadi.
3)   Observasi
Observasi dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan tindakan. Aspek-aspek yang diamati adalah perilaku siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi.
4)   Analisis dan Refleksi
Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Untuk memperkuat hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan digunakan data yang berasal dari data observasi. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan merencanakan siklus berikutnya.
b.   Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, dilakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai. Hasil yang dicapai pada siklus ini dikumpulkan serta dianalisis untuk menetapkan suatu kesimpulan.
E.       Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen nontes dan instrumen tes.
1.      Nontes, Instrumen yang diigunakan untuk mengumpulkan data kualitatif adalah sebagai berikut:
a)      Lembar observasi
b)      Dokumentasi
2.      Tes
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu (Poerwanti,dkk, 2008:1-5).
F.       Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian tindakan kelas ini berupa instrumen tes.
1.    Nontes
Instrumen nontes yang digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif dengan menggunakan lembar observasi dalam mengamati kreativitas siswa dan aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menerapkan metode Quantum Learning.
2.    Tes
Instrumen tes digunakan untuk mengetahui data tentang hasil belajar siswa dalam konsep IPS. Bentuk  instrumen tes ini berupa soal pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban (option) yang berjumlah 20 soal pada siklus II. Alat evaluasi (tes) ini terlebih dahulu di ujicobakan untuk menentukan tingkat kesukarannya.
G.      Teknik Analis Data
Adapun analisis yang digunakan adalah kuantitatif, dimana data yang telah diperoleh dari lapangan berupa data kuantitatif yang dianalisis dengan menggunakan persamaan korelasi sederhana, kemudian digambarkan atau didekskripsikan sejauh mana penerapan metode Quantum Learning berkaitan secara signifikan terhadap pemahaman siswa tentang materi sumber daya alam serta pemamfaatannya untuk kegiatan ekonomi.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu sebagai berikut:
1.    Penilaian Rata-rata
Peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa kemudian dibagi dengan jumlah siswa kelas tersebut sehingga diperoleh nilai rata-rata.
       X= ∑X
               ∑N

 
Nilai rata-rata ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
                                                      dengan :
                                        X = nilai rata-rata
                                        ∑X = jumlah semua nilai siswa
                                        ∑N = jumlah siswa.

2.    Penilaian untuk ketuntasan belajar
       P= ∑ Siswa yang tuntas belajar x 100
                             ∑ Siswa

 
Untuk menghitung presentase ketuntasan digunakan dengan rumus :
 


Hasil tes dianalisis kuantitatif dikategorikan dalam lima kategori standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2006: 19) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Teknik Kategorisasi Standar berdasarkan Ketetapan Departemen Pendidikan  Nasional


Skor
Kategori
0 – 43
Sangat Rendah
35 - 54
Rendah
55 - 64
Sedang
65 - 84
Tinggi
85 - 100
Sangat Tinggi

H.      Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengukur aktivitas siswa dan hasil belajar siswa melalui hasil tes pada setiap akhir siklus dalam pembelajaran Quantum Learning mengalami peningkatan yang nyata sehingga dapat dikategorikan baik. Dengan  hasil belajar siswa mencapai minimal 70 ke atas dan secara klasikal ketuntasan belajar siswa mencapai minimal 85%.
I.         Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Mei
Juni
Juli
Ket
1.      
Survey awal













2.       
Penyusunan proposal













3.       
Perijinan













4.       
Pelaksanaan penelitian pengamatan awal













5.       
Siklus I













6.       
Siklus II













7.       
Penulisan Laporan













8.       
Ujian dan Perbaikan













9.       
Penjilidan dan penggandaan